☀💦☀💦☀💦
📌 Pertanyaan:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz.. saya mau tanya bagaimana hukumnya kalau ada anak lahir di luar pernikahan baru bbrp tahun kemudian ibu bapaknya menikah, siapa yang menjadi wali nikahnya anak tsb? Apakah wali hakim atau bapak kandungnya?
Pertanyaan dari A06
📌 Jawaban:
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:
Saya akan jawab secara ringkas, bahwa:
📌 Wali adalah salah satu rukun nikah, tanpa wali nikah tidak sah. Ini pandangan mayoritas ulama, kecuali menurut Abu Hanifah.
Nabi ﷺ bersabda:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل، فنكاحها باطل، فنكاحها باطل
Wanita mana pun yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya itu batil (diulang 3x). 1)
📌 Anak yang dilahirkan dari perzinahan, maka ayah biologisnya tidak menjadi nasabnya sebab pada hakikatnya dia tanpa ayah, namun dia dinasabkan kepada ibunya, sebagaimana ‘Isa bin Maryam yang lahir tanpa ayah (tapi bukan karena zina, melainkan justru karena keistimewaannya), sesuai kehendak Allah ﷺ.
Imam Ibnu Rusyd Rahimahullan mengatakan:
واتفق الجمهور على أن أولاد الزنا لا يلحقون بآبائهم إلا في الجاهلية
Mayoritas ulama sepakat bahwa anak-anak zina tidaklah disandarkan kepada ayah-ayah mereka, kecuali yang terjadi pada masa jahiliyah. 2)
📌 Sehingga, ayahnya pun tidak bisa menjadi walinya jika anak itu (jika dia wanita) menikah.
📌 Jika tidak ada wali maka yang menjadi walinya adalah penguasa. Sesuai hadits berikut:
اَلسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ
“Sulthan (penguasa) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”. 3)
Penguasa itulah wali hakim, yakni petugas/pejabat yang ditunjuk oleh negara yakni KUA – Kantor Urusan Agama. Di negeri kita adalah penghulu.
Demikian. Wallahu A’lam
🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾
✏ Farid Nu’man Hasan
Baca juga: Hukum Pernikahan Wanita Yang Berzina Dengan Laki-Laki Yang Bukan Pelakunya
🌴🌴🌴🌴
[1]HR. At Tirmidzi No. 1102, katanya: hasan, Ibnu majah No. 1879, Al Hakim No. 2706, katanya: shahih sesuai syarat Al Bukhari-Muslim, Ahmad No. 24417
[2] Imam Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, 2/358
[3] HR. Ahmad No. 25326, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad ahmad, 42/200