💢💢💢💢💢💢💢💢
📨 PERTANYAAN:
Assalamu’alaikum. ustadz yg dirahmati Allah, kadang saya melihat orang yg shalat sbg masbuq ketika orang yg shalat persis di depannya (shaf paling depan di hadapan dinding) selesai dan pindah tempat, yg masbuq ini shalatnya berjalan maju ke depan. apakah yg spt begini memang dicontohkan oleh Rasulullah atau sahabatnya? (+62 811-4855-xxx)
📬 JAWABAN
▫▪▫▪▫▪▫▪▫▪
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Hal itu tidak disyariatkan, walau tidak juga terlarang jika melangkahnya tidak banyak.
Biasanya, dia melangkah itu dalam rangka mendekat ke sutrah (pembatas dalam shalat). Agar orang tidak ada yang lewat. Padahal orang lewat tidaklah membatalkan shalanya, walau orang lewat itu bersalah.
Dalam fatwa Darul Ifta’ disebutkan:
ثم إن مفسدة المشي في الصلاة أعظم من مرور المار بين يدي المصلي؛ لأن مشي المصلي قد يكون سببًا في بطلان صلاته، خلافا للمرور. وقد نقل الإمام النووي الاتفاق على عدم مشي المصلي لدفع المار بينه وبين سترته، معللا ذلك باحتمال بطلان صلاته بالمشي، فمن باب أولى منع المشي في الصلاة لاتخاذ سترة
Sesungguhnya kerusakan gara-gara dia berjalan saat shalat lebih besar dibanding lewatnya sesuatu dihadapannya. Sebab, berjalannya seorang yang shalat bisa menjadi sebab batalnya shalat, berbeda dengan orang yg lewat.
Imam An Nawawi telah menukil adanya kesepakatan ulama tentang tidak adanya berjalan untuk mencegah orang lewat di antara dirinya dan sutrahnya. Alasannya adalah kemungkinan batalnya shalat karena berjalan. Maka, berjalan untuk mengambil sutrah saat shalat lebih utama untuk ditiadakan. (Darul Ifta, no. 2871)
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
اتفقوا على أنه لا يجوز له المشي إليه من موضعه ليرده، وإنما يدفعه ويرده من موقفه؛ لأن مفسدة المشي في صلاته أعظم من مروره من بعيد بين يديه، وإنما أبيح له قدر ما تناله يده من موقفه، ولهذا أمر بالقرب من سترته، وإنما يرده إذا كان بعيدا منه بالإشارة والتسبيح
Para ulama sepakat, tidak boleh bagi orang yang shalat berjalan dari tempatnya untuk menolak orang yang lewat di hadapannya, sesungguhnya mencegah itu hendaknya dari tempat dia berdiri saja. Sebab, kerusakan jika dia berjalan itu lebih besar dibanding siapa pun yang lewat di hadapannya.
Sesungguhnya yang dibolehkan hanyalah sejauh yang bisa dicapai oleh tangannya saja dari tempatnya. Begitulah dia diperintahkan mendekat sutrahnya. Ada pun yang jauh cukuplah dengan isyarat dan tasbih.
(Syarah Shahih Muslim, 4/223)
Oleh karena itu, disebutkan lagi:
وعليه فإذا سلّم الإمام من صلاته فلا يشرع للمسبوق المشي لاتخاذ السترة، قياسا على الاتفاق الذي نقله النووي رحمه الله، خاصة وأن بعض الفقهاء قالوا إن سترة الإمام تبقى سترة للمأموم حتى بعد سلام الإمام
Oleh karenanya, jika imam telah salam maka bagi masbuq tidaklah disyariatkan berjalan mendekati sutrah. Ini Qiyas atas kesepakatan yang dikutip oleh Imam An Nawawi Rahimahullah, istimewanya lagi sebagian ahli fiqih mengatakan sutrahnya imam adalah sutrahnya makmum juga walau pun imam sudah salam.
(Darul Ifta’, no. 2871)
Sementara itu, Sebagian ulama berpendapat mendekat ke sutrah tetap disyariatkan walau di dalam shalat, di saat sutrah itu lenyap. Inilah pendapat Malikiyah, dan sebagian ulama kontemporer seperti Syaikh Masyhur Hasan Salman Hafizhahullah. Alasannya adalah keumuman dalil agar shalat mendekati sutrah. Dalil lain, kasus dimasa Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam, bahwa Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam berjalan mendekat sutrah saat shalat ketika ada seekor kambing hendak lewat dihadapannya saat Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam sedang shalat.
Demikian. Wallahu a’lam
📙📘📕📒📔📓📗
🖋 Farid Nu’man Hasan