💢💢💢💢💢💢
📨 PERTANYAAN:
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Saya mau bertanya : Apakah dua jenis air musta’mal ketika di satukan volume nya sampai dua qullah hukum nya menjadi suci dan mensucikan atau tetap musta’mal.? Terimakasih Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Usep, Ciamis, (+62 821-1535-xxxx)
📬 JAWABAN
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillahirrahmanirrahim..
Definisi Air musta’mal, dijelaskan oleh Syaikh Sa’diy Abu Habib dalam Qamus Al Fiqhiy:
Air musta’mal menurut Hanafiyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, dan Zhahiriyah, adalah air yang lepas (menetes) dari anggota badan orang yang berwudhu dan orang yang mandi.
(Syaikh Sa’diy Abu Habib, Al Qamus Al Fiqhiy, Hal. 263)
Sederhananya kalau kita berwudhu biasanya banyak air menetes dari anggota tubuh kita, baik saat wudhu atau setelahnya, begitu juga saat mandi wajib. Itulah air musta’mal.
Lalu, bagaimana status air musta’mal? Apakah suci dan mensucikan? Atau suci tapi tidak mensucikan?
Ternyata para ulama berbeda pendapat. Berikut ini uraian Imam Ibnu Hazm Rahimahullah dalam Al Muhalla:
Imam Malik berkata: “Boleh berwudhu dengannya jika tidak ada air yang lain dan tidak usah tayammum.”
Imam Abu Hanifah berkata: “Tidak boleh berwudhu dan mandi menggunakan air yang telah digunakan wudhu dan mandi sebelumnya …”
Imam Asy Syafi’iy berkata: “Tidak sah berwudhu dgn air yang sudah dipakai untuk wudhu dan mandi walau itu air suci semuanya.” Para sahabatnya (Syafi’iyah) mengatakan bahwa orang yang mencelupkan tangannya ke bejana untuk wudhu, dia ambil air untuk kumur, menghirup air ke hidung, mencuci wajah, lalu dia memasukkan tangannya ke bejana lagi, maka haram wudhu dengan air tersebut. Karena air tersebut menjadi musta’mal. (Imam Ibnu Ham, Al Muhalla, 1/183-184)
Sementara Imam Ibnu Hazm Rahimahullah sendiri membolehkan air musta’mal dijadikan buat wudhu dan mandi. Beliau berkata:
Wudhu dengan air musta’mal itu BOLEH, begitu pula mandi junub, baik ada air yang lain atau tidak. Itu adalah air yang dipakai untuk wudhu baik shalat wajib atau sunnah, atau untuk mandi junub atau lainnya, ini berlaku baik yg wudhu laki-laki atau perempuan. (Ibid, 1/182)
Dalam Al Mausu’ah disebutkan bahwa mayoritas madzhab menyatakan tidak sahnya bersuci dengan air musta’mal kecuali Malikiyah:
“Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah (Hambaliyah) menetapkan bahwa air musta’mal itu suci, tapi tidak dapat mensucikan yang lain. Malikiyah berbeda dengan ini, mereka membolehkan tapi makruh jika masih ada air lain, tapi jika tidak ada air lain maka tidak masalah.”
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 4/21)
Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah menyebutkan tentang pendapat Syafi’iyyah: “Kesimpulannya, tidak sah bersuci dengan air musta’mal yang sedikit untuk keperluan menghilangkan hadats dan membersihkan najis. Jika seorang yang berwudhu memasukkan tangannya ke air yang sedikit (misal di gayung, pen) setelah mencuci wajahnya, maka air yang tersisa tersebut adalah musta’mal.”
(Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqhu Asy Syafi’iyyah Al Muyassar, 1/82)
Namun dari sumber yg lain disebutkan bahwa Imam Abu Hanifah dan Imam Asy Syafi’iy Rahimahumallah termasuk yang berpendapat boleh dan sah berwudhu dengan air musta’mal.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan bahwa internal madzhab Syafi’i memang ada dua pendapat. (Al Majmu’ Syarh al Muhadzdab, 1/150)
Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi Rahimahullah menjelaskan:
وذهب جماعة من العلماء كعطاء وسفيان الثوري والحسن البصري والزهري والنخعي وأبي ثور وجميع أهل الظاهر ومالك والشافعي وأبي حنيفة في إحدى الروايات عن الثلاثة المتأخرين إلى طهارة الماء المستعمل للوضوء
Jamaah para ulama seperti ‘Atha, Sufyan Ats Tsauri, Al Hasan Al Bashri, Az Zuhri, An Nakha’i, Abu Tsaur, semua ahli zhahir (tekstualis), Malik, Asy Syafi’iy, Abu Hanifah pada salah satu riwayat dari tiga riwayat kalangan generasi muta’akhirin (belakangan), mereka berpendapat bahwa sucinya air musta’mal untuk berwudhu.
(Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi, ‘Aunul Ma’bud, 1/93)
Sehingga dari keterangan Imam Abu Thayyib menunjukkan umumnya para imam perintis madzhab adalah membolehkan. Alasannya adalah hadits Shahih Bukhari, dari Abu Juhaifah Radhiallahu ‘Anhu yang menceritakan para sahabat menggunakan air bekas wudhu nabi untuk mengusap diri mereka, juga dari Abu Musa dan Bilal Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. memerintahkan Abu Musa dan Bilal untuk meminum sisa wudhu Beliau, juga mengusap wajah mereka berdua dengannya. (Ibid, 1/93)
Bagaimana jika air musta’mal mencapai dua qullah?
Terkumpulnya air musta’mal sampai dua qullah, itu menjadi suci dan mensucikan menurut madzhab Syafi’i. Walau hal ini sangat sulit terjadi.
Imam Al Bujairimiy Rahimahullah – dia Syafi’iyah- mengatakan bahwa air musta’mal jika disatukan (dikumpulkan) dan mencapai dua qullah, maka itu suci dan (Imam Al Bujairimiy, Hasyiyah Al Bujaimiry ‘alal Khathib, 1/87)
Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah menyebutkan bahwa jika air musta’mal telah mencapai dua qullah, yang shahih adalah itu thahur (suci dan mensucikan). (Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqh Asy Syafi’iyyah Al Muyassar, 1/81)
Demikian. Wallahu a’lam
🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳
✍ Farid Nu’man Hasan