Sikap Pertengahan Dalam Bergaul Terhadap Masyarat

Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah memberikan nasihat:

الانقباض عن الناس مكسبة للعداوة، والانبساط إليهم مجلبة للسوء، فكن بين القبض والبسط، ومن ذكر سوى هذا فهو قاصر، وإنما هو إخبار عن حاله، فلا يجوز أن يحكم بها على غيره المخالف له في الحال .

Mengisolir diri dari manusia bisa mendatangkan permusuhan, sedangkan membuka diri akan mendatangkan keburukan. Tempatkan dirimu di antara mengisolir dan membuka diri. Siapa yang mencari alternatif selain itu maka dia seorang yang tidak tepat. Dia hanya mau tahu keadaan dirinya sendiri dan dia tidak layak membuat ketetapan bagi orang lain.

Imam Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhaj Al Qashidin, 2/55

✍ Farid Nu’man Hasan

Buat Apa Kita Bershalawat?

📨 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaikum Ustadz
Mohon dibantu pertanyaan teman ini
Di group ini ada yg bisa jawab nggak, Mengapa dalam baca an sholat kita harus mendoaakan nabi muhammad, padahal nabi Muhammad udah dapat garansi untuk masuk surga, dan yg mengajarkan sholat adalah nabi Muhamad, kenapa begitu yak

📬 JAWABAN

Wa’alaikumussalam warahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah ..

Perintah bershalawat kepada Nabi ﷺ ada pada waktu khusus (muqayyad) seperti saat shalat, doa, hari Jumat, dan juga pada waktu apa pun (muthlaq).

Hal itu merupakan perintah Allah ﷻ yang disampaikan dalam Al Quran, dan didetilkan dalam sunah Rasulullah ﷺ.

Allah ﷻ berfirman:

إن الله وملائكته يصلون على النَّبِيّ يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما

Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bershalawat kepada Nabi, wahai orang-orang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al Ahzab: 56)

Jadi, seandainya miliaran umat Islam tidak bershalawat kepadanya, Nabi ﷺ tidaklah rugi, tidak berkurang kemuliaannya, apalagi Allah ﷻ dan para malaikatNya sudah bershalawat kepadanya.

Lalu buat siapa manfaat shalawat itu? Buat diri pembacanya, buat umatnya sendiri. Sebagaimana hadits Nabi ﷺ:

من صلى علي صلاة من تلقاء نفسه صلى الله بها عليه عشرا

Barang siapa yang shalawat kepadaku sekali saja, maka Allah ﷻ akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. (HR. Musim No. 384, Abu Daud No. 523, Ad Darimi No. 2814 Al Bazzar No. 3811, Al Baihaqi No. 1457)

Apa maksud Allah ﷻ bershalawat kepada orang itu?

Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri menjelaskan:

أي عشر صلوات والمعنى رحمه وضاعف أجره

Yaitu sepuluh kali shalawat (doa), maknanya adalah kasih sayangNya dan berlipat-lipat pahala baginya. (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/496)

Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Batalkah Wudhu Jika Bersentuhan Dengan Non Muslim?

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamu ‘Alaikum, tadz batalkah wudhu apabila bersalaman dengan orang kafir atau musyrik? (085252143xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa Ba’d:Batal atau tidaknya wudhu kita setelah bersalaman dengan orang kafir dan musyrik diperselisihkan ulama, tergantung status tubuh mereka, najis atau suci?

Menurut sebagian salaf, seperti Abbdullah bin ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma dan Imam Al Hasan Al Bashri, juga sebagian kalangan Zhahiriyah, tubuh mereka adalah najis.

Abdullah bin ‘Abbas berpendapat bahwa sesuai zahir ayat: innamal musyrikun najasun – (sesungguhnya orang musyrik itu najis), maka tubuh orang musyrik itu najis sebagaimana najisnya babi dan anjing. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al Hasan Al Bashri, katanya: “Barang siapa yang bersalaman dengan mereka maka hendaknya berwudhu lagi.” (Lihat Tafsir Ayat Al Ahkam, 1/282)

Ini juga menjadi pendapat kaum zhahiriyah. Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah:

وذهب بعض الظاهرية إلى نجاسة أبدانهم

Dan sebagian Zhahiriyah menajiskan badan mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/131)

Pihak yang mengatakan suci menyatakan bahwa tak ada keterangan yang menyebutkan bahwa tubuh kaum non muslim adalah najis, maka tubuh mereka adalah suci sebagaimana sucinya tubuh kaum muslimin. Telah menjadi ijma’ –sebagaimana dikatakan Imam An Nawawi, bahwa tubuh mereka adalah suci, yang najis adalah aqidah mereka yang musyrik, bukan tubuhnya.

Sedangkan tentang ayat yang berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang muysrik itu najis.” Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah:

بِأَنَّ الْمُرَادَ أَنَّهُمْ نَجَسٌ فِي الِاعْتِقَادِ وَالِاسْتِقْذَارِ وَحُجَّتهمْ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَبَاحَ نِكَاح نِسَاء أَهْلِ الْكِتَابِ

“Sesungguhnya maksud bahwa mereka najis adalah najis pada aqidahnya dan kotor. Hujjah mereka (mayoritas ulama) adalah sesungguhnya Allah Ta’ala membolehkan menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). “ (Fathul Bari, 1/390)

Jadi, sederhanya, bagaimana mungkin syariat membolehkan menikahi wanita mereka (Ahli Kitab), namun di sisi lain menajiskan tubuh mereka?

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وَذَكَرَ الْبُخَارِيّ فِي صَحِيحه عَنْ اِبْن عَبَّاس تَعْلِيقًا : الْمُسْلِم لَا يَنْجُس حَيًّا وَلَا مَيِّتًا . هَذَا حُكْم الْمُسْلِم . وَأَمَّا الْكَافِر فَحُكْمه فِي الطَّهَارَة وَالنَّجَاسَة حُكْم الْمُسْلِم هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْجَمَاهِير مِنْ السَّلَف وَالْخَلَف . وَأَمَّا قَوْل اللَّه عَزَّ وَجَلَّ : { إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَس } فَالْمُرَاد نَجَاسَة الِاعْتِقَاد وَالِاسْتِقْذَار ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنَّ أَعْضَاءَهُمْ نَجِسَة كَنَجَاسَةِ الْبَوْل وَالْغَائِط وَنَحْوهمَا . فَإِذَا ثَبَتَتْ طَهَارَة الْآدَمِيّ مُسْلِمًا كَانَ أَوْ كَافِرًا ، فَعِرْقه وَلُعَابه وَدَمْعه طَاهِرَات سَوَاء كَانَ مُحْدِثًا أَوْ جُنُبًا أَوْ حَائِضًا أَوْ نُفَسَاء ، وَهَذَا كُلّه بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ كَمَا قَدَّمْته فِي بَاب الْحَيْض

“Imam Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya, dari Ibnu Abbas secara mu’alaq (tidak disebut sanadnya): Seorang muslim tidaklah najis baik hidup dan matinya. Ini adalah hukum untuk seorang muslim. Ada pun orang kafir maka hukum dalam masalah suci dan najisnya adalah sama dengan hukum seorang muslim (yakni suci). Ini adalah madzhab kami dan mayoritas salaf dan khalaf. Ada pun ayat (Sesungguhnya orang musyrik itu najis) maka maksudnya adalah najisnya aqidah yang kotor, bukan maksudnya anggota badannya najis seperti najisnya kencing, kotorannya , dan semisalnya. Jika sudah pasti kesucian manusia baik dia muslim atau kafir, maka keringat, ludah, darah, semuanya suci, sama saja apakah dia sedang berhadats, atau junub, atau haid, atau nifas. Semua ini adalah ijma’ kaum muslimin sebagaimana yang telah lalu saya jelaskan dalam Bab Haid.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/87. Mawqi’ Ruh Al Islam) selesai

Untuk kaum musyrikin, sebenarnya tidak ada ijma’ dalam sucinya tubuh mereka sebagaimana klaim Imam An Nawawi. Dan, sudah kami sebutkan pendapat Abdullah bin Abbas dan Hasan Al Bashri tentang najisnya mereka.

Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah:

فالجمهور على أنه ليس بنجس البدن والذات؛ لأن الله تعالى أحل طعام أهل الكتاب

Maka, menurut jumhur (mayoritas) bukanlah najis badan dan zatnya, karena Allah Ta’ala menghalalkan makanan Ahli Kitab. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/131)

Pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur bahwa mereka adalah suci, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ayat Al Ahkam berikut ini:

الترجيح : الصحيح رأي الجمهور لأن المسلم له أن يتعامل معهم ، وقد كان عليه السلام يشرب من أواني المشركين ، ويصافح غير المسلمين والله أعلم

Tarjih: yang shahih adalah pendapat jumhur (mayoritas) karena seorang muslim berinteraksi dengan mereka, dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum dari wadah kaum musyrikin, dan bersalaman dengan non muslim. Wallahu A’lam (Ibid)

Alasan lain yang menguatkannya, karena dahulu Jubair bin Muth’im –ketika masih musyrik- pernah bermalam di masjid, bahkan mendengarkan pembacaan Al Quran. (Imam Asy Syafi’i, Al Umm, 1/54). Ini jelas menunjukkan kesuciannya, sebab jika mereka najis tentu mereka tidak akan diterima kehadirannya di masjid.

Berikut dikatakan Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah:

قال ابن إسحاق: وفد على رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وفدُ نصارى نجران بالمدينة، فحدَّثنى محمد بن جعفر بن الزبير، قال: لما قدم وفد نجرانَ على رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دخلُوا عليه مسجدَه بعد صلاة العصر، فحانت صلاتُهم، فقاموا يُصَلُّون فى مسجده، فأراد الناسُ منعهم، فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “دَعُوهُم” فاسْتَقْبَلُوا المَشْرِقَ، فَصَلَّوا صَلاَتَهُمْ

Berkata Ibnu Ishaq: Di Madinah, datang delegasi Nasrani Najran kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Ja’far bin Az Zubeir, katanya: ketika ketika delegasi Najran datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka masuk ke dalam masjid setelah shalat ashar, ketika datang waktu ibadah mereka, mereka bangun untuk mendirikan ibadah mereka di masjid nabi, maka manusia mencegahnya, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Biarkan mereka.” Lalu mereka menghadap ke Timur, dan melaksanakan ibadah mereka. (Zaadul Ma’ad, 3/629. Cet. 27, 1994M-1415H. Muasasah Ar Risalah, Beirut)

Kisah ini menunjukkan tubuh orang kafir tidak najis, sebab jika mereka najis tentu mereka dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk masuk ke masjid, sebab masjid harus bersih dari kotoran dan najis.

Maka, pendapat yang lebih rajih tidak batal wudhu setelah bersalaman dengan mereka. Tetapi, jika mau wudhu lagi juga tidak apa-apa, bahkan bisa jadi lebih utama untuk menjaga kehati-hatian dan ketenangan. Wallahu A’lam

Bahkan sebagian ulama memandang najis atau tidak tubuh mereka adalah sama saja, sebab menyentuh najis bukan termasuk hal yang membatalkan wudhu. Walau najis sebagai benda yang mesti dihilangkan jika terkena tubuh kita.

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi ajmain.

🌺🌸🍃🌹🍀🌾🌴🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Waktu, Adab, dan Jumlah Rakaat Qiyamul Lail

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Landasan Syariatnya

Dalam Al Quran banyak ayat yang menstimulus dan menggambarkan kemuliaan shalat alam, di antaranya –kami ambil satu saja- Allah ﷻ berfirman:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. ( QS. Al Isra: 79)

Dalam hadits juga demikian, kami ambil satu saja:

وأفضل الصلاةبعد الفريضة صلاة الليل

Shalat paling utama setelah shalat wajib adalah shalat di malam hari. (HR. Muslim No. 1163)

📌 Waktunya

Waktunya di malam hari sejak setelah shalat Isya sampai sebelum fajar.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

صلاة الليل تجوز في أول الليل ووسطه وآخره ما دامت الصلاة بعد صلاة العشاء

Shalat malam boleh dilakukan pada awal malam, tengahnya, dan akhirnya, selama dilakukannya setelah shalat Isya. (Fiqhus Sunnah, 1/203)

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

لم يكن لتهجده وقت معين بل بحسب ما يتيسر له القيام

Tahajudnya Rasulullah ﷺ tidak ada waktu yang spesifik tetapi dia lakukan pada waktu yang paling mudah baginya untuk bangun melaksanakannya. (Imam Ibnu ‘Allan, Dalilul Falihin, 6/496)

📌 Waktu Paling Utama

Waktu paling utama adalah di sepertiga malam terakhir.

Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan:

الافضل تأخيرها إلى الثلث الاخير

Yang paling utama adalah mengakhirkannya sampai sepertiga malam terakhir. (Fiqhus Sunnah, 1/203)

Alasannya:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Rabb kita –Allah Tabaraka wa Ta’ala- turun ke langit dunia setiap malam sampai waktu seperti malam terakhir, dan berfirman: “Barang siapa yang berdoa kepadaKu maka Aku akan mengabukannya, barang siapa yang meminta kepadaKu maka Aku akan memberinya, dan barang siapa yang memohon ampunkepadaKu maka Aku akan mengampuninya.” (HR. Al Bukhari No. 1145, 6321, Muslim No. 758)

Juga hadits lain:

قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ؟ قَالَ: «جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ المَكْتُوبَاتِ»

Ditanyakan kpd Rasulullah, doa yang manakah yang paling di dengar?
Beliau menjawab: “Doa di sepertiga malam terakhir, dan setelah shalat wajib.” (HR. At Tirmidzi No. 3499, kata Beliau: hasan. Dihasankan pula oleh Syaikh Al Albani)

📌 Adab-adab Sebelum Qiyamul Lail

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menuliskan beberapa adabnya, yaitu:

1. Berniat Bangun Malam untuk Qiyamul Lail

Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من أتى فراشه وهو ينوي أن يقوم يصلي من الليل فغلبته عينه حتى يصبح كتب له ما نوى

“Barang siapa yang mendatangi pembaringannya dan dia berniat untuk melaksanakan shalat malam, lalu dia tertidur hingga pagi, maka dia tetap mendapatkan apa yang diniatkannya.” (HR. Ibnu Majah No. 1344, An Nasa’i No. 1787. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 1344)

2. Mengusap wajah saat bangun tidur, bersiwak, dan memandang ke langit, lalu membaca doa yang berasal dari Rasulullah ﷺ, seperti:

Laa ilaaha illa anta subhaanaka, astaghfiruka lidzanbiy wa as’aluka rahmataka, Allahumma zidniy ‘ilma wa laa tazigh qalbiy ba’da idz hadaytaniy wa habliy min ladunka rahmah innaka antal wahhaab

Alhamdulillahilldzi ahyana ba’da maa amatana wa ilaihin nusyuur

3. Memulai shalat dengan dua rakaat yang ringan lalu lanjutkan lagi sesuai kehendaknya

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

إذا قام أحدكم من الليل فليفتتح صلاته بركعتين خفيفتين

Jika kalian bangun malam untuk shalat maka mulailah dengan dua rakaat yang ringan. (HR. Muslim No. 768)

4. Membangunkan istri atau suami

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ

Semoga Allah maerahmati laki-laki yang bangun shalat malam dan membangunkan istrinya, jika istrinya menolak maka dia memercikkan air ke wajahnya. Semoga Allah merahmati istri yang bangun untuk shalat malam, lalu membangunkan suaminya, jika suaminya menolak maka dia memercikkan air ke wajahnya. (HR. Abu Daud No. 1310. Syaikh Al Albani mengatakan hasan shahih)

5. Jika sangat ngantuk tidur dulu sampai hilang ngantuknya

عن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إذا نعس أحدكم فليرقد حتى يذهب عنه النوم، فإنه إذا صلى وهو ناعس لعله يذهب يستغفر فيسب نفسه) رواه الجماعة

Dari ‘Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika salah seorang kalian ngantuk, hendaknya dia tidur dulu hingga hilang rasa ngantuknya, sedangkan jika dia shalat dalam keadaan ngantuk itu, bisa jadi dia ingin istighfar ternyata dia mengucapkan caci maki untuk dirinya.” (HR. Al Jama’ah)

وعن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إذا قام أحدكم من الليل فاستعجم القرآن على لسانه فلم يدر ما يقول فليضطجع) رواه أحمد ومسلم

Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika salah seorang kalian bangun malam dan masih ngantuk sehingga lidahnya berat membaca Al Quran dan ia tidak sadar apa yang dibacanya itu, maka sebaiknya dia tidur lagi!” (HR. Ahmad dan Muslim)

Jumlah Rakaatnya

Minimal adalah dua rakaat, dan maksimalnya tidak ada batasan. Apa yang diriwayatkan ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah lebih dari 11 rakaat shalat malam, baik di bulan Ramadhan dan selain Ramadhan, bukanlah jumlah pembatas yang membuat terlarang jika lebih darinya. Para salafush shalih sangat memahami hal ini, mereka ada yang melakukannya sebanyak puluhan, bahkan ratusan rakaat, seperti yang tertera dalam kitab-kitab sirah.

Nabi ﷺ sendiri pernah lebih dari 11 rakaat, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya.

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata:

وَقَدْ ثَبَتَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ( «كَانَ يُصَلِّي بَعْدَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ جَالِسًا تَارَةً، وَتَارَةً يَقْرَأُ فِيهِمَا جَالِسًا، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ، قَامَ فَرَكَعَ» ، وَفِي “صَحِيحِ مسلم ” عَنْ أبي سلمة قَالَ: « (سَأَلْتُ عائشة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: (كَانَ يُصَلِّيثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي ثَمَانَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ يُوتِرُ، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ، قَامَ فَرَكَعَ، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ) » وَفِي “الْمُسْنَدِ” عَنْ أم سلمة أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ( «كَانَ يُصَلِّي بَعْدَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ (
وَقَالَ الترمذي: رُوِيَ نَحْوُ هَذَا عَنْ عائشة، وأبي أمامة، وَغَيْرِ وَاحِدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
وَفِي “الْمُسْنَدِ” عَنْ أبي أمامة، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ( «كَانَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْوِتْرِ وَهُوَ جَالِسٌ، يَقْرَأُ فِيهِمَا بِـ {إِذَا زُلْزِلَتِ} [الزلزلة: ١] وَ {قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ} [الكافرون: ١ [وَرَوَى الدَّارَقُطْنِيُّ نَحْوَهُ مِنْ حَدِيثِ أنس رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

Telah SHAHIH dari Nabi ﷺ bahwa: (Beliau shalat lagi setelah witir sebanyak dua rakaat kadang sambil duduk). Dalam kesempatan lain, Beliau pernah membaca dua rakaat itu sambil duduk dan ketika hendak ruku Beliau berdiri untuk ruku.

Disebutkan dalam SHAHIH MUSLIM dari Abu Salamah, dia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah tentang Shalat Rasulullah ﷺ, lalu dia memjawab:

“Beliau ﷺ biasanya melakukan shalat 13 rakaat. Menunaikan 8 raka’at, lalu witir, kemudian shalat 2 raka’at lagi dengan duduk, dan apabila hendak ruku beliau berdiri lalu ruku. Kemudian, Beliau nantinya shalat lagi antara azan dan iqamah shubuh.”

Di dalam Musnad disebutkan dari Ummi Salamah Radhiallahu ‘Anha, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan shalat 2 rakaat ringan dengan duduk setelah shakat witir.” (HR. Ahmad, No. 26553, Ibnu Majah No. 1195. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth)

Kata Imam At Tirmidzi: “Hadits seperti ini juga diriwayatkan oleh Aisyah, Abu Umamah, dan tidak hanya satu sahabat Nabi ﷺ.”

Dalam Musnad juga disebutkan, dari Abu Umamah: “Bahwa setelah shalat witir, Rasulullah ﷺ melakukan shalat 2 rakaat dengan duduk dan membaca surat Al Zalzalah dan Al Kafirun.” (HR. Ahmad, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 5018, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 8065. Sanadnya hasan)

Imam Ad Daruquthni meriwayatkan hadits yang sama dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu. (Selesai)

Lalu Imam Ibnul Qayyim mengutip dari para ulama:

إِنَّمَا فَعَلَ هَاتَيْنِ الرَّكْعَتَيْنِ، لِيُبَيِّنَ جَوَازَ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْوِتْرِ، وَأَنَّ فِعْلَهُ لَا يَقْطَعُ التَّنَفُّلَ، وَحَمَلُوا قَوْلَهُ: ( «اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا» ) عَلَى الِاسْتِحْبَابِ، وَصَلَاةَ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَهُ عَلَى الْجَوَازِ

Sesungguhnya dilakukannya dua rakaat ini hanyalah untuk menjelaskan BOLEHNYA SHALAT SETELAH WITIR, bahwasanya shalat witir itu tidaklah memutuskan shalat. Mereka memaknai maksuda hadits Nabi : “Jadikankah akhir shalat kalian pada malam hari adalah witir”, itu menunjukkan sunah saja, dan shalat dua rakaat setelahnya itu dibolehkan.”

(Lihat semua dalam Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibaad, 1/321-323)

📌 Keutamaan-Keutamaannya

1. Mendapatkan Kedudukan Terpuji

Allah ﷻ berfirman:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. ( QS. Al Isra: 79)

2. Shalat Paling Utama Setelah Shalat Wajib

Nabi ﷺ bersabda:

وأفضل الصلاةبعد الفريضة صلاة الليل

Shalat paling utama setelah shalat wajib adalah shalat di malam hari. (HR. Muslim No. 1163)

3. Dilakukan di waktu terbaik buat doa

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Rabb kita –Allah Tabaraka wa Ta’ala- turun ke langit dunia setiap malam sampai waktu seperti malam terakhir, dan berfirman: “Barang siapa yang berdoa kepadaKu maka Aku akan mengabukannya, barang siapa yang meminta kepadaKu maka Aku akan memberinya, dan barang siapa yang memohon ampunkepadaKu maka Aku akan mengampuninya. (HR. Al Bukhari No. 1145, 6321, Muslim No. 758)

Juga hadits lain:

قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ؟ قَالَ: «جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ المَكْتُوبَاتِ»

Ditanyakan kpd Rasulullah, doa yang manakah yang paling di dengar?
Beliau menjawab: “Doa di sepertiga malam terakhir, dan setelah shalat wajib.” (HR. At Tirmidzi No. 3499, kata Beliau: hasan. Dihasankan pula oleh Syaikh Al Albani)

4. Qiyamul Lail merupakan prilaku para shalihin

Allah ﷻ berfirman:

وَعِبادُ الرَّحْمنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذا خاطَبَهُمُ الْجاهِلُونَ قالُوا سَلاماً وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّداً وَقِياماً

Dan ‘Ibadurrahman itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (QS. Al Furqan: 63-64)

Dalam ayat lain:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu sahur (sepertiga malam akhir) sebelum fajar. (QS. Adz Dzariyat: 15-18)

Demikian. Wallahu A’lam

🌾🌿🌷☘🌸🍃🌻🌳

Farid Nu’man Hasan

scroll to top