Apakah Manhaj Salaf Itu?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz, mau menanyakan,
Tidak dikatakan bermanhaj salaf itu seperti apa ustadz? Mohon pencerahannya, Terimakasih,
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah .. (08785987xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

📌 Selama mengikuti Al Qur’an, As Sunnah, dan pemahaman sahabat, tabi’in, imam yang 4, dan orang-orang yang mengikuti mereka dgn baik. Itulah manusia yang bermanhaj salaf.

📌 Bermanhaj salaf tidak dicirikan dengan ikut pengajian tertentu, dengan radio dan saluran tv tertentu, majalah, atau ikut ustadz tertentu. Ini menyempitkan makna manhaj salaf.

📌 Siapa yang mengeluarkan izin kepada mereka yang me-lisensi orang lain sebagai salaf atau bukan?

📌 Manhaj Salaf bukanlah sebuah perusahaan, yg jika memasuki mesti melewati sederet masa penilaian dari orang-orang tertentu, jika mereka suka dan cocok dengan nafsunya maka masuklah sebagai salaf, jika mereka tidak suka maka dicoret dari salaf. Bukan begini. Ini justru manhaj baru, yang tidak dikenal dalam manhaj salaf.

📌 Yang terpenting adalah carilah Ridha Allah dalam meniti jejak Salafush Shalih, bukan Ridha dan pengakuan makhluk.

📌Jangan sedih ketika dianggap bukan salaf oleh sekelompok orang, sebab mereka sendiri tidak lebih baik dari orang yang mereka anggap bukan salaf.

📌 Ingat .., loyalitas seorang muslim adalah kepada Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman. Sebagaimana surat Al Maidah: 55.

📌Jangan sempitkan loyalitas itu menjadi kepada Allah, RasulNya, dan orang-orang sepengajian.

Wallahul Muwafiq Ila Aqwaamith Thariiq

🌴🌱🌷🌸🌾🍃🍄🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Penguasa dan Kekuasaan Adalah Alat Efektif Membasmi Kemungkaran

📌📌📌📌📌📌

‘Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu berkata:

يزع الله بالسلطان أكثر مما يزع بالقرآن

Allah menghilangkan kemungkaran melalui penguasa lebih banyak dibanding melalui Al Quran. (Hikam wa Aqwaal Ash Shahabah)

Dalam keterangan lain, ‘Utsman Radhiallahu ‘Anhu juga berkata:

إنَّ اللَّهَ لَيَزَعُ بِالسُّلْطَانِ مَا لَا يَزَعُ بِالْقُرْآنِ

Sesungguhnya, Allah akan benar-benar menghilangkan kemungkaran melalui tangan penguasa, yang tidak bisa dihilangkan oleh Al Quran. (Al Hisbah, Hal. 326)

Kita lihat, bisa jadi tanda tangan penguasa daerah untuk melarang miras melalui perda yang disahkannya, lebih efektif dibanding ribuan khutbah para khatib tentang miras, sebab belum tentu pemabuknya ikut shalat Jumat. Penguasa bisa memaksa bagi yang melanggar, sementara para khatib dibatasi oleh: fadzakkir innama anta mudzakkir lasta ‘alaihim bimushaithir – berilah peringatan, tugasmu adalah hanya memberikan peringatan, kamu tidak ada kekuasaan/memaksa mereka.

Oleh karena itu, betapa pentingnya pemimpin yang shalih dan berani, yang takut kepada Allah dan wajahnya sering terbasuh wudhu, juga membimbing, mengurus, dan menjadi contoh bagi rakyatnya. Bahkan ini salah satu kewajiban besar dalam agama, perhatikan penjelasan brilian dari salah satu ulama Islam berikut ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, beliau berkata:

يجب أن يعرف أن ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين بل لا قيام للدين ولا للدنيا إلا بها . فإن بني آدم لا تتم مصلحتهم إلا بالاجتماع لحاجة بعضهم إلى بعض ، ولا بد لهم عند الاجتماع من رأس حتى قال النبي صلى الله عليه وسلم : « إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمّروا أحدهم » . رواه أبو داود ، من حديث أبي سعيد ، وأبي هريرة
وروى الإمام أحمد في المسند عن عبد الله بن عمرو ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « لا يحل لثلاثة يكونون بفلاة من الأرض إلا أمروا عليهم أحدهم » . فأوجب صلى الله عليه وسلم تأمير الواحد في الاجتماع القليل العارض في السفر ، تنبيها بذلك على سائر أنواع الاجتماع . ولأن الله تعالى أوجب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ، ولا يتم ذلك إلا بقوة وإمارة . وكذلك سائر ما أوجبه من الجهاد والعدل وإقامة الحج والجمع والأعياد ونصر المظلوم . وإقامة الحدود لا تتم إلا بالقوة والإمارة ؛ ولهذا روي : « إن السلطان ظل الله في الأرض » ويقال ” ستون سنة من إمام جائر أصلح من ليلة واحدة بلا سلطان ” . والتجربة تبين ذلك . ولهذا كان السلف – كالفضيل بن عياض وأحمد بن حنبل وغيرهما- يقولون : لو كان لنا دعوة مجابة لدعونا بها للسلطان

“Wajib diketahui, bahwa kekuasaan kepemimpinan yang mengurus urusan manusia termasuk kewajiban agama yang paling besar, bahkan agama dan dunia tidaklah tegak kecuali dengannya.

Segala kemaslahatan manusia tidaklah sempurna kecuali dengan memadukan antara keduanya (agama dan kekuasaan), di mana satu sama lain saling menguatkan.

Dalam perkumpulan seperti inilah diwajibkan adanya kepemimpinan, sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Jika tiga orang keluar bepergian maka hendaknya salah seorang mereka menjadi pemimpinnya.” Diriwayatkan Abu Daud dari Abu Said dan Abu Hurairah.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abdullah bin Amru, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak halal bagi tiga orang yang berada di sebuah tempat di muka bumi ini melainkan mereka menunjuk seorang pemimpin di antara mereka.”

Rasulullah mewajibkan seseorang memimpin sebuah perkumpulan kecil dalam perjalanan, demikian itu menunjukkan juga berlaku atas berbagai perkumpulan lainnya. Karena Allah Ta’ala memerintahkan amar ma’ruf dan nahi munkar, dan yang demikian itu tidaklah sempurna melainkan dengan kekuatan dan kepemimpinan.

Demikian juga kewajiban Allah lainnya seperti jihad, menegakkan keadilan, haji, shalat Jumat hari raya, menolong orang tertindas, dan menegakkan hudud. Semua ini tidaklah sempurna kecuali dengan kekuatan dan imarah (kepemimpinan). Oleh karena itu diriwayatkan: “Sesungguhnya sultan/penguasa adalah naungan Allah di muka bumi.”

Juga dikatakan: “Enam puluh tahun bersama pemimpin zalim masih lebih baik dibanding semalam saja tanpa pemimpin.” Pengalaman membuktikan hal itu.

Oleh karena itu, para salaf – seperti Al Fudhail bin ‘Iyadh dan Ahmad bin Hambal serta yang lain- mengatakan: “Seandainya kami memiliki doa yang mustajab, niscaya akan kami doakan pemimpin.” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, As Siyasah Asy Syar’iyyah, Hal. 169. Mawqi’ Al Islam)

Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali Rahimahullah berkata:

فإن الدنيا مزرعة الآخرة، ولا يتم الدين إلا بالدنيا. والملك والدين توأمان؛ فالدين أصل والسلطان حارس، وما لا أصل له فمهدوم، وما لا حارس له فضائع، ولا يتم الملك والضبط إلا بالسلطان

“Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya kekuasaan pemimpin.” (Imam Al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, 1/17. Mawqi’ Al Warraq)

Maka, perkataan sebagian manusia bahwa tidak penting Anda dipimpin oleh siapa, tapi yang penting adalah bagaimana rakyatnya saja, adalah paham yang bertentangan dengan pemahaman para salafush shalih. Serta melahirkan sikap fatalis/menyerah dan apatis/tidak peduli terhadap kerusakan para penguasa.

Wallahu A’lam walillahil ‘Izzah

🌻🌴🌺☘🌷🌸🌾🍃

✏ Farid Nu’man Hasan

Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag. 8) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

Tulisan Sebelumnya: Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag.7) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

SYARAH HADITS KEDUA

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِها :

Dia berkata: Beritahukan aku tentang tanda-tandanya

Bagian ini menunjukkan bahwa walaupun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengetahui secara pasti datangnya kiamat, namun Allah Ta’ala memberikannya keutamaan dengan mengetahui tanda-tanda datangnya kiamat. Dan, ini merupakan kekhususan bagi Beliau saja, tidak pada umatnya. Oleh karena itu banyak di antara ulama Islam yang mengumpulkan hadits-hadits dan juga penjelasannya tentang tanda-tanda dan peristiwa-peristiwa yang mendahului datangnya kiamat.

Imam Bukhari dalam Shahihnya menulisnya dalam Kitab Al Fitan (Berbagai Huru Hara), Imam Muslim dalam Shahihnya menulisnya dalam Kitabul Fitan wa Asyrath As Saa’ah (Berbagai Huru Hara dan Tanda-Tanda Kiamat), dan kitab hadits dari imam lainnya. Begitu pula hadits-hadits tanda-tanda kiamat beserta pejelasannya seperti yang ditulis oleh Imam Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wan Nihayah pada sub bab Al Fitan wal Malahim, juga Syaikh Yusuf Abdullah Yusuf Al Wabil dengan kitabnya Asyratus Saa’ah. Kedua buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

قَالَ: أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا، :

beliau bersabda: Jika seorang hamba melahirkan tuannya

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud ungkapan ini. Di antara mereka ada yang memaknai bahwa saat itu kaum muslimin berhasil menguasai negeri-negeri kafir, mengalahkan kaum musyrikin, dan banyak futuhat (penaklukan) yang mereka raih. Seakan, posisi mereka yang tadinya anak dari budak wanita (Al Amah), justru anak itu menjadi tuan bagi budak tersebut. Sedangkan yang lainnya memahami bahwa saat itu kondisi manusia sudah sangat rusak sampai wanita (budak) dijual anak-anaknya sendiri sehingga keberadaan mereka ditangan pembelinya membuat ragu-ragu para pembelinya. Demikianlah tanda kiamat yang menunjukkan kebodohan mereka atas keharaman menjual ibu mereka sendiri. Ada juga yang mengatakan itu menunjukkan banyaknya kedurhakaan anak kepada orang ibunya, mereka memperlalukan ibu mereka seperti tuan terhadap budaknya, merendahkan dan memakinya. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 31)

Al Qadhi ‘Iyadh menyebutkan sebuah pendapat bahwa pada akhir zaman banyak anak-anak yang menjual ibunya sendiri (yakni ibu yang statusnya budak – al amah), sampai-sampai seorang pembeli menjadi pemilik ibunya sendiri dan dia tidak tahu, lantaran wanita ini sudah mengalami berbagai pergantian pemiliknya. (Al Qadhi ‘Iyadh, Al Ikmal, 1/158. Maktabah Al Misykah)

وَأَنْ تَرى الْحُفَاةَ العُرَاة العَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ :

dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan tak berpakaian, fakir dan penggembala domba

Kalimat ini menggambarkan seseorang yang fakir, disebutkannya penggembala domba menunjukkan posisi mereka yang paling lemah di antara penduduk gurun pasir, berbeda dengan pemilik Unta yang biasanya bukan orang-orang fakir. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah Hal. 32)

Tetapi, walau keadaan demikian, mereka tetap berlomba-lomba melakukan hal yang tidak mereka butuhkan. Oleh karena itu, dilanjutkan dalam hadits tersebut dengan ungkapan:

يَتَطَاوَلُوْنَ فِي البُنْيَانِ:

(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya

Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan:

وفي الحديث كراهة ما لا تدعو الحاجة إليه من تطويل البناء وتشييده وقد روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: “يؤجر ابن آدم في كل شيء إلا ما وضعه في هذا التراب

“Pada hadits ini dimakruhkan ajakan terhadap hal-hal yang tidak dibutuhkan, berupa memanjangkan bangunan dan meninggikannya. Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa Dia bersabda; Akan diberikan pahala bagi anak Adam dalam segala hal kecuali apa-apa yang diletakannya (dibangunkannya) pada tanah ini. (Ibid)

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, dengan lafaz:

يؤجرُ الرجل في نفقته كلّها إلا التراب أو قال: – “في البناء”

“Seseorang akan diberika pahala pada semua nafkahnya kecuali tanah.” Atau dia berkata: “pada bangunan.”
Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih. (Sunan At tirmidzi No. 2483, Syaikh Al Albani menshahihkan dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 2831)

ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثَ مَلِيَّاً :

kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam

Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin mengatakan, Maliyyan artinya muddah thawilah (waktu yang lama), ada yang mengatakan tiga hari atau lebih, ada juga yang mengatakan lebih sedikit, tetapi yang ma’ruf (telah diketahui) maknanya adalah az zaman ath thawil (waktu yang lama). (Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 58. Mawqi’ Ruh Al islam)

Artinya, ketika laki-laki itu pergi, Umar bin Al Khathab terdiam cukup lama.

ثُمَّ قَالَ :

Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya

: يَا عُمَرُ أتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟

Ya Umar tahukah engkau siapa yang bertanya ?

قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوله أَعْلَمُ :

aku berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui

قَالَ: فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ :

Beliau bersabda: Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian

رواه مسلم:

diriwayatkan oleh Imam Muslim

Bersambung …

Tulisan Berikutnya: Syarah Hadits Arbain Nawawiyah (Bag. 9) – Lanjutan Hadits Kedua: Makna Islam, Iman, dan Ihsan

🍃🌸🌻🌷🌿🌾☘🌳

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Meminta-minta, Bolehkah?

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

assalamualaikum ustadz, apakah hadits meminta minta kpd manusia itu haram statusnya shahih ustadz? bagaimana hukumnya bila kita ingin minta seteguk air minum ke teman, apakah termasuk tdk boleh?
Mohon penjelasan rincinya mengenai hukum meminta2
Syukran jazakallah khoir (08785987xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Meminta-minta jika memang mendesak, tidak apa-apa, dalam Al Qur’an sendiri ada bagian sedekah untuk para peminta:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah (2): 177)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

للسائل حق وإن جاء على فرس

Bagi orang yang meminta ada hak walau dia datang dgn menunggang kuda.

(HR. Abu Ya’la no. 6784, Syaikh Husein Salim Asas: sanadnya jayyid)

Ada pun meminta2 yang telah menjadi profesi, untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan dan mendesak, tp karena kemalasan bekerja .. maka itulah yang terlarang.

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

“Seseorang terus menerus meminta-minta kepada orang lain, sampai pada hari Kiamat dia datang dalam keadaan tidak ada segenggam daging pun di wajahnya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Dalam hadits lain:

يَا قَبِيْصَةُ، إِنَّ الْـمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ : رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ ، فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْش ٍ، –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْـمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ ، سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا

“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya tidak halal meminta-minta, kecuali bagi salah satu dari tiga orang ini:

(1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, dia boleh meminta-minta sampai lunas, kemudian berhenti

(2) seseorang yang kena musibah yang menghabiskan hartanya, dia boleh meminta-minta sampai dia dapat sumber penghidupan,

(3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan hidupnya sengsara.’ Dia boleh meminta-minta sampai dapat pegangan bagi nafkahnya.

Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah terlarang, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. (HR. Muslim, Abu Daud, dll. Shahih)

Demikian. Wallahu a’lam

🌴🌱🌷🌸🍃🌵🍄🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top