[Syarah Maratib Al ‘Amal] 6. Membangkitkan Kembali Eksistensi Kepemimpinan Umat Islam Sedunia

إعادة الكيان الدولي للأمة الإسلامية , بتحرير أوطانها وإحياء مجدها وتقريب ثقافتها وجمع كلمتها , حتى يؤدى ذلك كله إلى إعادة الخلافة المفقودة والوحدة المنشودة

Membangun kembali eksistensi internasional umat Islam, dengan membebaskan negeri-negerinya, menghidupkan kembali kejayaannya, mendekatkan budayanya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga semua itu bermuara pada penegakan kembali khilafah yang hilang dan terwujudnya persatuan yang diidamkan.

Penjelasan:

إعادة الكيان الدولي للأمة الإسلامية

(Membangun kembali eksistensi internasional umat Islam)

Maksudnya adalah mengembalikan posisi umat Islam sebagai satu entitas global yang memiliki kekuatan, pengaruh, dan martabat di mata dunia, seperti yang pernah dicapai pada masa Khilafah Islamiyah (Umayyah, Abbasiyah, Utsmaniyah). Ini menuntut adanya struktur kekuasaan politik yang mewakili umat secara kolektif, bukan sekadar negara-negara kecil yang tercerai-berai.

بتحرير أوطانها

(dengan membebaskan negeri-negerinya)

Ini mengacu pada upaya melepaskan negeri-negeri Islam dari penjajahan fisik, politik, ekonomi, dan budaya. Meski sebagian besar negeri Islam hari ini merdeka secara formal, banyak yang masih dijajah secara ekonomi dan dikendalikan secara politik oleh kekuatan asing. Maka, pembebasan sejati berarti merdeka dalam seluruh aspek kehidupan.

وإحياء مجدها

(menghidupkan kembali kejayaannya)

Maksudnya adalah mengembalikan kejayaan peradaban Islam dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, moral, budaya, militer, dan pemerintahan. Umat Islam pernah memimpin dunia dalam berbagai bidang — ini yang ingin dihidupkan kembali dengan usaha kolektif.

Walau kita meyakini masa-masa itu akan datang sebagaimana janji dalam Al Quran dan As Sunnah, tapi tetap harus ada conditioning yang perlu disiapkan.

وتقريب ثقافتها

(mendekatkan budayanya)

Budaya umat Islam saat ini tercerai-berai oleh sekat sukuisme dan nasionalisme yang sempit dan perbedaan lokal. Padahal Islam memiliki budaya universal: bahasa Arab, nilai-nilai syariah, adab, pakaian, dan lainnya. “Mendekatkan budaya” berarti menyatukan umat pada identitas budaya Islam yang sama, sehingga terbangun ukhuwah dan kesatuan. Sehingga nasionalisme Islam tidak dibatasi garis teritori tetapi dibatasi kalimat Tauhid.

وجمع كلمتها

(dan menyatukan kata-katanya)

Ini bermakna menyatukan visi, misi, dan keputusan politik umat Islam. Umat Islam sekarang sering berbeda pendapat dan saling bertentangan dalam menyikapi sebuah isu lokal, nasional, dan internasional. Yang dimaksud di sini adalah membangun kesatuan sikap dan suara umat Islam dalam skala global, yang hanya mungkin terjadi jika ada kepemimpinan bersama.

حتى يؤدى ذلك كله إلى إعادة الخلافة المفقودة

(sehingga semua itu bermuara pada penegakan kembali khilafah yang hilang)

Tujuan dari semua upaya di atas adalah menegakkan kembali supremasi kepemimpinan Islam di muka bumi— sebuah sistem pemerintahan Islam yang menyatukan umat di bawah satu pemimpin dan menerapkan syariat secara menyeluruh.

والوحدة المنشودة

(dan terwujudnya persatuan yang diidamkan)

Yang dimaksud adalah persatuan hakiki umat Islam, bukan hanya slogan atau organisasi formal. Persatuan yang diwarnai iman, ukhuwah Islamiyah, dan syariat yang mengikat. Persatuan ini menjadi harapan (المنشودة), karena telah lama hilang dan dirindukan oleh umat yang tercerai.

Kepekaan iman seseorang akan selalu merindukan persatuan seluruh umat Islam di dunia dengan satu kepemimpinan yang menaungi semuanya.

Bersambung…

✍ Farid Nu’man Hasan

Dahi Terhalang Kopiah Ketika Sujud

 PERTANYAAN:

Assalamu alaikum. Afwan ustadz, bagaimana hukumnya jk ketika sujud, dahi kita terhalang oleh kopiah kita ketika menyentuh lantainya ? Apakah memang harus langsung dahi yg menyentuh tempat sujud tanpa penghalang ? Afwan wa jazakallahu khoir (+62 813-3434-xxxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Dalam madzhab Syafi’i, pakaian yang menempel di tubuh tidak boleh (tidak sah) menghalangi anggota sujud seperti dahi, hidung, telapak tangan, dan telapak kaki, kecuali jika ada uzur. Ada pun mayoritas ulama mengatakan SAH.

Imam an Nawawi mengatakan:

فرع في مذاهب العلماء في السجود على كمه وذيله ويده وكور عمامته وغير ذلك مما هو متصل به ، قد ذكرنا أن مذهبنا : أنه لا يصح سجوده على شيء من ذلك ، وبه قال داود وأحمد في رواية

Dalam penjelasan madzhab para ulama, sujud di atas ujung pakaian pergelangan, sorban, dan lainnya yang terhubung dengan badannya, telah kami sampaikan bahwa itu TIDAK SAH sujud di atas apa pun itu, ini juga pendapat Daud dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya.

وقال مالك وأبو حنيفة والأوزاعي وإسحاق وأحمد في الرواية الأخرى : يصح ،قال صاحب التهذيب : وبه قال أكثر العلماء

Ada pun Malik, Abu Hanifah, Al Auza’i, Ishaq, dan Ahmad dalam riwayat lainnya mengatakan: SAH. Pengarang kitab At Tahdzib mengatakan: “Inilah pendapat mayoritas.”

واحتج لهم بحديث أنس رضي الله عنه قال : ( كنا نصلي مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في شدة الحر ، فإذا لم يستطع أحدنا أن يمكن جبهته من الأرض يبسط ثوبه فيسجد عليه ) رواه البخاري ومسلم…

Dalil mereka adalah Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Kami shalat bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam keadaan cuaca yang sangat panas, jika salah seorang kami tidak kuat menahan panasnya menempelkan dahi ke tanah maka kami menggelar pakaian dan sujud di atasnya. (HR. Bukhari Muslim)”….

وقال : ” العلماء مجمعون على أن المختار مباشرة الجبهة للأرض “

Ulama sepakat bahwa pendapat yang dipilih (utama) adalah dahi menempel ke tanah/lantai.

(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 3/397-400)

Demikian. Wallahu a’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Pemboikotan di Jaman Nabi

 PERTANYAAN:

Ustadz apakah pada masa Nabi/shabat/ulama terdahulu pernah ada kisah pemboikotan produk kafir?


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫

Bismillahirrahmanirrahim..

Pada masa lalu, fase Mekkah, fase minoritas dan lemah… justru kaum muslimin yang diboikot. Diblokade ekonominya selama 2 – 3 th.

Pada fase Madinah, kaum muslimin justru berhasil “merebut pasar” Yahudi Bani Qainuqa. Ini bukan sekedar boikot, tapi membuat ekonomi musuh menjadi ambruk. Itu esensinya. Mengambrukkan ekonomi musuh dalam peperangan itu strategi penting mengalahkannya. Spirit dari memboikot produk adalah seperti itu.

Maka, ada atau tidak ada di dalam sejarah nabi tentang pemboikotan produk kafir, itu bukan masalah bagi pemboikotan masa kini.

Pijakan dan dasar pemboikotan adalah:

وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن قُوَّةٖ وَمِن رِّبَاطِ ٱلۡخَيۡلِ تُرۡهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمۡ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمۡ لَا تَعۡلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعۡلَمُهُمۡۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيۡءٖ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيۡكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ

Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka *dengan kekuatan yang kamu miliki* dan dari pasukan berkuda *yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu* dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizhalimi (dirugikan).

-Surat Al-Anfal, Ayat 60

Sarana dan strategi perjuangan itu banyak, bervariasi, dan berkembang.. Tidak harus ada atau tidak ada di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebab, strategi adalah urusan dunia yang asalnya boleh bahkan bisa dianjurkan dan wajib jika tujuannya juga tujuan yang wajib. Kaidahnya:

إن الوسيلة تأخذ حكم غايتها –مقاصدها- حتى يأتي نهي من الشرع، وأن الوسائل غير منحصرة.

Sesungguhnya hukum sarana mengikuti hukum tujuan dan maksud-maksudnya, sampai adanya dalil syariat yang melarang, dan sarana itu tidaklah terbatas.

Dalam bahasa yang lain:

أن الوسائل لها أحكام المقاصد. فإذا كان القصد مطلوبا شرعا ، والغاية مأمورا بها من حيث هي ، فإنه يشرع التوصل والتوسل إليها بكل وسيلة غير ممنوعة شرعا .. فنصرة المسلم المظلوم مطلوبة شرعا

Sesungguhnya hukum dari sebuah sarana mengikuti hukum maksud dan tujuannya. Maka, jika sebuah maksud dibenarkan oleh syariat, dan tujuannya diperintahkan seperti apa pun juga, maka dibolehkan untuk mencapainya dengan sarana apa pun, hal itu tidak terlarang dalam syariat … dan membela muslim yang tertindas adalah perbuatan yang diperintahkan syariat.

Demikian. Wallahu a’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Mengeraskan Zikir Saat Mengiringi Jenazah

 PERTANYAAN:

Assalamualaikum warahmatullahi wa Barakatuh. Ustadz mohon dijelaskan tentang mengiringi jenazah dengan dzikir tauhid atau sholawat dengan suara yang keras.(+62 852-9283-xxxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Mengiringi jenazah dengan zikir tentu bagus, tapi mengeraskan suaranya maka itu makruh menurut 4 mazhab. Sebagian ulama ada yg membid’ahkannya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لا تُتبعُ الجَنازةُ بِصَوتٍ وَلَا نَارٍ

Janganlah iringi jenazah dengan suara dan api. (HR. Abu Daud)

Dalam mazhab Hanafi, Imam Ibnu Nujaim Al Hanafi mengatakan:

وينبغي لمن تبع جنازة أن يطيل الصمت، ويكره رفع الصوت بالذكر وقراءة القرآن وغيرهما في الجنازة، والكراهة فيها كراهة تحريم في فتاوى العصر وعند مجد الأئمة التركماني. وقال علاء الدين الناصري: ترك الأولى

Dan seyogianya bagi siapa yang mengikuti jenazah untuk memperbanyak diam. Dimakruhkan mengeraskan suara dengan dzikir, membaca Al-Qur’an, dan selain keduanya saat mengiringi jenazah. Kemakruhannya di sini adalah makruh tahrim menurut Fatawa al-‘Ashr dan menurut Majd al-A’immah at-Turkumani. Dan Ala’uddin an-Nashiri berkata: (hal itu) termasuk meninggalkan yang lebih utama.” (Al Bahrur Raiq, 2/207)

Dalam Mazhab Maliki, Imam Ad Dardir Al Maliki:

وكره صياح خلف الجنازة بـ”استغفروا لها” ونحوه… -ويعقب الصاوي عليه فيقول:- لأنه ليس من فعل السلف

Dan dimakruhkan berteriak di belakang jenazah dengan ucapan ‘Mohonkanlah ampun baginya’ dan semisalnya…As-Shawi memberi komentar atas hal itu, beliau berkata: ‘Karena hal itu bukan termasuk perbuatan para salaf.’” (Hasyiyah Ash Shawi, 1/568)

Dalam Mazhab Syafi’i, Imam Asy Syarbini mengatakan:

ويكره اللغط -بفتح الغين وسكونها-، وهو ارتفاع الأصوات في السير مع الجنازة؛ لما رواه البيهقي من أن الصحابة كرهوا رفع الصوت عند الجنائز وعند القتال وعند الذكر

“Dan dimakruhkan al-laghat —dengan fathah pada ghain atau sukun— yaitu meninggikan suara ketika berjalan bersama jenazah; karena Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa para sahabat memakruhkan mengeraskan suara pada saat mengiringi jenazah, pada waktu peperangan, dan pada saat berdzikir.”
(Mughni Muhtaj, 1/360)

Mazhab Hambali, Imam Ar Ruhaibani menjelaskan:

وكره رفع صوت عند رفعها ومع الجنازة، ولو بقراءة أو ذكر؛ لأنه بدعة. وسن لمتبعيها قراءة قرآن وذكر الله سرًّا

Dan dimakruhkan mengeraskan suara ketika mengangkat jenazah dan saat mengiringinya, meskipun dengan bacaan (Al-Qur’an) atau dzikir; karena hal itu adalah bid‘ah. Dan yang disunnahkan bagi para pengiring jenazah adalah membaca Al-Qur’an dan berdzikir kepada Allah secara pelan (sirr).” (Mathalib Ulin Nuha, 1/897)

Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top