Muslim yang Diam dengan Kondisi Palestina

 PERTANYAAN:

Assalammu’alaikum ust, Afwan jiddan ganggu .

Ust, apa fiqih Islamnya atau fatwa ulama perihal umat Islam yg tidak peduli atau Diam dgn kondisi saudara2 nya di GAZA yg tengah di bantai demikian??

Bahkan ada yg tetap mengkonsumsi produk-produk afiliasi ke Israel , ini gimana ya ust ??

Mohon pencerahannya

Jazakallah khaiiran ust (+62 812-9252-xxxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh

Masalah ini perlu diperinci sebagai berikut:

– Diam karena kelemahan, tidak mampu, tapi dia masih bisa berdoa untuk kemerdekaan Palestina dan kehancuran zionis. Maka, ini tidak apa-apa bahkan bagus dia sudah mau peduli. Dia pun sudah berupaya memboikot sejauh yang dia mampu. Ini tidak dikatakan diam.

– Diam karena benar-benar tidak peduli, padahal dia tahu, dia pun tetap sengaja tanpa ada keinginan memboikot semua produk yang berafiliasi kepada zionis, maka ini perilaku yang diharamkan. Sebenarnya tanpa pakai dalil pun kita sudah paham, bahwa orang teraniaya harus dibela, siapa pun korban penindasan itu. Baik korbannya muslim atau non muslim. Apalagi jika ditindas selama lebih dari 70 tahun seperti Palestina; diusir dari negerinya, dibunuh, dipenjara, dan dijarah rumah dan tanahnya. Maka, membela Palestina adalah kewajiban baik secara syar’i, akal, dan kemanusiaan. Bukan justru bekerjasama dengan pihak yang menindas dengan sengaja tanpa seleksi membeli produk mereka.

Rasulullah ﷺ bersabda:

من أذل عنده مؤمن وهو يقدر أن ينصره أذله الله عز وجل على رؤوس الخلائق يوم القيامة

“Barang siapa yang dihadapannya ada seorang mu’min direndahkan, padahal dia mampu membelanya, maka Allah akan rendahkan dia dihadapan para makhluk pada hari kiamat nanti.”

(HR. Ahmad No. 15985, Imam As Suyuthi menyatakan: hasan. Lihat Al Jaami’ Ash Shaghiir No. 8375)

– Muslim yang bukan hanya diam, tapi nyinyir kepada umat Islam yang peduli terhadap Palestina. Justru dia menjelek-jelekkannya maka ini otak zionis berkulit muslim. Hilang ukhuwah Islamiyah, hilang ghirah Islamiyah..

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Hadits Tentang Sifat Islam: Mudah

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustadz.. Mohon penjelasan hadits ini..

Dari Abu Qatadah dari seorang Badui, yang mendengar dari Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ

“Sebaik-baik perkara agama kalian adalah yang paling mudah urusannya, sungguh sebaik-baik perkara dien kalian adalah yang paling mudah urusannya.”

(HR. Ahmad: 15371. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan : hasan) (+62 812-7399-xxxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Hadits ini menerangkan salah satu sifat dasar Islam yaitu al yusr (mudah). Hal ini sebagaimana firmanNya:

يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

-Surat Al-Baqarah, Ayat 185

Juga Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا، مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْه

“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ jika dihadapkan dua perkara, dia akan memilih yang lebih mudah, selama tidak berdosa, jika ternyata mengandung dosa maka dia adalah orang yang paling jauh darinya.” (HR. Al Bukhari 3560, 6126, 6786, Muslim No. 2327)

Oleh karena itu dalam ibadah ada hukum RUKHSHAH, ada pula hukum DHARURAT, yang membuat hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam keadaan normal menjadi boleh jika keadaan sulit, sempit, tidak normal..

Yang membuat SULIT dan BERAT Islam adalah sebagian orang Islam sendiri yang mempersulit diri sendiri dan orang lain.

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Rajin Puasa Agar Cucu Sukses Dunia

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum wr wb. Afwan ustadz, mhn izin bertanya..
Bagaimana hukumnya berpuasa setiap hari untuk nirakati anak cucu agar sukses hidupnya? (+62 852-2960-xxxx)


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Islam melarang ibadah akhirat dengan tujuan dan target duniawi. Walau ibadah itu memiliki pengaruh terhadap dunia, namun fokus dan tujuan utama adalah akhirat itu sendiri seperti ridha Allah Ta’ala.

Rasulullah ﷺ bersabda:

وَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ

Siapa yang beramal amal akhirat dgn tujuan dunia, maka di akhirat dia tidak mendapat bagian apa-apa. (HR. Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 7862, katanya: sanadnya shahih. Imam Al Haitsami mengatakan: diriwayatkan oleh Ahmad dan anaknya dari berbagai jalur dan perawi dari Ahmad adalah shahih, Majma’ Az Zawaid 10/220. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Solusinya, tetap ibadah puasa karena Allah Ta’ala. Lalu doakan cucu setiap hari bahkan setiap habis shalat agar sukses dunia akhirat. Sebab, berdoa untuk kepentingan dunia dan akhirat dibolehkan tanpa ada perbedaan pendapat.

Bisa juga berdoa bertawasul dgn puasanya krn itu masuk tawasul dgn amal shaleh yg diperbolehkan yg juga disepakati kebolehannya.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Istihadhah

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ لَا إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَكِنْ دَعِي الصَّلَاةَ قَدْرَ الْأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي

Dari ‘Aisyah bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy bertanya kepada Nabi ﷺ katanya, “Aku mengeluarkan darah istihadhah (penyakit). Apakah aku tinggalkan shalat?” Beliau menjawab: “Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit seperti keringat. Tinggalkanlah shalat selama masa hari-hari haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat.” (HR. Bukhari no. 325)

Definisi Istihadhah

Syaikh Abdurrahman Al Jaziriy Rahimahullah menjelaskan:

الاستحاضة هي سيلان الدم في غير وقت الحيض والنفاس من الرحم

Istihadhah adalah mengalirnya darah di luar waktu haid dan nifas yang berasal dari rahim. (Al Fiqhu ‘alal Madzahib Al Arba’ah, 1/119)

Dalam Al Mausu’ah disebutkan:

سَيَلاَنُ الدَّمِ فِي غَيْرِ أَوْقَاتِهِ الْمُعْتَادَةِ مِنْ مَرَضٍ، وَفَسَادٍ مِنْ عِرْقٍ يُسَمَّى (الْعَاذِل)

Mengalirnya darah di luar waktu-waktu biasa (haid), baik karena sakit, atau darah rusak karena keringat yang dinamakan Al ‘Aadzil. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 18/292)

Sebagian ulama menyebut darah penyakit, sedangkan haid darah sehat. (Ibid)

Jadi, sederhananya jika seorang wanita mengeluarkan darah dari kemaluannya di luar jadwal haidnya, baik setelah atau sebelumnya, atau saat tidak nifas, maka itu darah istihadhah.

Status hukum wanita yang Istihadhah

Syaikh Abdurrahman Al Jaziriy Rahimahullah menjelaskan:

والمستحاضة من أصحاب الأعذار، فحكمها حكم من به سلس بول، أو إسهال مستمر، أو نحو ذلك من الأعذار

Wanita yang istihadhah termasuk golongan yang memiliki ‘udzur (dimaafkan), maka hukum mereka sama dengan orang yang mengalami beser, mencret terus menerus, atau udzur-udzur lain semisalnya. (Ibid, 1/120)

Beliau melanjutkan:

وحكم الاستحاضة أنها لا تمنع شيئاً من الأشياء التي يمنعها الحيض والنفاس، كقراءة القرآن، ودخول المسجد، ومس المصحف والاعتكاف. والطواف بالبيت الحرام وغير ذلك

Hukum bagi wanita istihadhah, dia tidak terhalang melakukan apa-apa yang terhalang bagi wanita haid dan nifas. Seperti membaca Al Quran, masuk ke masjid, menyentuh mushaf, i’tikaf, dan thawaf di baitul haram, dan lainnya. (Ibid)

Dalam Al Fiqhu Al Muyassarah:

وهو لا يمنع الصلاة ولا الصيام ولا الوطء؛ لأنها في حكم الطاهرات. ودليله حديث فاطمة بنت أبي حبيش: قالت: يا رسول الله إني أُسْتَحَاضُ، فلا أطهر، أفأدع الصلاة؟ فقال: (لا، إن ذلك عِرْق وليس بالحيضة، فإذا أقبلت الحيضة فدعي الصلاة، فإذا أدبرت فاغسلي عنك الدم وصلي

Darah istihadhah tidak mencegah dari shalat, puasa, dan hubungan suami istri, sebab dia dihukumi suci. Dalilnya adalah hadits Fathimah binti Hubaisy, dia berkata: “Wahai Rasulullah, Aku mengeluarkan darah istihadhah (penyakit). Apakah aku tinggalkan shalat?” Beliau menjawab: “Jangan, karena itu hanyalah darah penyakit seperti keringat. Tinggalkanlah shalat selama masa hari-hari haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat.” (Al Fiqh Al Muyassar fi dhau’il Kitab was Sunnah, Hal. 41)

Bagaimana dengan jima’ (hubungan suami istri)? Mayoritas ulama mengatakan BOLEH, sebab itu bukan haid, itu adalah suci. (QS. Al Baqarah: 222). Inilah pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Ibnul Mundzir mengatakan bahwa Ini juga pendapat dari Ibnu Abbas, Ibnul Musayyib, Al Hasan, ‘Atha, Qatadah, Sa’id bin Jubeir, Hammad bin Abi Sulaiman, Bakr bin Abdillah Al Muzani, Ats Tsauri, Al Auza’i, Ishaq, Abu Tsaur. Ibnul Mundzir mengatakan: ‘Ini juga pendapatku.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 44/20)

Sebagaian ulama mengatakan tidak boleh, seperti Hambaliyah, Ibnu Sirin, Asy Sya’bi, Al Hakam, Ibnul ‘Ulayyah dari Malikiyah. (Ibid, 44/21)

Sifat darahnya

Syaikh Muhammad bin Ibrahim At Tauwaijiriy mengatakan:

ولون هذا الدم أحمر، رقيق، غير منتن، يتجمد إذا خرج؛ لأنه دم عرق عادي

Warna darahnya merah, encer, tidak bau busuk, tapi ketika keluar akan membeku, karena ini darah yang bercampur keringat yang biasa. *(Al Mukhtashar Al Fiqh Al Islamiy, Hal. 441)*

Wudhu atau Mandi?

Wanita istihadhah dihitung hadats kecil, bukan hadats besar. Sehingga wajib baginya wudhu tiap akan shalat. Tapi, bagi yang haidnya berlanjut ke istihadhah, tetap wajib mandi, yaitu mandi karena berakhirnya haid.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

أنه لا يجب عليها الغسل لشئ من الصلاة ولا في وقت من الاوقات إلا مرة واحدة، حينما ينقطع حيضها.
وبهذا قال الجمهور من السلف والخلف. أنه يجب عليها الوضوء لكل صلاة، لقوله صلى الله عليه وسلم في رواية البخاري : (ثم توضئي لكل صلاة)

Tidak wajib mandi atasnya baik karena shalat dan tidak pula waktu waktu lain kecuali sekali saja yaitu saat selesai haidnya. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dan khalaf. Yang wajib adalah WUDHU pada tiap akan shalat, berdasarkan hadits riwayat Bukhari: “Kemudian wudhulah untuk tiap shalat.” (Fiqhus Sunnah, 1/88-89)

Para ulama telah sepakat bahwa darah istihadhah membatalkan wudhu. Oleh karena itu mestilah wudhu setiap kali akan shalat, yaitu bersihkan dulu (cebok), lalu wudhu.

Imam Ibnul Mundzir Rahimahullah mengatakan:

وأجمعوا على أن دم الاستحاضة ينقض الطهارة، وانفراد ربيعة، وقال: لا ينقض الطهارة

Para ulama ijma’ bahwa darah haid membatalkan wudhu, namun Rabi’ah punya pendapat lain sendiri, dia mengatakan: “Tidak membatalkan thaharah.” (Al Ijma’, Hal. 33)

Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top