Jihad Islam dapat dimaknai secara fleksibel sesuai konteks, baik ofensif maupun defensif. Tujuannya adalah dakwah Islam dan nilai kebaikan
Ini termasuk diskusi panjang para ulama sejak dulu
Sebagian mengatakan – seperti Imam asy Syafi’i- jihad Islam itu ofensif, menyerang, dengan arti jihad melawan orang kafir itu karena kekafiran mereka.
Ayat ‘toleransi’ seperti Lakum Diinukum waliyadin telah mansukh (dihapus) oleh beberapa ayat yg mereka istilahkan ayatus saif (ayat-ayat pedang).
Imam Al Qurthubi menjelaskan tentang surat Al Kafirun:
وكان هذا قبل الأمر بالقتال ، فنسخ بآية السيف . وقيل : السورة كلها منسوخة . وقيل : ما نسخ منها شيء لأنها خبر . ومعنى لكم دينكم أي جزاء دينكم ، ولي جزاء ديني
– Ayat ini turun sebelum adanya perintah perang, lalu dihapus oleh ayat-ayat pedang (ayat-ayat ttg jihad)
– Dikatakan bahwa seluruh surat ini telah dihapus (hukumnya)
– Dikatakan bahwa sedikit pun tidak ada yang dihapus pada surat ini, karena isinya tentang berita (khabar), yg maknanya buat kalian balasan agama kalian, buatku balasan agamaku.
(Tafsir Al Qurthubi, jilid. 20, hal. 229)
Ayat-ayat pedang yang dimaksud adalah firman Allah ﷻ yang berbunyi:
Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka, dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. (QS. At Taubah: 5)
Ayat lainnya:
Dan perangilah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan… (QS. Al Baqarah: 191)
Ayat lainnya:
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya bagi Allah semata. (QS. Al Anfal: 39)
Dan beberapa ayat lainnya.
Di zaman modern, pendapat ini diikuti oleh Syaikh Sayyid Quthb, Syaikh Abul A’la Al Maududi, Syaikh Bin Baaz, dll, semoga Allah ﷻ merahmati mereka.
Di masa klasik, mazhab Syafi’i menekankan agar penguasa muslim senantiasa melakukan futuhat (jihad Islam) setahun sekali ke berbagai negeri yang belum dibebaskan oleh penguasa Islam. Tujuannya untuk melindungi eksistensi umat Islam dan negerinya. Mirip istilah sekarang, ‘Pertahanan terbaik adalah menyerang.’
Di masa selanjutnya, dalam mazhab Syafi’i makna futuhat (pembebasan) diartikan dengan perspektif luas bukan semata serangan militer, tapi juga memgirim duta dakwah dan pemikiran.
Imam Al Khathib Asy Syarbini Asy Syafi’i menjelaskan:
َوُجُوبُ الْجِهَادِ وُجُوبُ الْوَسَائِلِ لَا الْمَقَاصِدِ ، إذَا الْمَقْصُودُ بِالْقِتَالِ إنَّمَا هُوَ الْهِدَايَةُ وَمَا سِوَاهَا مِنْ الشَّهَادَةِ ، وَأَمَّا قَتْلُ الْكُفَّارِ فَلَيْسَ بِمَقْصُودٍ حَتَّى لَوْ أَمْكَنَ الْهِدَايَةِ بِإِقَامَةِ الدَّلِيلِ بِغَيْرِ جِهَادٍ كَانَ أَوْلَى مِنْ الْجِهَادِ
Kewajiban jihad (Islam) adalah kewajiban yang bernilai sebagai ‘sarana’ bukan ‘maksud’ (al maqaashid). Jika maksud dari peperangan adalah mengantarkan hidayah dan kalimat syahadah, maka memerangi orang kafir bukanlah tujuannya. Sehingga, jika memungkin hidayah dapat disampaikan dengan menegakkan dalil tanpa jihad, maka itu lebih utama dibanding jihad. (Imam Asy Syarbini,Mughni Muhtaj, 17/226. Mawqi’ Al Islam)
Ada pun mazhab jumhur (mayoritas) – seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal- mengatakan jihad dalam Islam adalah difensif (bertahan); yaitu diawali permusuhan dan serangan orang kafir kepada umat Islam dan negerinya, bukan semata-mata mereka kafir.
Pendapat ini dipilih oleh Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, Imam Ibnu Katsir, Syaikh Hasan al Banna, Syaikh Muhammad Al Ghazali, Syaikh Yusuf Al Qaradhawi -semoga Allah ﷻ merahmati mereka.
Pendapat ini didasari oleh ayat-ayat yang menunjukkan bahwa perang melawan orang kafir itu setelah umat Islam diperangi dulu. Ketetapan ini tidak pernah dimansukh (dihapus) oleh ayat apa pun. Misalnya, firman Allah ﷻ:
Tidak ada paksaan dalam beragama .. (QS. Al Baqarah: 256)
Allah tiada melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al Muntahanah: 8)
Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu. (QS. Al Haj: 39)
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah melampaui batas Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al Baqarah: 190)
Dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka telah memerangi kamu semuanya.. (QS. At Taubah: 36)
Ayat-ayat ini secara jelas dan tegas menunjukkan peperangan dalam Islam adalah “jika diserang dulu”, bukan semata-mata kekafiran mereka.
Beberapa penjelasan ulama:
Imam Ibnu Taimiyah:
…لأن القتال هو لمن يقاتلنا إذا أردنا إظهار دين الله كما قال الله تعالى : { وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم ولا تعتدوا إن الله لا يحب المعتدين }
“…. Karena sesungguhnya peperangan adalah bagi siapa saja yang memerangi kita, jika kita menghendaki kemenangan bagi agama Allah ﷻ, sebagaimana firman Allah ﷻ : Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al Baqarah (2): 190)
(Imam Ibnu Taimiyah, As Siyaasah Asy Syar’iyyah, Hal. 159. Darul Ma’rifah)
Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah:
ومن تأمل سيرة النبي صلى الله عليه و سلم تبين له انه لم يكره أحدا على دينه قط وانه انما قاتل من قاتله وأما من هادنه فلم يقاتله ما دام مقيما على هدنته لم ينقض عهده بل أمره الله تعالى أن يفي لهم بعهدهم ما استقاموا له كما قال تعالى فما استقاموا لكم فاستقيموا لهم ولما قدم المدينة صالح اليهود وأقرهم على دينهم فلما حاربوه ونقضوا عهده وبدؤوه بالقتال قاتلهم فمن على بعضهم وأجلى بعضهم وقتل بعضهم وكذلك لما هادن قريشا عشر سنين لم يبدءهم بقتال حتى بدءوا هم بقتاله ونقضوا عهده فعند ذلك عزاهم في ديارهم وكانوا هم يغزونه
Bagi siapa yang memperhatikan sirah Nabi ﷺ, akan jelas baginya bahwa Beliau tidak pernah sekali pun memaksakan seseorang untuk masuk keagamanya (Islam). Sesungguhnya Beliau hanyalah memerangi orang yang memeranginya, ada pun yang mau berdamai dengannya Beliau tidak akan memeranginya, selama perjanjian itu berlaku dan dia tidak melanggarnya. Bahkan Allah ﷻ memerintahkan Beliau untuk menepati janji dengan mereka, sejauh mereka konsisten berlaku lurus dengan janji itu, sebagaimana firman Allah ﷻ: maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. (QS. At Taubah (9): 7)
Ketika Beliau datang ke Madinah, Beliau berdamai dengan Yahudi dan mengakui agama mereka. Namun ketika mereka memeranginya dan melanggar janjinya serta memulai menyerangnya dengan peperangan, maka Beliau pun memerangi mereka, sebagian mereka diusir, sebagian lagi diperangi. Demikian juga ketika Beliau berdamai dengan Quraisy selama sepuluh tahun, Beliau tidak pernah memulai penyerangan terhadap mereka sampai mereka dahulu yang memeranginya dan melanggar janjinya. Nah, saat itulah Beliau memerangi mereka di negeri mereka padahal dahulu mereka dulu yang memerangi Beliau. (Lihat Imam Ibnul Qayyim, Hidaayah Al Hiyari fi Ajwibah Al Yahuud wan Nashaara, Hal. 12. Al Jami’ah Al Islamiyah, Madinah Al Munawarah)
Imam Abu Fida’ Ibnu Katsir:
قال أبو جعفر الرازي، عن الربيع بن أنس، عن أبي العالية في قوله تعالى: { وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ } قال: هذه أول آية نزلت في القتال بالمدينة، فلما نزلت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقاتل من قاتله، ويكف عَمَّن كف عنه حتى نزلت سورة براءة وكذا قال عبد الرحمن بن زيد بن أسلم حتى قال: هذه منسوخة بقوله: { فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ } [التوبة: 5] وفي هذا نظر؛ لأن قوله: { الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ } إنما هو تَهْييج وإغراء بالأعداء الذين همّتْهم قتال الإسلام وأهله، أي: كمايقاتلونكم فقاتلوهم أنتم
Berkata Abu Ja’far Ar Razi, dari Ar Rabi’ bin Anas, dari Abul ‘Aliyah, tentang firmanNya: (Berperanglah di jalan Allah terhadap orang-orang yang memerangi kalian), dia berkata: ini adalah ayat pertama tentang perang yang diturunkan di Madinah, maka ketika ayat ini turun Rasulullah ﷺ memerangi orang yang memeranginya. Dia menahan diri terhadap orang yang tidak mengganggunya, sampai turunnya surat Bara’ah. Demikian juga yang dikatakan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, katanya: ayat ini mansukh (dihapus) dengan ayat: (maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kalian menemukan mereka) (QS. At Taubah (9): 5), namun pendapat ini (yang mengatakan mansukh,pen) perlu didiskusikan lagi. Karena firmanNya : (Orang-orang yang memerangi kalian), itu adalah sebagai penggerak dan pembangkit untuk melawan musuh yang telah menyusahkan mereka dengan memerangi Islam dan pemeluknya, yaitu sebagaimana mereka memerangi kalian, maka kalian perangilah mereka.
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/523. Cet. 2, 1999M-1420H. Dar Ath Thayyibah)
Di zaman sekarang, melihat kondisi dan realita umat Islam dan para pemimpinnya yang lemah dan terpecah belah, maka pendapat yang mengatakan (jihad Islam) ofensif sangat sulit dijalankan. Jangankan menyerang, bertahan pun masih sangat sulit.
Namun demikian kita harus selalu optimis semoga Allah ﷻ menangkan Islam dan kaum muslimin; kalau pun tidak dengan ekspedisi militer, masih bisa dengan dakwah dan pemikiran.
Demikian. Wallahu A’lam
Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam
Farid Nu’man Hasan