Beramal Untuk Mendapatkan Cinta Manusia

Tidak mengapa seseorang beramal dengan harapan manusia mencintai dirinya asalkan amal itu amal-amal yang tidak diharamkan. Hal ini bukan termasuk perusak keikhlasan, berdasarkan dalil-dalil yang begitu banyak.

Di antaranya:

1. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Yaitu sebarkan salam di antara kalian. (HR. Muslim No. 54)

2. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تهادوا تحابوا

Salinglah memberi hadiah niscaya kalian saling mencintai. (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 594.

3. Juga hadits:

عَنْ أَبِي الْعَبَّاس سَهْل بِنْ سَعْد السَّاعِدِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ياَ رَسُوْلَ اللهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ، فَقَالَ : ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ. [حديث حسن رواه ابن ماجة وغيره بأسانيد حسنة]

Dari Abu Abbas Sahl bin Sa’ad Assa’idi radhiallahuanhu dia berkata: Seseorang mendatangi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, maka beliau berakata:

Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku sebuah amalan yang jika aku kerjakan, Allah dan manusia akan mencintaiku.

Maka beliau bersabda: Zuhudlah terhadap dunia maka engkau akan dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia maka engkau akan dicintai manusia.

(HR. Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad hasan)

Oleh karena itu, Syaikh Ismail Muhammad Al Anshari Rahimahullah mengatakan:

أنه لا بأس بالسعي فيما تكتسب به محبة العباد مما ليس بمحرم ، بل هو مندوب إليه ، كما يدل عليه الأمر بإفشاء السلام ، وغير ذلك من جوالب المحبة التي أمر بها الشارع

Tidak apa-apa melakukan aktivitas yang dapat menghasilkan cinta dari manusia selama aktivitas tersebut bukan hal yang diharamkan, bahkan itu dianjurkan untuk dilakukan, sebagaimana hal itu ditunjukkan dalil perintah menyebarkan salam dan selainnya yang termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh Asy Syaari’ (pembuat syariat) untuk meraih perasaan cinta sesama manusia. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, hadits No. 31)

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Kebenaran Hanya Satu?

✉️❔PERTANYAAN

Assalamualaikum ust.Farid Nu’man ijin bertanya:

Saya pernah ditanya terkait bahwa kebenaran itu hanya satu,kemudian bagaimana tentang perkara ijtihad ulama yg semuanya menjadi benar.?

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Para ulama berbeda pandangan apakah ijtihad dalam suatu perkara dinilai hanya satu yg benar yang lain salah (mukhathi’ah) namun yang salah itu tidak bisa ditentukan, Ataukah semuanya benar (mushawwibah)?

Namun banyak ahli tahqiq (peneliti) mengatakan semua mujtahid benar.

Imam Ibnu Daqiq al ‘Id menjelaskan sbb:

والعلماء إنما ينكرون ما أجمع عليه أما المختلف فيه فلا إنكار فيه لأن على أحد المذهبين: أن كل مجتهد مصيب وهو المختار عند كثير من المحققين. وعلى المذهب الآخر: أن المصيب واحد والمخطئ غير متعين لنا والإثم موضوع عنه لكن على جهة النصيحة للخروج من الخلاف فهو حسن مندوب إلى فعله برفق

Para ulama hanyalah mengingkari apa-apa yang telah ijma’ (kemungkarannya), sedangkan perkara yang masih diperselisihkan tidak boleh ada pengingkaran dalam hal itu. Sebab, seseorang ada di dua madzhab yang berlaku:

1. Seluruh Mujtahid itu benar. Inilah yang dipilih oleh banyak muhaqqiq (peneliti).

2. Yang benar hanya satu yang lainnya salah, namun yang salah itu tidak tentu yang mana, dan dosa tidak berlaku (bagi yang salah).

Namun dia dinasihati agar keluar dari perselisihan. Ini adalah hal yang bagus dan diajurkan melakukannya dengan lembut.

(Imam Ibnu Daqiq al ‘Id, Syarah al Arbain an Nawawiyah, Hal.  113)

Alasan pihak yang mengatakan semua mujtahid benar adalah:

– Ketika Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma berbeda tentang membaca Al Quran dipelankan dan dikeraskan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam membenarkan kedua2nya.

– Ketika Abu Bakar memilih tidak tidur sebelum shalat witir, sementara Umar tidur dulu, Rasulullah membenarkan kedua-duanya.

– Serombongan sahabat diutus ke Bani Quraizhah, Nabi berkesan jangan shalat ashar sebelum sampai di sana. Ternyata ketika sudah masuk waktu Ashar mereka masih di perjalanan dan belum sampai. Sebagian mereka ada yg tetap shalat ashar, krn waktunya sdh masuk, sebagian lain tetap shalatnya di kampung Bani Quraizhah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun tidak mengingkari kedua2nya. Ini dlm Shahih Bukhari.

Alasan pihak yang mengatakan mujtahid ada yg benar dan salah, adalah:

– Rasulullah tegas mengatakan hakim ijtihadnya benar dapat 2 pahala, yang salah dapat 1 pahala. Sebagaimana hadits Bukhari.

– Kebenaran jika lebih dari satu, maka seolah syariat ini tidak tegas dalam melahirkan kebenaran.

– Pidato Abu Bakar dan Umar saat mereka baru terpilih jadi khalifah, mereka mengatakan Jika aku benar maka itu dari Allah, jika aku salah maka itu dari kebodohanku .. Dst.

WallahuA’lam


✍️ Farid Nu’man Hasan

Cowok Pakai Cadar Supaya Ikut Pengajian Muslimah

Bismillahirrahmanirrahim..

 Tentunya tidak terlarang seorang laki-laki yg ingin hadir dalam sebuah majelis ta’lim atau pengajian muslimah, asalkan tetap menjaga adab-adabnya, dan terpisah posisinya.

 Sebagaimana pengajian ibu-ibu BKMT di masjid-masjid biasanya juga dihadiri bapak-bapak pengurus DKM atau RT sebagai turut mengundang. Ini hal biasa.

 Tetapi jika seorang laki-laki hadir ke pengajian muslimah dengan berpura-pura menjadi muslimah, baik berjilbab atau bercadar.

 Maka, ini menjadi masalahnya, walau tujuannya baik agar bisa ikut pengajian -tujuan baiknya tentu dihargai. Namun tujuan dan niat yang baik tidak boleh dijalankan dengan cara yg salah dan tidak baik.

 Sebab, Rasulullah ﷺ melarang laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya.

ِعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma mengatakan, Nabi ﷺ melaknat laki-laki yang menyerupai wanita (waria) dan perempuan yang menyerupai laki-laki. (HR. Bukhari no. 6834)

 Di sisi lain, seharusnya muslimah yang hadir JIKA tahu ada laki-laki yang menyamar hendaknya mereka tidak diam tapi menasihatinya dan memerintahkan agar berpisah dengan barisan muslimah, atau hendaknya bergabung dgn jamaah laki-laki pada tempatnya atau waktunya yg lain. Hal ini untuk menekan potensi kejahatan yg bisa saja terjadi.

 Wal hasil, Semoga hal ini tidak terulang dan umat Islam semakin ghirah belajar agama dan tetap disiplin terhadap syariat.

Wallahu A’lam wa ‘alaihit Tuklan

✍️ Farid Nu’man Hasan

Anak Laki-Laki Memandikan Jenazah Ibunya

✉️❔PERTANYAAN

Jaya Muryadi: Assalamualaikum. Izin bertanya ustadz  :
Apakah benar ada larangan anak laki-laki memandikan jenazah ibunya, dan sebaliknya anak perempuan terlarang memandikan jenazah ayahnya dengan alasan malu, (dikiaskan seperti jenazah masih hidup, malu bila dimandikan oleh anak kandungnya (?)
Mohon penjelasannya ustadz, mohon maaf, terima kasih

✒️❕JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Kebolehan lawan jenis memandikan jenazah hanya pada suami kepada istri dan kebalikannya.  Tidak berlaku pada ayah ke anak putri atau anak putra ke ibunya, kecuali darurat atau tidak ada org lain. Tentunya yg diutamakan adalah yang paham tatacaranya dan dia amanah.

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid mengatakan:

لا يجوز للرجل أن يُغسل أمه ، ولا يجوز للأم أن تغسل ولدها ، وكذلك لا يجوز للرجل أن يُغسل ابنته ، فإن الرجل لا يُغسل المرأة ولو كانت من محارمه ، إلا الزوجة يجوز لها أن تُغسل زوجها ، وكذلك الزوج يجوز له غُسل زوجته ، وما عدا ذلك لا ، فالرجل لا يُغسله إلا الرجال ، والمرأة لا يُغسلها إلا النساء . أما الذكر الذي لم يبلغ سبع سنين فيجوز للمرأة غُسله ، وكذلك البنت إذا لم تبلغ سبع سنين يجوز للرجل غُسلها . أما إذا بلغ الولد سبع سنين والبنت كذلك ، فإن الرجال يُغسلون الولد والنساء يُغسلن البنت ، والحاصل : أنه لا يجوز للرجل تغسيل المرأة ولا المرأة تغسيل الرجل إلا الزوجين

Tidak boleh bagi laki-laki memandikan ibunya, tidak boleh pula seorang ibu memandikan anak laki-lakinya. Demikian pula tidak boleh bagi laki-laki memandikan anak perempuannya, maka laki-laki tidak boleh memandikan perempuan walau itu mahramnya, kecuali bagi seorang istri boleh memandikan suaminya, demikian pula suami boleh memandikan istrinya, selain itu tidak boleh. Jadi, laki-laki tidaklah memandikan kecuali laki-laki, dan perempuan tidaklah memandikan kecuali perempuan.Ada pun laki-laki yang belum sampai tujuh tahun maka boleh dimandikan wanita, demikian pula wanita yang belum sampai tujuh tahun boleh dimandikan laki-laki. Ada pun jika anak laki sudah mencapai tujuh tahun dan demikian pula anak perempuan maka kaum laki-laki hanya memandikan anak laki-laki, dan kaum perempuan memandikan anak perempuan. Kesimpulannya: tidak boleh bagi laki-laki memandikan perempuan, tidak boleh pula wanita memandikan perempuan, kecuali bagi suami-istri.

(Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid, Al-Islam Su’al wa Jawab no. 11448).

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah:

الأْصْل أَنَّهُ لاَ يُغَسِّل الرِّجَال إِلاَّ الرِّجَال، وَلاَ النِّسَاءَ إِلاَّ النِّسَاءُ؛ لأِنَّ نَظَرَ النَّوْعِ إِلَى النَّوْعِ نَفْسِهِ أَهْوَنُ، وَحُرْمَةُ الْمَسِّ ثَابِتَةٌ حَالَةَ الْحَيَاةِ، فَكَذَا بَعْدَ الْمَوْتِ. وَاخْتَلَفُوا فِي التَّرْتِيبِ. فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِلْغَاسِل أَنْ يَكُونَ أَقْرَبَ النَّاسِ إِلَى الْمَيِّتِ، فَإِنْ لَمْ يَعْلَمِ الْغُسْل فَأَهْل الأْمَانَةِ وَالْوَرَعِ

Pada dasarnya tidaklah mayit laki-laki dimandikan kecuali oleh laki-laki, dan wanita juga demikian, karena pertimbangannya memandikan sesama jenis itu lebih ringan, dan keharaman menyentuh itu tetap ada pada kondisi hidup dan setelah matinya. Mereka (ulama) berbeda pendapat tentang urutan (siapa yang paling berhak). Hanafiyah mengatakan yang disunnahkan adalah yang lebih dekat kekerabatannya dengan si mayit, namun jika dia tidak tahu bagaimana memandikan, maka diberikan kepada orang yang amanah dan wara’. (Al Mausu’ah, jilid. 13, hal. 56)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

وينبغي أن يكون الغاسل ثقة أمينا صالحا، لينشر ما يراه من الخير، ويستر ما يظهر له من الشر. فعند ابن ماجه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ” ليغسل موتاكم المأمونون “

Sepatutnya orang yang memandikan adalah orang yang terpercaya, amanah, dan shalih. Supaya jika ada kebaikan yang dilihatnya dia bisa sebarkan, dan dia menutup jika ada keburukan yang Nampak. Dalam hadits Ibnu Majah, bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda: “Hendaknya yang memandikan mayat kalian adalah orang-orang yang amanah.” (Fiqhus Sunnah, jilid. 1, hal. 514)

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top