Telah diketahui bahwa shaum di hari arafah memiliki keistimewaan, yaitu dihapuskan dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Puasa ini dianjurkan bagi yang sedang tidak wuquf (haji).
Namun keutamaan hari arafah bukan hanya itu, tapi juga salah satu hari terbaik untuk berdoa. Sebagaimana hadits:
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ …
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah … ” (HR. At Tirmidzi No. 3509, status: Hasan)
Ada pun doa terbanyak yang Nabi ﷺ baca:
كان أكثر دعاء النبي – صلى الله عليه وسلم – يوم عرفة: لا إله إلا الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد بيده الخير وهو على كل شيء قدير
Doa yang paling banyak Nabi ﷺ baca di hari ‘Arafah adalah:
“LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHUU LAA SYARIIKALAHU LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QADIIR (Tiada Ilah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Maha menguasai atas segala sesuatu).”
(HR. Ahmad, 2/210. Imam Nuruddin Al Haitsami berkata: “Para rijal/perawinya terpercaya.” Lihat Majma’ Az Zawaid, No. 5550)
Apakah keutamaan ini berlaku bagi yang sedang wuquf saja? Para ulama berbeda pendapat, namun yang dipilih para muhaqqiq (peneliti) adalah keutamaan tersebut berlaku secara umum baik yang sedang wuquf dan tidak.
Hal ini berdasarkan perilaku kaum salaf, ketika mereka sedang tidak haji, mereka melakukan AT TA’RIF yaitu berkumpul di masjid di hari Arafah untuk berdzikir dan berdoa, sebagaimana yang dilakukan Ibnu Abbas dan ‘Amr bin Huraits.
Imam Ibnu Qudamah menjelaskan:
قال القاضي: ولا بأس بـ “التعريف” عشية عرفة بالأمصار (أي ِ: بغير عرفة)، وقال الأثرم: سألت أبا عبد الله – أي: الإمام أحمد – عن التعريف في الأمصار يجتمعون في المساجد يوم عرفة، قال: “أرجو أن لا يكون به بأس قد فعله غير واحد”، وروى الأثرم عن الحسن قال: أول من عرف بالبصرة ابن عباس رحمه الله وقال أحمد: “أول من فعله ابن عباس وعمرو بن حُرَيث.
وقال الحسن وبكر وثابت ومحمد بن واسع: كانوا يشهدون المسجد يوم عرفة، قال أحمد: لا بأس به ؛ إنما هو دعاء وذكر لله . فقيل له: تفعله أنت ؟ قال: أما أنا فلا، وروي عن يحيى بن معين أنه حضر مع الناس عشية عرفة
Al Qadhi berkata:
“Tidak mengapa melakukan TA’RIF (yakni berkumpul untuk berzikir dan berdoa pada sore hari Arafah) di berbagai kota selain Arafah.”
Al-Atsram berkata:
Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah -yaitu Imam Ahmad bin Hambal- tentang TA’RIF di kota-kota: mereka berkumpul di masjid-masjid pada hari Arafah. Ia menjawab:
“Aku berharap tidak mengapa, karena telah dilakukan oleh banyak orang.”
Dan Al-Atsram meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, ia berkata:
Orang pertama yang melakukan taʿrīf di Bashrah adalah Ibn ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma.
Dan Imam Ahmad juga berkata:
“Orang pertama yang melakukannya adalah Ibn ‘Abbas dan ‘Amr bin Huraits.”
Al-Hasan (al-Bashri), Bakar (bin ‘Abdullah al-Muzani), Tsabit (al-Bunani), dan Muhammad bin Wasi‘ berkata:
“Mereka hadir di masjid pada hari Arafah.”
Imam Ahmad berkata:
“Tidak mengapa (dengan hal itu); karena itu hanyalah doa dan zikir kepada Allah.”
Lalu ada yang bertanya kepadanya:
“Apakah Anda sendiri melakukannya?” Beliau menjawab: “Adapun aku sendiri, maka tidak.” Diriwayatkan bahwa Yahya bin Ma‘in pernah menghadiri (berkumpul bersama orang-orang) pada sore hari Arafah. (Al Mughni, jilid. 2, hal. 129)
Semua ini menunjukkan bahwa sebagian salaf menganggap keutamaan hari Arafah untuk berzikir dan berdoa bukan hanya khusus bagi yang sedang wuquf tapi juga bagi yang sedang di tempatnya. Silahkan berkumpul di masjid sebagaimana yang dilakukan kaum salaf untuk berzikir, berdoa, dan amal shaleh lainnya.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:
وهذا يدل على أنهم رأوا أن فضل يوم عرفة ليس خاصاً بالحجاج فقط، وإن كان الاجتماع للذكر والدعاء في المساجد يوم عرفة، لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم، ولذلك كان الإمام أحمد لا يفعله، وكان يرخص فيه ولا ينهى عنه لوروده عن بعض الصحابة، كابن عباس وعمرو بن حريث رضي الله عنهم
Hal ini menunjukkan bahwa mereka (para ulama dan salaf) memandang bahwa keutamaan Hari Arafah tidak khusus bagi para jemaah haji saja.
Meskipun berkumpul untuk berzikir dan berdoa di masjid-masjid pada Hari Arafah tidak pernah diriwayatkan dari Nabi ﷺ, karena itu pula Imam Ahmad tidak melakukannya sendiri.
Namun, beliau membolehkan dan tidak melarangnya, karena amalan itu telah diriwayatkan dari sebagian sahabat, seperti Ibnu ‘Abbas dan ‘Amr bin Huraits radhiayallahu ‘anhuma.” (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 70282)
Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwamith Thariq
Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam
✍ Farid Nu’man Hasan




