Ziarah Kubur di Hari Raya

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Ziarah kubur di hari raya, baik ‘Idul Fitri atau ‘Idul Adha atau di waktu-waktu lainnya, tentu dibolehkan dan itu bagian dari keumuman hadits anjuran ziarah kubur. Para fuqaha pun tidak mempermasalahkan hal itu dari zaman ke zaman.

Ada pun yg terjadi di berbagai negeri muslim baik asia tenggara, afrika, sebagian timur tengah, di antara mereka ziarah kubur di hari raya atau setelahnya, itu adalah pilihan waktu yang lapang didasari kebiasaan semata, bukan bagian dari sunnah dan tidak ada keutamaan khusus dibanding hari-hari lainnya. Ziarahnya sendiri Sunnah, ada pun pilihan harinya itu mubah. Karena biasanya manusia memiliki waktu lebih lapang saat liburan hari raya.

Dalam berbagai rujukan kitab-kitab mu’tabarah para ulama dan huffazh, berziarah kubur di saat hari raya juga disebutkan. Sebagian ulama mengatakan, di antara alasan kenapa Rasulullah ﷺ menempuh jalan yang berbeda antara pergi dan pulang dari shalat ‘id adalah untuk ziarah kubur kerabatnya.

Misalnya, Al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani mengatakan bahwa salah satu makna atau kemungkinan kenapa Rasulullah ﷺ pulang shalat ‘id menempuh jalan yang berbeda adalah:

وقيل: ليزور أقاربه الأحياء والأموات

Dikatakan, untuk mengunjungi kerabatnya yang masih hidup dan sudah wafat (maksudnya ke kubur). (Fathul Bari, 2/473)

Imam Ad Damiri juga menjelaskan:

وقيل: ليزور قبور أقاربه فيهما

Dikatakan, dalam rangka menziarahi kubur kerabatnya di dua hari raya tersebut. (An Najm Al Wahj Syarh al Minhaj, 2/547)

Sementara Al Hafizh Al Barmawi, menjelaskan beberapa kemungkinan kenapa Rasulullah ﷺ memilih jalan lain saat pulang shalat ‘id:

… أو يدعو لأهل قُبورهما، أو يتصدَّق على فقرائهما

Atau untuk mendoakan ahli kubur atau bersedekah kepada fuqara (Al Luma’ Ash Shabih, 4/385)

Imam Badruddin Al ‘Aini juga mengatakan:

ليزور أَقَاربه الْأَحْيَاء والأموات

Untuk mengunjungi kerabatnya yang masih hidup dan sudah wafat. (‘Umdah Al Qari, 6/306)

Semua keterangan ini memiliki dasar yaitu hadits shahih, dari Bara bin ‘Azib, Beliau menceritakan:

خرج النبي صلى الله عليه وآله وسلم يوم أضحى إلى البقيع، فصلى ركعتين، ثم أقبل علينا بوجهه ….

Pada hari ‘Idul Adha Rasulullah ﷺ keluar menuju Baqi’ (kuburan di Madinah), lalu Beliau shalat dua rakaat dan menghadapkan wajahnya kepada kami …. (HR. Bukhari no. 976)

Hal serupa juga diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam kitab Al Marasil , dari Asy Sya’bi -secara mursal- bahwa Rasulullah ﷺ berziarah ke Baqi’ pada Idul Fitri dan Idul Adha. Riwayat ini juga disebutkan oleh Al Mizzi dalam Tuhfatul Asyraf, juga Abdul Haq Al Isybili dalam Al Ahkam Al Wasathi.

Syaikh Syauqi ‘Alam Hafizhahullah, mufti Mesir saat ini, mengatakan:

زيارة المقابر مندوب إليها في جميع الأوقات؛ لأن الأمر بها جاء مطلقًا، فشمل ذلك جميع الأوقات، وتزيد أفضلية زيارتها في الأيام المباركة التي يُلتمس فيها مزيد العطاء من الله تعالى، ومنها أيام العيدين؛ لما في ذلك من استشعار معاني الصلة والبر، والدعاء بالرحمة والمغفرة لمن توفي من الأهل والأقارب

Ziarah kubur dianjurkan di seluruh waktu karena perintahnya datang secara umum (mutlak), maka itu mencakup semua waktu, keutamaannya bertambah jika ziarahnya di waktu-waktu yang diberkahi yang didalamnya diperoleh tambahan limpahan dari Allah Ta’ala, di antara waktu tersebut adalah di dua hari raya. Sebab, di dalamnya terdapat kaitan berbagai makna silaturahim dan kebaikan, mendoakan rahmat dan ampunan bagi keluarga dan kerabat yang telah wafat. (masrawy.com, Selasa 9 April 2024)

Namun demikian, harus tetap memperhatikan adab dan ziarah kubur sesuai tuntunan syariat. Serta tidak dicampur dengan akhlak buruk atau kemaksiatan.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Khutbah Id Adalah Sunnah, Bukan Rukun

Ada seorang jamaah mengirimkan video ceramah tiktok seorang “Ustadzah” yang mengatakan Khutbah ‘Id adalah rukun dan wajib, jika tidak, maka shalat ‘Id tidak sah.

Ini kekeliruan fatal. Semoga Allah Ta’ala luruskan jalannya.

Mendengarkan khutbah ‘Id bukanlah kewajiban apalagi rukun. Ini tidak ada khilafiyah para ulama sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Qudamah.

Berbeda dengan khutbah Jumat yang memang kewajiban dalam paket aktivitas shalat Jumat. Kami berbaik sangka mungkin Ustadzah tersebut terkecoh menganggap aturan dalam shalat ‘Id sama dengan khutbah Jumat.

Dari Abdullah bin As Saa’ib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

“Saya menghadiri shalat ‘Id bersama Rasulullah ﷺ, ketika shalat sudah selesai, beliau bersabda:

“Kami akan berkhutbah, jadi siapa saja yang mau duduk mendengarkan khutbah maka duduklah, dan yang ingin pergi, pergilah!”

(HR. Abu Daud No. 1155, Shahih. Lihat Shahihul Jami’ No. 2289)

Hadits ini menunjukkan dengan tegas bahwa mendengarkan khutbah bukan kewajiban, tetapi sunah. Namun, muslim yang baik, yang mengakui cinta Rasulullah ﷺ tidak elok dia meninggalkan sunah nabi pada saat dia mampu menjalankannya.

Syaikh Sayyid Sabiq menerangkan:

الخطبة بعد صلاة العيد سنة والاستماع إليها كذلك

Khutbah setelah shalat ‘Id adalah sunah, mendengarkannya juga begitu. (Fiqhus Sunnah, 1/321)

Kesunnahan khutbah shalat id adalah berdasarkan kesepakatan empat madzhab.

1. Hanafiyah (al Bahr ar Raiq, 2/174-175. Hasyiyah Ibnu ‘Abidin, 2/175)

2. Malikiyah (Hasyiyah ad Dasuqi, 1/400)

3. Syafi’iyah (al Majmu’, 5/21-22, Mughni Muhtaj, 1/311)

4. Hanabilah (Kasysyaf al Qinaa’, 2/56. al Inshaf, 2/302)

Walau ini sunnah tidak berarti kita meremehkan, tapi juga tidak dibenarkan mengubahnya dan menganggapnya sebagai rukun, sebab itu bertabrakan dengan sunah Nabi ﷺ dan kesepakatan para fuqaha Islam.

Demikian. Wallahul Musta’an wa ‘Alaihit Tuklan

✍ Farid Nu’man Hasan

Seorang yang Shalat Meletakkan Sendal Di Depannya, Benarkah Terlarang?

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

✉️❔PERTANYAAN:

Assalamu ‘alaikum .. Ust, Beberapa hari ini sy membaca broadcast di grup WA tentang larangan bagi orang yg shalat meletakkan Sendalnya di depannya.. Apakah sampai segitunya? Jazakallah..

✒️❕JAWABAN

◼◽◼◽◼◽◼◽◼◽

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Adab bagi seseorang yang shalat saat meletakkan sendal ketika shalat adalah di antara kakinya, atau sebelah kiri (jika tidak ada orang), atau belakang. Namun tidak terlarang meletakkan di depan pemiliknya yang sedang shalat jika memang harus demikian selama tidak menggangu orang lain.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Daud berikut ini:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلَا يَضَعْ نَعْلَيْهِ عَنْ يَمِينِهِ وَلَا عَنْ يَسَارِهِ فَتَكُونَ عَنْ يَمِينِ غَيْرِهِ إِلَّا أَنْ لَا يَكُونَ عَنْ يَسَارِهِ أَحَدٌ وَلْيَضَعْهُمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ

“Apabila salah seorang di antara kalian melaksanakan salat, janganlah dia meletakkan sandalnya di sisi kanan atau kirinya sehingga menjadi di sisi kanan orang lain, kecuali di sisi kirinya tidak ada orang lain, dan hendaklah dia meletakkannya di antara kedua kakinya.” (HR. Abu Daud no. 654, hasan shahih)

Ini menunjukkan anjuran, bukan larangan bermakna haram. Oleh karena itu Syaikh Abdullah Al Faqih menjelaskan:

وعليه، فمكان وضع النعلين هو ما بين الرجلين أو عند اليسار إذا لم يكن المصلي عن يساره أحد أو خلف المصلي

Berdasarkan hadits ini, maka tempat meletakkan sendal adalah di antara dua kali, atau di sebelah kiri jika tidak ada orang di samping kiri, atau di belakangnya

فإن تعذر هذا، فلا مانع من وضعهما أمام المصلي أثناء الصلاة إذا لم تكن هناك أذية لغيره

Jika hal itu sulit, maka TIDAK TERLARANG meletakkan di depan orang shalat ketika shalat selama tidak menggangu orang lain. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 45240)

Dalam fatwa lainnya:

فلا مانع من وضع الحذاء أمام المصلي إذا لم يكن في ذلك أذىً لغيره، ولكن السنة أن يصلي المرء في حذاءيه إذا كانا طاهرين، وقد فعل ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم وأمر به

Tidak ada larangan meletakkan sepatu di depan orang shalat selama hal itu tidak menggangu orang lain. Tetapi yg sunnah adalah hendaknya seseorang shalat memakai sepatunya jika suci sebab Rasulullah ﷺ melakukannya dan memerintahkannya. (Ibid, no. 34249)

Zaman ini krn semua masjid memakai ubin, atau karpet, tentu tidak memungkinkan memakai sepatu.

Jadi, adabnya adalah meletakkan sendal di antara kedua kaki, atau sampingnya atau belakangnya (jika tidak ada orang). Namun tidak ada larangan meletakkan di depan jika tidak mengganggu orang lain.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Tradisi Maaf-Maafan Idul Fitri Bukan Bid’ah

Meminta maaf dan memberikan maaf adalah perkara mutlak yang tidak terikat oleh waktu, kapan saja kita bisa melakukannya

Meminta maaf bukan berarti dan tidak mesti sebelumnya kita punya salah, tapi bisa juga sebagai kesantunan dalam komunikasi sosial.

Jika ada yg berkata, “Maaf Pak, tahu alamat ini?” Tidak mungkin dijawab, “Maaf? Lu salah apa ama gue?”

Ini hanyalah tradisi manusia, khususnya umat Islam di Indonesia, jika tradisi ini sejalan dengan prinsip Islam, tidak ada hal yang bertentangan, maka Islam menguatkannya, Bukan menghilangkannya.

Itulah mengapa para ulama Hanafi dan Syafi’i mengatakan:

الثابت بالعرف كالثابت بالنص

Ketetapan hukum karena tradisi itu seperti ketetapan hukum dengan Nash/dalil. (Syaikh Muhammad ‘Amim Al Mujadidiy At Turkiy, Qawa’id Al Fiqhiyah, no. 101)

Maka, sungguh mengherankan atas pihak yang membid’ahkan kebiasaan maaf-maafan di hari raya. Mungkin mereka menyangka dan menyamakannya dengan ibadah ritual, padahal itu bukan ritual ibadah. Itu adat manusia yg hukum asalnya mubah.

Syaikh Utsaimin pernah membahas tentang tradisi salam-salaman setelah shalat ‘Id:

هذه الأشياء لا بأس بها ؛ لأن الناس لا يتخذونها على سبيل التعبد والتقرب إلى الله عز وجل ، وإنما يتخذونها على سبيل العادة ، والإكرام والاحترام ، ومادامت عادة لم يرد الشرع بالنهي عنها فإن الأصل فيها الإباحة

Semua ini tidak apa-apa, karena manusia tidak menjadikannya sebagai ibadah ritual dan sarana taqarrub ilallah, mereka hanyalah menjadikan itu sebagai kebiasaan saja, pemuliaan dan penghormatan. Maka, selama sebuah kebiasaan tidak ada larangan dalam syariat maka itu diperbolehkan.

(Majmu’ Fatawa Ibni ‘Utsaimin, 16/208-210)

Wallahu Waliyut Taufiq

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top