Perusak-Perusak Puasa

Maksud dari “perusak” di sini bukanlah pembatal, tapi perkara yang dapat merontokkan pahala dan kualitas puasa seseorang. Sebagaimana tertera dalam hadits:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

Berapa banyak orang berpuasa yang tidak dapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar saja, dan berapa banyak orang yang shalat malam yang tidak dapat dari shalat malamnya kecuali begadangnya saja. (HR. Ahmad no. 9685. Syaikh Syu’aib Al Arnauth: hadits hasan. Tahqiq Musnad Ahmad, 15/428)

Di antaranya adalah:

1️⃣Berpuasa Tanpa Dibekali Ilmu

Dalam Shahih Al Bukhari, Imam Bukhari menulis Bab berbunyi:

العِلم قبْلَ القوْلِ والعملِ

Ilmu Sebelum Perkataan dan Perbuatan

Ini menunjukkan ucapan dan perbuatan hendaknya memiliki pijakan yaitu ilmu. Termasuk Shaum bagi seseorang juga mesti didasari ilmu. Sebab amal tanpa ilmu potensi merusaknya lebih besar.

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:

قَالَ بن الْمُنِيرِ أَرَادَ بِهِ أَنَّ الْعِلْمَ شَرْطٌ فِي صِحَّةِ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ فَلَا يُعْتَبَرَانِ إِلَّا بِهِ فَهُوَ مُتَقَدِّمٌ عَلَيْهِمَا لِأَنَّهُ مُصَحِّحٌ لِلنِّيَّةِ الْمُصَحِّحَةِ لِلْعَمَلِ فَنَبَّهَ الْمُصَنِّفٌ عَلَى ذَلِكَ

Berkata Ibnul Munir: “Maksudnya adalah Ilmu merupakan syarat sahnya perkataan dan perbuatan. Kedua hal itu tidaklah dianggap kecuali dengan ilmu, maka ilmu menjadi hal yang didahulukan di atas keduanya, karena ilmu yang meluruskan niat dan meluruskan amal. Maka, Mushannif (Imam Bukhari) memperingatkan hal itu.” (Fathul Bari, 1/160)

Ilmu dasar yang diperlukan bagi orang yang berpuasa minimal adalah pengetahuan tentang syarat, rukun, pembatal, dan sunah-sunah puasa.

2️⃣ Hilangkan Keikhlasan

Hal ini bisa karena tujuan duniawi, atau pamer (riya’).

Rasulullah ﷺ bersabda:

وَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ

Siapa yang beramal amal akhirat dgn tujuan dunia, maka di akhirat dia tidak mendapat bagian apa-apa. (HR. Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 7862, katanya: sanadnya shahih. Imam Al Haitsami mengatakan: diriwayatkan oleh Ahmad dan anaknya dari berbagai jalur dan perawi dari Ahmad adalah shahih, Majma’ Az Zawaid 10/220. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah berkata:

الإشراك في العبادة وهو الرياء: وهو أن يفعل العبد شيئا من العبادات التي أمر اللّه بفعلها له لغيره

Syirik dalam ibadah adalah riya’, yaitu seorang hamba yang melaksanakan peribadatan yang Allah ﷻ perintahkan kepadanya tapi dia tujukan untuk selainNya. (At Tafsir Al Munir, 5/72)

3️⃣ Bermaksiat

Maksiat jelas termasuk perusak nilai dan pahala puasa. Di sisi lain berdosa karena maksiatnya. Baik maksiat karena mulut (bohong, ghibah), pendengaran (nguping ghibah), penglihatan (memandang objek yang diharamkan), dsb.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan laghwu (melalaikan) dan rofats (maksiat). Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’.” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1996. Syaikh Muhamamd Mushthafa Al-A’zhami mengatakan; shahih).

Imam Ibnu Muflih, mengutip dari Imam Ibnu Taimiyah:

المعاصي في الأيام المعظمة والأمكنة المعظمة تغلظ معصيتها وعقابها بقدر فضيلة الزمان والمكان

Maksiat yang dilakukan di HARI-HARI atau tempat yang mulia, dosa dan hukumnya dilipatkan, sesuai tingkatan kemuliaan waktu dan tempat tersebut. (Al Adab As Syar’iyah, 3/430)

Dari Abu Hurairah secara marfu’:

فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَاتُ

Jagalah diri kalian di bulan Ramadhan, karena nilai kebaikan dilipatkan, demikian juga keburukan. (Ibid, Ibnu Muflih: dha’if)

Maka STOP!! Dusta, ghibah, rafats, laghwu (lalai), bermusuhan, tidak shalat, tidak menutup aurat, mencela sesama muslim, tidak menundukkan pandangan, dan zina.

4️⃣ Meninggalkan Sunah-Sunah Puasa

Sering tidak sahur, sahur terlalu dini, tidak menyegarakan saat berbuka, tidak memanfaatkan waktu untuk berdzikir dan berdoa, bakhil sedekah, tidak tarawih, dan tidak i’tikaf. Semua ini memang bukanlah perbuatan dosa, namun sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja mengingat keutamaannya yang sangat besar di bulan Ramadhan.

5️⃣Berlebihan Dalam Perkara Yang Mubah

Seperti berlebihan saat berbuka, berlebihan tidur, berlebihan dalam persiapan “fisik” hari raya: baju lebaran, makanan, dll, sehingga melupakan ibadah Ramadhan itu sendiri.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Janganlah berlebihan, sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS. Al An’am: 141)

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top