Seringkali manusia mengurungkan amal shalihnya bukan karena tidak mau dan tidak mampu, tapi karena nyinyiran orang lain yang menuduhnya riya’. Saat dia membagi kebahagiaan (misalnya umrah, berkunjung ke panti asuhan, dsb) dengan mengupload foto kegiatannya di medsos, tahu-tahunya ada yang komentar: “Riya’ nih, hati-hati amalnya terhapus”
Alangkah baiknya kita menjaga lisan dan berbaik sangka terhadap orang tersebut. Mungkin dia sedang tahaduts bin ni’mah, atau meramaikan medsos dengan syiar Islam, atau tujuan baik lainnya yang kita tidak tahu. Apakah kita rela medsos diisi dengan konten kejahatan dan keburukan, lantaran orang menjadi takut jika menampilkan konten kebaikan akan dituduh riya’?
Mudah menuduh riya’ jelas tidak dibenarkan. Bahkan di masa Rasulullah ﷺ, itu merupakan salah satu kebiasaan orang munafiq untuk menggembosi amal shalih para sahabat nabi.
Dari Abu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia bercerita:
“Sesudah Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk bersedekah, maka Abu Uqail bersedekah dengan satu sha’, dan datang seseorang dengan membawa lebih banyak dari itu, lalu orang-orang munafik berkata:
“Allah ‘Azza wa Jalla tidak membutuhkan sedekah orang ini, orang ini tidak melakukannya kecuali dengan riya.
Lalu turunlah ayat:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ
“Orang-orang munafik itu yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekadar kesanggupannya.” (QS. At Taubah : 79).
(Kisah ini tertera dalam _Shahih Al Bukhari_ no hadits. 4668, versi penomoran Fathul Bari)
Sungguh, menyembunyikan amal shalih adalah jalan terbaik. Tapi, menampakkannya juga sangat baik bahkan bisa saja mendatangkan kebaikan yang banyak sebagai contoh yang baik (sunnah hasanah) bagi yang melihatnya.
Faktanya, Allah Ta’ala memuji mereka yang beramal baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan menampakkannya. Keduanya sama-sama baik. Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al Baqarah 274)
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah menerangkan:
هذا مدح منه تعالى للمنفقين في سبيله، وابتغاء مرضاته في جميع الأوقات من ليل أو نهار، والأحوال من سر وجهار، حتى إن النفقة على الأهل تدخل في ذلك أيضا
Ini adalah sanjungan dari Allah Ta’ala bagi orang-orang yang infak dijalanNya, dan orang yang mencari ridhaNya disemua waktu, baik malam dan siang, dan berbagai keadaan baik tersembunyi atau terang-terangan, sampai – sampai nafkah kepada keluarga juga termasuk dalam kategori ini. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/707)
Wallahu A’lam wa ‘alaihit Tuklan
Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam
✍️ Farid Nu’man Hasan