Daftar Isi
1. Apakah Umrah Itu Wajib?
Para ulama berbeda pendapat, mayoritas mengatakan wajib dan sebagian lain mengatakan sunnah Muakkadah.
Menurut Malikiyah, dan Mayoritas Hanafiyah, Umrah adalah Sunnah Muakkadah, dan dilakukan paling tidak sekali seumur hidup.
Sebagian Hanafiyah, lalu Syafi’iyah, Hanabilah mengatakan wajib dan paling tidak sekali seumur hidup. Imam Ahmad mengatakan tidak wajib bagi penduduk Mekkah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 30/314)
2. Apa saja syarat Umrah?
Menurut pihak yg mewajibkan, syarat umrah sama dengan syarat haji, yaitu:
– Islam
– aqil (berakal)
– baligh
– merdeka (bukan budak)
– mampu.
Mampu di sini adalah memiliki perbekalan (sejak awal sampai kepulangan, baik makan dan tempat tinggal di tanah suci) dan mampu melakukan perjalanan atau naik kendaraan (pulang-pergi).
Hal di atas berlaku bagi muslim dan muslimah. Ada pun yang menjadi syarat khusus bagi muslimah adalah:
– Ditemani oleh suami atau mahram
– Tidak dalam keadaan masa ‘iddah
Ada pun para ulama Syafi’iyah mengatakan sah dan bolehnya ditemani para wanita terpercaya sebagai ganti dari mahram atau suami. (Lihat semua dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 30/323)
3. Apakah Muslimah boleh Umrah tanpa mahram atau suami?
Hal ini diperselisihkan ulama, sebagian melarangnya, namun mayoritas ulama mengatakan boleh jika perjalanan diyakini aman dan izin dari suami atau walinya. Ada pun hadits yang menyebutkan larangan wanita bepergian tanpa mahram, oleh mereka dimaknai jika itu perjalanan diduga tidak aman atau melewati daerah yang rawan.
Imam Ibnu Muflih Rahimahullah mengatakan:
ونقله الكرابيسي عن الشافعي في حجة التطوع, وقاله بعض أصحابه فيه وفي كل سفر غير واجب, كزيارة وتجارة
Al Karabisi menukil bahwa Imam Asy Syafi’i membolehkan pula (wanita pergi tanpa mahram) dalam haji tathawwu’ (sunah).
Sebagian sahabatnya berkata bahwa hal ini juga dibolehkan dilakukan dalam haji tathawwu’ dan SEMUA JENIS PERJALANAN TIDAK WAJIB seperti ziarah dan berdagang. (Imam Ibnu Muflih, Al Furu’, 5/245)
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:
وفي قول نقله الكرابيسي وصححه في المهذب تسافر وحدها إذا كان الطريق امنا وهذا كله في الواجب من حج أو عمرة وأغرب القفال فطرده في الأسفار كلها
Dalam kutipan Al Karabisi disebutkan –dan dishahihkan dalam Al Muhadzdzab- bahwa perjalanan sendirian seorang wanita bisa dilakukan selama jalan yang akan ditempuhnya dalam kondisi aman.
Jika perjalanan ini diterapkan dalam perjalanan wajib seperti haji atau umrah, maka sudah sewajarnya jika hal itu pun diterapkan pada SEMUA JENIS PERJALANAN. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/76)
Namun demikian, jika ingin lebih aman dari kontroversi secara fiqih, maka usahakan bersama mahram (anak, orangtua, atau saudara kandung) atau suami.
4. Bolehkah Badal Umrah?
Badal Umrah artinya menggantikan umrah, yaitu mengumrahkan orang yg belum Umrah yang mana orang tersebut sudah wafat atau sakit berat atau sangat sepuh sehingga sudah tidak mampu melakukan perjalanan.
Dalil Badal Umrah:
Dari Abu Razin Al ‘Uqaili, dia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bertanya:
يا رسول الله إن أبي شيخ كبير لا يستطيع الحج و لا العمرة و لا الظعن : قال ( حج عن أبيك واعتمر )
Wahai Rasulullah, ayahku sudah sangat tua, tidak mampu haji, umrah, dan perjalanan. Beliau bersabda:
“Haji dan umrahlah untuk ayahmu.” (HR. Ibnu Majah No. 2906, At Tirmidzi No. 930, Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih)
Syarat Membadal Umrah
Pertama. Yang dibadalkan sudah wafat atau sudah tidak mampu secara fisik untuk Umrah
Para ulama mazhab Syafi’i menjelaskan:
تَجُوزُ النِّيَابَةُ فِي أَدَاءِ الْعُمْرَةِ عَنْ الْغَيْرِ إذَا كَانَ مَيِّتًا أَوْ عَاجِزًا عَنْ أَدَائِهَا بِنَفْسِهِ
Boleh adanya perwakilan dalam menunaikan umrah untuk orang lain, jika dia sudah wafat atau dia tidak mampu sendiri karena lemah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 30/328)
Kedua. Yang membadalkan sudah pernah umrah untuk dirinya
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
شرط الحج عن الغير يشترط فيمن يحج عن غيره، أن يكون قد سبق له الحج عن نفسه
“Disyaratkan bagi orang yang menghajikan orang lain, bahwa dia harus sudah haji untuk dirinya dulu.” (Fiqhus Sunnah, 1/638)
– Niat di hati untuk Badal dan disunnahkan dilafazkan: Labbaika Allahumma ‘an Fulan (nama yg dibadalkan) Wa ahromtu bihi Lillahi Ta’ala
Lalu lanjutkan lakukan rangkaian Umrah seperti biasa sampai tahallul.
5. Berkali-kali Umrah dalam sekali safar, bolehkah?
Para ulama berbeda pendapat.
Pertama. Pihak yang melarang, seperti Imam Ibnul Qayyim, menurutnya tidak pernah ada pada umrah-umrah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam satu pun umrahnya yang dia lakukan keluar dari Mekkah sebagaimana yang dilakukan orang-orang sekarang. Sesungguhnya semua umrah yang nabi lakukan adalah saat memasuki Mekkah… (Zaadul Ma’ad, 2/89-90)
Ini juga pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin, Beliau lebih keras mengatakan bid’ah dengan alasan Ini tidak pernah digiatkan oleh Rasulullah Shalallahu’Alaihi wa Sallam dan tidak pula para sahabat.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memasuki kota Mekkah saat hari penaklukan di akhir Ramadhan. Selama 19 hari di sana, Beliau tidak pernah keluar Mekkah menuju Tan’im, untuk berihram umrah. Demikian juga para sahabat. Maka, mengulang umrah dalam sekali perjalanan adalah bid’ah. (Liqa Bab Al Maftuh no. 28/121)
Kedua. Pihak yang membolehkan, bahkan menyunnahkan seperti para ulama mazhab Syafi’i.
Dalilnya adalah hadits:
العمرة إلى العمرة كفارة لما بينها
Umrah yang satu ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Hadits lainnya:
تابعوا بين الحج والعمرة، فإنهما ينفيان الفقر والذنوب، كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة
Susul-lah antara haji kalian dengan umrah, sebab itu bisa menghilangkan kemiskinan, sebagaimana menghilangkan karat dari besi, emas, dan perak. (HR. At Tirmidzi, An Nasa’i, Ahmad, Abu Ya’la)
Imam An Nawawi Rahimahullah berkata ttg hadits itu:
ولا يُكره عمرتان وثلاث وأكثر في السنة الواحدة، ولا في اليوم الواحد، بل يستحب الإكثار منها بلا خلاف عندنا
Tidak makruh dua kali umrah, tiga, dan lebih dalam satu tahun, bahkan dalam satu hari. Justru itu Sunnah untuk memperbanyaknya. Ini tidak ada perselihan bagi kami. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 7/147)
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata tentang hadits di atas:
دليل على تكرار العمرة، وأنه لا كراهة في ذلك، ولا تحديد بوقت
Hadits ini menjadi dalil pengulangan umrah, dan itu tidaklah makruh, dan tidak ada pembatasan waktunya.(Subulussalam, 2/178)
Imam Ash Shan’ani mengkritik pendapat yang pertama dengan mengatakan:
بأنه علم من أحواله صلى الله عليه وسلم أنه كان يترك الشيء وهو يستحب فعله ليرفع المشقة عن الأمة وقد ندب إلى ذلك بالقول
Bahwasanya telah diketahui dahulu Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam meninggalkan suatu perbuatan yang perbuatan itu sebenarnya disunnahkan, karena dia tidak ingin menyulitkan umatnya. Kesunnahan hal itu sudah ditunjukkan melalui perkataan (walau tidak ada dalam perbuatan, pen). (Ibid)
Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah berkata:
فلا حرج عليك في تكرار العمرة في الشهر الواحد وفي اليوم الواحد، بل ذلك أمر مرغب فيه، وحث عليه الشرع، فقال صلى الله عليه وسلم : ” العمرة إلى العمرة كفارة لما بينها .” متفق عليه
ولقوله صلى الله عليه وسلم : “تابعوا بين الحج والعمرة، فإنهما ينفيان الفقر والذنوب، كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة.” رواه أحمد والنسائي والترمذي وابن ماجه وأبو يعلى
Tidak masalah bagi Anda mengulang Umrah di satu bulan yg sama, atau di satu hari yang sama. Justru hal itu DIANJURKAN dan DIDORONG oleh syariat.
Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
Umrah yang satu ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Juga hadits lain:
“Ikutilah antara haji kalian dengan umrah, sebab itu bisa menghilangkan kemiskinan, sebagaimana menghilangkan karat dari besi, emas, dan perak.” (HR. An Nasa’i, At Tirmidzi, Ahmad, Abu Ya’la)
(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 26566)
Maka kalimat dalam hadits: “umrah ke umrah berikutnya” menunjukkan pengulangan umrah .. maka bagaimana bisa diistilahkan mengulang kalau hanya cuma sekali .. sementara untuk berangkat umrah lagi butuh biaya besar dan jika umur msh ada.
Jadi, tidak benar membid’ahkannya hanya karena nabi tidak melakukannya. Betul bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melakukannya tapi Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam mengatakannya dalam hadits “Umrah yang satu ke Umrah selanjutnya”. Jadi, walau tidak ada Sunnah Fi’liyah berbilang Umrah dalam sekali safar, namun ada Sunnah Qauliyah yg mengindikasikan itu. Hal ini sama dengan Umrah di bulan Ramadhan, di mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam tidak melakukannya, tapi secara perkataan Beliau Shallallahu’Alaihi wa Sallam menganjurkannya. Inilah pendapat yang kami ikuti.
Ada pun dalam sekali safar dia melakukan dua kali umrah, satu untuk dirinya, satu lg buat orang lain yg kesulitan atau orang tuanya yg sudah wafat. Maka, ini boleh juga sebagaimana difatwakan Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, dan juga Al Lajnah Ad Daimah.
6. Umrah pakai uang haram
Tidak sepatutnya hal ini terjadi. Sebab itu mencampurkan antara haq dan batil.
Menurut mayoritas ulama, walaupun ibadahnya sah, pelakunya tetap berdosa, sedangkan Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tetap tidak sah, berdasarkan hadits:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا.. رواه مسلم
Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak akan menerima kecuali dari yang baik-baik. (HR. Muslim)
Imam Al Qarafi Al Maliki menjelaskan:
الَّذِي يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ مَغْصُوبٍ أَوْ يَتَوَضَّأُ بِمَاءٍ مَغْصُوبٍ، أَوْ يَحُجُّ بِمَالٍ حَرَامٍ. كُلُّ هَذِهِ الْمَسَائِلِ عِنْدَنَا سَوَاءٌ فِي الصِّحَّةِ خِلَافًا لِأَحْمَدَ
Orang yang shalat memakai baju curian, atau wudhu dgn air curian, atau haji dengan uang haram, maka semua ini sah menurut kami, berbeda dengan Imam Ahmad (yg mengatakan tidak sah) (Al Furuq, jilid. 2, hal. 85)
Imam Al Ghazali Rahimahullah berkata tentang org beribadah dgn harta haram:
…أو يبنى مدرسة أو مسجد أو رباطا بمال حرام و قصده الخير فهذا كله جهل و النية لا تؤثر فى إخراجه عن كونه ظلما و عدوانا و معصية
.. atau membangun sekolah, masjid, menggunakan harta yang haram dan maksudnya kebaikan. Maka semua ini adalah kebodohan, dan niat yang baik tidaklah berdampak pada mengeluarkannya dari lingkup zalim, pelanggaran, dan maksiat (bagi pelakunya). (Ihya ‘Ulumuddin, jilid. 4, hal. 357)
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
ويجزئ الحج وإن كان المال حراما ويأثم عند الاكثر من العلماء. وقال الامام أحمد: لايجزئ، وهو الاصح لما جاء في الحديث الصحيح: ” إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا “
“Haji tetap sah walau dengan uang haram, namun pelakunya berdosa menurut mayoritas ulama. Imam Ahmad berkata: hajinya tidak sah. Dan inilah pendapat yang paling benar sesuai hadits shahih: Sesungguhnya Allah baik, tidaklah menerima kecuali yang baik.” (Fiqhus Sunnah, 1/640)
Syaikh Abdullah Al Faqih menjelaskan:
أما أن ينفق المال الحرام في عمل يتقرب به إلى الله كالصدقة أو الأضحية أو العقيقة فلا أجر له على ذلك، فإن الله لا يقبل إلا ما كان من مال حلال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: … إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا.. رواه مسلم.
أما إجزاؤها عن العقيقة فهي مجزئة عند الجمهور.
Ada pun berinfaq dengan uang haram dalam aktivitas untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti sedekah, qurban, aqiqah, maka ini TIDAK MENDAPATKAN PAHALA, karena Allah hanya menerima dari yang halal. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali dari yang baik-baik.” Sedangkan dari sisi keabsahan, maka itu SAH menurut jumhur (mayoritas ulama). (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah no. 147151)
7. Umrah dengan berhutang
Beribadah yang memerlukan dana seperti haji, umrah, qurban, aqiqah, dan semisalnya, bagi yang tidak mampu dananya tentu tidak menjadi anjuran baginya. Namun tidak dianjurkan bukan berarti terlarang, kadang ada orang yang tidak mampu secara finansial tapi dia berangkat haji dan umrah karena jatah kantor, dibiayai orang dermawan, dan sebagainya. Termasuk dengan cara berhutang, itu dibolehkan, namun dengan syarat:
– Bukan hutang dengan akad riba
– Yakin dapat mengembalikan hutang tersebut dan tidak sampai mencelakai kehidupan keluarga.
✍ Farid Nu’man Hasan