💦💥💦💥💦💥💦💥
Daftar Isi
1⃣ Mukadimah
Indonesia adalah merupakan negeri muslim terbesar di dunia. Banyaknya penduduk muslim, tidak sebanding dengan keberadaan ulama yang mampu menjelaskan masalah keagamaan yang dihadapi mereka. Di antaranya adalah masalah aqidah yang belum mendapatkan penjelasan secara wadhih (terang) adalah tentang dunia ghaib. Masalah ini sering dipersepsikan secara dramatis oleh orang Indonesia, selain memang umumnya orang Indonesia cukup akrab dengan dunia klenik, sehingga persepsi mereka terhadap alam ghaib didasarkan oleh hal-hal yang bersifat tahayul, khurafat, dan mitos.
Sebenarnya tema pembicaraan alam ghaib amat luas cakupannya, seperti keimanan kepada Allah, Malaikat, kiamat, akhirat, yaumul ba’ats (hari kebangkitan) , surga dan neraka, shirath (jembatan), ru’yatullah, dan lainnya. Tetapi di negeri kita ini, jika disebut alam ghaib, persepsi pertama masyarakat kita adalah dunia jin (‘Alamul Jin). Masih bagus jika pemahaman tentang itu dibangun dalam koridor wahyu dan akal yang bersih, tetapi kenyataannya mereka diombang-ambing oleh keyakinan nenek moyang yang keliru, bahkan campuran dari ajaran agama lain.
📌 Mengimani Bukan Mengutak-ngatik
Tugas pokok kita terhadap perkara ghaib adalah mengimaninya. Tetapi, banyak manusia telah melampaui batasan ini. Mereka menyikapi masalah ghaib seperti sebuah kajian empiris yang diselimuti berbagai misteri yang menyelimutinya. Bukan itu tugas kita.
Allah Ta’ala berfirman tentang ciri-ciri orang bertaqwa:
الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3)
“Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al Baqarah (2): 1-3)
Pengetahuan manusia terhadap dunia ini amatlah sedikit, maka sikap mendramatisir alam ghaib, seperti yang digambarkan dalam film, komik, cerita masyarakat, hikayat, dan lainnya, adalah perilaku lancang namun menggelikan.
Allah Ta’ala berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لاَ يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلا هُوَ
“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” (QS. Al A’raf (7): 187)
Seorang muslim hendaknya bersikap dan berkeyakinan sebagaimana catatan Al Quran dan As Sunnah Ash Shahihah. Dia berjalan dan berhenti bersama keduanya, menetapkan apa yang ditetapkan keduanya, dan mengingkari apa yang diingkari keduanya pula. Menahan diri untuk merekayasa dan mengarang-ngarang cerita alam ghaib yang tidak berdasar. Dia diam apa yang didiamkan, dan dia bicara apa yang dibicarakan oleh keduanya. Hal ini bukan hanya dalam perkara ghaib, tetapi juga yang lainnya. Disinilah letak pentingnya materi ini, yaitu mencoba mengimani masalah jin sesuai bimbingan syariat yang suci.
Kami akan bahas secara global dan menyeluruh, walau dalam beberapa hal kami harus merincinya. Paling tidak ini adalah pengantar bagi seorang muslim untuk mencoba mengimani masalah ghaib berdasakan ilmu yang benar.
2⃣ Makna Jin
Dalam bahasa Arab, kata Al Jinn – الجنّ, kata dasarnya dari janna – yajunnu – jannan yang bermakna menutup. Jika kita perhatikan, susunan kata yang terdapat satu huruf jim dan dua huruf nun, biasanya bermakna benda-benda yang terhalang dan tak terlihat.
Contoh: majnun – مجنون yang berarti gila karena akalnya sudah tertutup. Janin – جنين yang berarti bayi yang masih (tertutup) diperut ibunya. Jannah – جنّة yang bermakna taman (surga) yang saat ini belum dapat kita lihat. Maka, Jin adalah makhluk ghaib yang tidak terlihat oleh kasat mata. Dan, dia tidak bisa tampil ke hadapan manusia dalam wujud asli, dan dus
talah orang yang mengaku pernah melihatnya dalam wujud asli, kecuali Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai mu’jizat baginya, sebagaimana ia pernah melihat Malaikat jibril dalam wujud aslinya sebanyak dua kali.. Ada pun wujud ‘syetan’ yang dikenal dan dilihat oleh masyarakat adalah wujud lain dan tipuan mereka terhadap manusia, agar manusia takut kepadanya bukan takut kepada penciptanya. Mereka tidak mampu tampil dalam wujud aslinya karena memang bukan dunianya. Mereka mampu berwujud sosok yang terlanjur dikenal sebagai syetan itu, hewan, atau –bahkan- manusia. Itulah yang bisa dilihat oleh manusia, itu pun jarang dan bukan keinginan manusia itu sendiri.
Tipuan ini semakin terlihat ketika kita meneliti bahwa wujud-wujud ‘syetan’ itu memiliki khas kedaerahan, seperti pocong, wewegombel, gandaruwo, kuntil anak, dan lainnya hanya ada di Indonesia. Sementara, zombie, drakula, vampire, hanya ada di Amerika. Ada pun di Mesir di kenal dengan Mumi. Kita tidak akan temukan mumi di Indonesia, sebagaimana kita tidak akan temukan pocong di Amerika!
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لا تَرَوْنَهُمْ
“Sesungguhnya ia (syetan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. Al A’raf (7): 27)
3⃣ Bisakah Melihat Jin?
Para ulama berbeda pendapat; apakah jin bisa dilihat? Imam Al Qurthubi Rahimahullah menguraikan:
{مِنْ حَيْثُ لا تَرَوْنَهُمْ} قال بعض العلماء: في هذا دليل على أن الجن لا يرون؛ لقوله {مِنْ حَيْثُ لا تَرَوْنَهُمْ} قيل: جائز أن يروا؛ لأن الله تعالى إذا أراد أن يريهم كشف أجسامهم حتى ترى. قال النحاس: {مِنْ حَيْثُ لا تَرَوْنَهُمْ} يدل على أن الجن لا يرون إلا في وقت نبي؛ ليكون ذلك دلالة على نبوته؛ لأن الله جل وعز خلقهم خلقا لا يرون فيه، وإنما يرون إذا نقلوا عن صورهم. وذلك من المعجزات التي لا تكون إلا في وقت الأنبياء صلوات الله وسلامه عليهم
“(dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka), berkata sebagian ulama: ini merupakan dalil bahwa jin tidak dapat dilihat karena firmanNya: (dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka). Disebutkan: “bisa saja mereka dilihat, karena Allah Ta’ala jika menghendaki memperlihatkan mereka akan disingkap jasad mereka hingga terlihat.” Berkata An Nuhas: (dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka) menunjukkan bahwa jin tidak dapat dilihat kecuali pada masa Nabi, yang demikian itu menjadi bukti kenabiannya, karena Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan mereka menjadi makhluk yang tidak dapat dilihat, sesungguhnya mereka bisa dilihat hanyalah ketika mereka beralih dari wujud aslinya. Demikian itu merupakan mu’jizat yang tidak terjadi kecuali pada masa para Nabi Shalawatullah wa Salamuhu ‘Alaihim.” (Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkam Al Quran, 7/186. Dar ‘Alim Al Kutub)
Tertulis dalam Mahasin At Ta’wil tentang tafsir surat Al A’raf ayat 27 di atas, sebagai berikut:
قال السيوطي في ” الاكليل ” : قال ابن الفرس : استدل بها بعضهم على أن الجن لا يرون وأن من قال إنهم يُرون فهو كافر . انتهى
“Berkata As Suyuthi dalam Al Iklil: berkata Ibnu Al Faris: sebagian manusia berdalil dengan ayat ini bahwa jin tidak dapat dilihat, dan barang siapa yang mengatakan bahwa mereka diperlihatkan jin maka dia kafir.” (Imam Jamaluddin Al Qasimi, Mahasin At Ta’wil)
Al Qasimi melanjutkan, bahwa ‘sebagian manusia’ yang dimaksud adalah golongan mu’tazilah. Oleh karena itu Az Zamakhsyari (tokoh besar Mu’tazilah) mengatakan:
فيه دليل بين أن الجن لا يرون ولا يظهرون للإنس ، وأن إظهارهم أنفسهم ليس في استطاعتهم ، وأن زعم من يدعي رؤيتهم زور ومخرقة
“Dalam ayat ini terdapat dalil yang jelas, bahwa jin tidak dapat dilihat dan tidak Nampak bagi manusia, sesungguhnya penampakan mereka bukanlah kemampuan mereka, dan persangkaan orang yang mengklaim dapat melihat mereka adalah dusta.” (Ibid)
Adapun Ahlus Sunnah menyanggah pendapat mereka, bahwa hadits-hadits shahih dan masyhur menyebutkan bahwa jin dapat dilihat (tetapi bukan dalam wujud asli). Ada pun ayat di atas tidaklah mengingkari kemungkinan ini, sebab ayat di atas tidak menyebutkan ‘syetan tidak dapat dilihat’, tetapi mereka ada di tempat yang manusia tidak bisa melihat, namun mereka bisa melihat manusia.
Disebutkan dalam Fathul Bayan:
وقد استدل جماعة من أهل العلم بهذه الآية على أن رؤية الشياطين غير ممكنة ، وليس في الآية ما يدل على ذلك ، وغاية ما فيها أنه يرانا من حيث لا نراه ، وليس فيها أنا لا نراه أبداً ، فإن انتفاء الرؤية منا له في وقت رؤيته لنا لا يستلزم انتفاءها مطلقاً
“Segolongan ulama telah berdalil dengan ayat ini, bahwa melihat syetan tidaklah mungkin. Maksud ayat tersebut tidaklah demikian. Maksudnya adalah bahwa dia (syetan) melihat kita dari tempat yang kita tidak bisa melihatnya, bukan maksudnya bahwa kita tidaklah dapat melihatnya selamanya. Sebab, pengingkaran terhadap kita bahwa kita tidak dapat melihatnya di saat melihatnya, tidaklah mengharuskan pengingkaran secara mutlak” (Ibid. Lihat juga Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 3/26. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Imam Jamaluddin Al Qasimi Rahimahullah mengatakan:
والحق جواز رؤيتهم كما هو ظاهر الأحاديث الصحيحة ، وتكون الآية مخصوصة بها ، فيكونون مرئيين في بعض الأحيان لبعض الناس دون بعض . انتهى
Yang benar adalah bisa saja melihat mereka sebagaimana tertulis dalam teks hadits-hadits shahih, dan ayat-ayat khusus tentang itu, maka mereka bisa dilihat oleh sebagaian manu
sia pada sebagian keadaan, dan tidak pada selainnya.” (Ibid)
Tentang hadits-hadits yang dimaksud –insya Allah Ta’ala- akan kami paparkan pada bagiannya nanti.
4⃣ Asal Usul Penciptaan Jin
Jin diciptakan dari api. Ketetapan ini bersumberkan ayat-ayat berikut:
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr (15): 27)
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan: jin diciptakan dari lidah api yang panas menyala (Lahbun Nar). Dalam riwayat lain: dari api yang paling bagus (min ahsanin nar). Amru bin Dinar mengatakan: dari apinya matahari (Narusy Syamsi). (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/533. Dar Nasyr wat Tauzi’)
Ayat lainnya:
وَخَلَقَ الْجَانَّ مَن مَّارِجٍ مِّنْ نَّارٍ
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar Rahman (55): 15)
(Bersambung …)
🍃🌾🌸🌻🌴🌺☘🌷
✏ Farid Nu’man Hasan