Puncaknya Kejahatan: Riddah (Murtad)

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن يَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتۡ وَهُوَ كَافِرٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ

Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

(QS. Al-Baqarah, Ayat 217)

Penjelasan:

– Ar Riddah adalah perbuatannya, orangnya disebut murtad. Secara arti bahasa riddah adalah:

الرُّجوعُ عن الشَّيءِ إلى غيرِه

Kembali dari sesuatu kepada selainnya. (Tahzibul Lughah, 14/47)

Ada pun secara syariat artinya:

هي قَطعُ الإسلامِ بنِيَّةِ كُفرٍ، أو تَرْكُ جِنسِ العَمَلِ الصَّالحِ الذي لا يَصِحُّ الإيمانُ إلَّا به، لا سِيَّما الصَّلاةِ، أو قَولُ كُفْرٍ، أو فِعلُ كُفْرٍ، سواءٌ قاله أو فَعَله استهزاءً، أو عِنادًا، أو اعتِقادًا

Yaitu memutuskan hubungan dengan Islam dengan niat kufur, atau meninggalkan salah satu jenis amal shalih yang keimanan itu tidak sah kecuali dengannya, apalagi shalat, atau perkataan kufur, atau perilaku kufur baik dia mengatakan atau melakukan karena mengolok-olok, pembangkangan, atau karena keyakinan.

(Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 1/238, Imam An Nawawi, Minhajut Thalibin, hal. 293, Imam Ibnu Taimiyah, Ash Sharim Al Maslul, 3/865)

– Mereka yg mendapatkan hukuman di akhirat berupa: terhapus semua amalnya dan dimasukkan abadi di neraka, adalah orang yang tetap dalam status murtadnya sampai mati.

Imam Ibnu Jarir berkata:

فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ، فَيَمُتْ قَبْلَ أَنْ يَتُوبَ مِنْ كُفْرِهِ، فَهُمُ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ

Lalu dia mati dalam keadaan kafir, yaitu dia mati sebelum bertobat dari kekafirannya, merekalah orang-orang yang terhapus amalnya…

يَعْنِي الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَنْ دِينَهُمْ فَمَاتُوا عَلَى كُفْرِهِمْ، هُمْ أَهْلُ النَّارِ الْمُخَلَّدُونَ فِيهَا

Yaitu orang-orang yang murtad dari agamanya lalu mereka mati dalam kekafirannya maka merekalah ahli neraka dan kekal selamanya.

(Tafsir Ath Thabari,2/1154)

Imam Al Qurthubi menjelaskan:

قَالَ الْقُشَيْرِيُّ: فَمَنِ ارْتَدَّ لَمْ تَنْفَعْهُ طَاعَاتُهُ السَّابِقَةُ وَلَكِنَّ إِحْبَاطَ الرِّدَّةِ الْعَمَلَ مَشْرُوطٌ بِالْوَفَاةِ عَلَى الْكُفْرِ …. وَلِهَذَا قُلْنَا مَنْ حَجَّ ثُمَّ ارْتَدَّ ثُمَّ عَادَ إِلَى الْإِسْلَامِ لَا يَجِبُ عَلَيْهِ إِعَادَةُ الْحَجِّ. قُلْتُ: هَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ، وَعِنْدَ مَالِكٍ تَجِبُ عَلَيْهِ الْإِعَادَةُ

Al Qusyairi berkata: siapa yang murtad maka amal-amalnya yg telah lalu tidaklah bermanfaat. Tetapi, gugurnya amal karena murtad disyaratkan jika dia mati dalam keadaan kafirnya itu…. Oleh karena itu kami katakan: Siapa yg pergi haji lalu murtad, lalu masuk Islam lagi, maka dia tidak wajib mengulangi hajinya. Aku (Al Qurthubi) berkata: Inilah pendapat Asy Syafi’i, sedangkan Malik mengatakan wajib mengulangi. (Tafsir al Qurthubi, 15/277)

– Ada pun hukum di dunia, negara Islam memberikannya kesempatan bertobat selama tiga hari, jika tidak tobat juga maka hukuman mati oleh negara. Ini bukan wewenang individu.

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ : َ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: ) الثَّيِّبُ الزَّانِيْ، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّاركُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ للجمَاعَةِ (رواه البخاري ومسلم

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Tidak halal darah seseorang muslim yang telah bersaksi tidak ada Ilah kecuali Allah dan aku sebagai utusan Allah, kecuali disebabkan salah satu di antara tiga hal: ats tsayyib az zaaniy (orang yang sudah nikah/janda/duda yang berzina), jiwa dengan jiwa (membunuh), orang yang meninggalkan agamanya dia memisahkan diri dari jamaah (murtad).” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengomentari:

ثم إذا وقع شيء من هذه الثلاث، فليس لأحد من آحاد الرعية أن يقتله، وإنما ذلك إلى الإمام أو نائبه

Kemudian jika satu dari tiga hal ini terjadi, maka bukanlah seseorang dari rakyat yang membunuhnya, itu adalah tugas imam atau yg mewakilinya. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/373)

– Di dunia, dia sdh tdk mendapatkan warisan, tidak pula mewariskan, tidak berhak mendapatkan ucapan salam, tidak sah hewan sembelihannya, dan status perkawinannya. Dalam hal ini tentu perlu pembahasan khusus.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top