💢💢💢💢💢💢💢💢💢
📌 Dalam menyikapi peristiwa Isra’ Mi’raj, mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa itu dialami oleh RUH dan JASAD sekaligus dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
📌 Kata “Bi-‘abdihi” dalam Al Isra ayat 1 menunjukkan ruh dan jasad. Sebab kata “abdun” tidaklah cukup jika ruh saja.
📌 Sebagian salaf, ada yang berpendapat ruh saja, tanpa jasad. Di antaranya adalah pendapat AISYAH Radhiallahu’ Anha.
📌 Pendapat ini berkonsekuensi pada bahwa Mi’raj pun tidak benar-benar terjadi. Sehingga dianggap Aisyah tidak mempercayai peristiwa Mi’raj-nya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
📌 Pendapat Aisyah didasari sebuah riwayat darinya yg menyebut Isra’ – nya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam itu bukan dialami jasadnya.
📌 Dalam Siran An Nabawiyah (2/46) karya Ibnu Hisyam, disebutkan oleh Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
مَا فُقِدَ جَسَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَكِنَّ اللَّهَ أَسْرَى بِرُوحِهِ
Jasad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidaklah terangkat tetapi Allah meng-Isra’ kan dengan RUHnya saja.
📌 Riwayat ini dinilai sebagai riwayat yang DHA’IF, bahkan sebagian ulama mengatakan PALSU.
📌 Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah mengatakan:
وهذا من الكذب الواضح ؛ لأن عائشة لم تكن وقت الإسراء معه ، وإنما ضمها بعد ذلك بسنين كثيرة بالمدينة
Ini kebohongan yang begitu jelas, karena Aisyah tidak bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam saat peristiwa Isra, sesungguhnya Aisyah banyak bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah peristiwa itu bertahun-tahun di Madinah.
(Al Ajwibah Al Mustaw’ibah,
Hal. 134-135)
📌 Syaikh Alawi as Saqaf mengatakan: “DHA’IF, diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan sanad yang terputus.”
(Takhrij Ahadits azh Zhilal, hal. 229
– Syaikh Muhammad Rasyid Ridha juga berkomentar:
قد تجد حديثين عن عائشة ومعاوية ، يُفْهِمان أن الإسراء لم يكن بجسده الشريف ، وهما حديثان ليسا مما يحتج بمثلهما أهل العلم
Ada dua hadits dari Aisyah dan Muawiyah yang dipahami bahwa Isra tidak terjadi dengan jasadnya mulia, namun kedua hadits tersebut bukanlah hadits yang dapat dijadikan hujjah oleh para ulama. (Al Manar, 14/49)
📌 Di tambah lagi, peristiwa Mi’raj-nya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga ditegaskan dalam Al Quran.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17) لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى(18)
Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An Najm: 13-18)
📌 Kita dapatkan dalam riwayat yang shahih, justru Aisyah Radhiallahu ‘Anha membenarkan peristiwa tersebut adalah peristiwa fisik dan ruh sekaligus.
Aisyah Radhiallahu ‘Anha bercerita:
لما أسري بالنبي صلى الله عليه وسلم إلى المسجد الأقصى أصبح يتحدث الناس بذلك فارتد ناس فمن كان آمنوا به وصدقوه وسمعوا بذلك إلى أبي بكر رضى الله تعالى عنه فقالوا هل لك إلى صاحبك يزعم أنه أسري به الليلة إلى بيت المقدس قال أو قال ذلك قالوا نعم قال لئن كان قال ذلك لقد صدق قالوا أو تصدقه أنه ذهب الليلة إلى بيت المقدس وجاء قبل أن يصبح قال نعم أني لأصدقه فيما هو أبعد من ذلك أصدقه بخبر السماء في غدوة أو روحة فلذلك سمي أبو بكر الصديق
Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Isra (perjalanan malam) menuju Masjidil Aqsha, paginya beliau menceritakan hal itu kepada manusia dan manusia mengingkarinya. Sedangkan bagi yang mempercayainya, membenarkannya, dan mendengarkan hal itu, mereka mendatangi Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.
Mereka mengatakan: “Apakah kau dengar sahabatmu bahwa dia menyangka melakukan perjalanan malam hari menuju Baitul Maqdis?” Beliau (Abu Bakar) menjawab: “Dia mengatakan demikian?” Mereka menjawab: “Ya.” Abu Bakar berkata: “Jika benar dia berkata demikian maka dia telah benar (shadaqa).” Mereka mengatakan: “Apakah kau membenarkan bahwa dia pergi pada malam hari ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum subuh?” Abu Bakar menjawab: “Ya, saya membenarkannya walau pun dalam jarak yang lebih jauh dari itu.” Beliau membenarkan berita dari langit baik pada pagi atau malam, oleh karena itu dia dinamakan Abu Bakar Ash Shiddiq.”
(HR. Al Hakim, Al Mustadrak No. 4407, Imam Al Hakim mengatakan: sanadnya shahih tetapi Bukhari – Muslim tidak meriwayatkannya. Imam Adz Dzahabi menyepakati keshahihan hadits ini)
Demikian. Wallahu a’lam
🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴
✍ Farid Nu’man Hasan