Berdoa dengan kalimat buatan sendiri

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

📌 Tidak mengapa seseorang berdoa dengan susunan kalimat yang dia buat sendiri sesuai kebutuhan dan keadaannya, selama doa tersebut tidak mengandung pelanggaran syariat

📌 Atau bolehnya menggunakan doa yang disusun orang-orang shalih atau ulama, sejak masa sahabat, tabi’in, dan generasi setelahnya sampai zaman ini

📌 Itu istilahnya doa ghairul ma’tsur. Namun semua ulama sepakat doa ma’tsur yaitu yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah adalah lebih utama

📌 Namun, tidak dibenarkan pula secara ghuluw (berlebihan) menyalahkan dan membid’ahkan doa dengan kalimat susunan sendiri atau susunan para ulama, sebagaimana pembid’ahan terhadap doa Rabithah-nya Syaikh Hasan Al Banna Rahimahullah.

📌 Bahkan kebolehan ini juga berlaku di dalam shalat. Sebagai mana hadits tentang berdoa setelah usai shalawat di saat tasyahud :

ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو

Lalu ia memilih doa yang paling ia sukai kemudian berdoa dengannya. (HR. Bukhari no. 791)

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

ويُستَحَبُّ الدعاءُ بعد ذلك وله أن يدعو بما شاء من أمر الدنيا والآخرة، وأمور الآخرة أفضل،

Disukai baginya untuk berdoa setelah itu, dengan doa apa pun yang dia kehendaki baik urusan dunia dan akhirat, dan urusan akhirat lebih utama.

(Raudhatuth Thalibin, 1/256)

📌 Contoh-contoh dalam hal ini sangat banyak, di antaranya:

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah mengatakan:

وإني لأدعو للشافعي منذ أربعين سنة في صلاتي

“Dalam shalat saya, sejak 40 tahun yang lalu saya berdoa untuk Asy Syafi’i.”

(Imam Al Baihaqi, Manaqib Asy Syafi’i, 1/54)

Doa untuk Imam asy Syafi’i, jelas ini buatan Imam Ahmad bin Hambal sendiri, tidak ada redaksi dalam ayat dan hadits. Inilah adab murid kepada guru. Imam Ahmad merutinkannya selama 40 tahun doa tersebut . Apakah ini bid’ah? Tentu tidak.

📌 Imam Ibnu Jarir Rahimahullah mengatakan:

عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ: سَأَلْتُ مُجَاهِدًا، فَقُلْتُ: أَرَأَيْتَ دُعَاءَ أَحَدِنَا يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ اسْمِي فِي السُّعَدَاءِ، فَأَثْبِتْهُ فِيهِمْ، وَإِنْ كَانَ فِي الْأَشْقِيَاءِ فَامْحُهُ مِنْهُمْ، وَاجْعَلْهُ بِالسُّعَدَاءِ، فَقَالَ: «حَسَنٌ»

Dari Manshur, “Aku bertanya kepada Mujahid, tentang seorang yang berdoa: “Ya Allah, jika namaku bersama orang berbahagia maka tetapkanlah namaku bersama mereka. Seandainya bersama orang-orang sengsara maka hapuslah namaku dari mereka, dan jadikanlah namaku bersama orang-orang berbahagia.” Beliau menjawab: “BAGUS”.

(Jaami’ul Bayaan, 13/564)

Doa di atas jelas bukan dari Al Quran dan As Sunnah, tapi susunan dari manusia biasa. Tapi, doa tersebut dipuji oleh salah satu imam besar, murid Ibnu Abbas, yaitu Imam Mujahid Rahimahullah. Jelas ini bukan bid’ah.

📌 Salah seorang shalih masa salaf, Malik bin Dinar Rahimahullah, Beliau berdoa dengan doa yang unik:

اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ فِي بَطْنِهَا جَارِيَةٌ فَأَبْدِلْهَا غُلَامًا فَإِنَّكَ تَمْحُو مَا تَشَاءُ وَتُثْبِتُ وَعِنْدَكَ أُمُّ الْكِتَابِ

Ya Allah jika di perut wanita hamil itu adalah bayi perempuan maka gantilah menjadi bayi laki-laki, karena Engkau Maha Kuasa menghapus apa yang Kau kehendaki dan menetapkan apa yang Kau kehendaki, karena dalam kuasaMulah Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh)

(Imam al Qurthubi, Jaami’ Liahkamil Quran, 9/330)

Nah, semua ini – dan masih banyak lagi- adalah doa-doa ghairul ma’tsur. Tidak satu pun para imam kaum muslimin membid’ahkannya. Tentunya doa-doa seperti ini tidak berbeda kedudukannya dengan doa-doa susunan ulama lainnya seperti doa Rabithah, atau doa lainnya.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top