Mengenal Khawarij

💢💢💢💢💢💢💢

I. Sejarah Munculnya Khawarij

A. Khawarij di masa Rasulullah ﷺ

Cikal bakal khawarij sudah ada dimasa Rasulullah ﷺ, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Contohnya hadits berikut:

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا الشَّيْبَانِيُّ حَدَّثَنَا يُسَيْرُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ قُلْتُ لِسَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ
هَلْ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْخَوَارِجِ شَيْئًا قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ وَأَهْوَى بِيَدِهِ قِبَلَ الْعِرَاقِ يَخْرُجُ مِنْهُ قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Asy Syaibani telah menceritakan kepada kami Yusair bin Amru mengatakan, aku bertanya kepada Sahal bin Hunaif; ‘apakah engkau mendengar Nabi ﷺ bersabda tentang Khawarij? ‘

Ia menjawab; aku mendengar beliau bersabda; -sambil beliau arahkan tangannya menuju Irak-:

“Dari sanalah muncul sekelompok kaum yang membaca al Quran tidak melebihi kerongkongan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari busurnya.”

(HR. Bukhari no. 6943)

Hadits lainnya:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بَعْدِي مِنْ أُمَّتِي أَوْ سَيَكُونُ بَعْدِي مِنْ أُمَّتِي قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَلَاقِيمَهُمْ يَخْرُجُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَخْرُجُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لَا يَعُودُونَ فِيهِ هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ

Dari Abu Dzar ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sepeninggalku kelak, akan muncul suatu kaum yang pandai membaca Al Quran tidak melewati kerongkongan mereka. mereka keluar dari agama, seperti anak panah yang meluncur dari busurnya dan mereka tidak pernah lagi kembali ke dalam agama itu. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk dan akhlak mereka juga sangat buruk.”

(HR. Muslim no. 1067)

Sementara itu, tokoh awalnya adalah Dzul Khuwaishirah:

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ
بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قَسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِنْ لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِنْ لَمْ أَعْدِلْ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ أَضْرِبْ عُنُقَهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ

Bahwa Abu Sa’id Al Khudri berkata; Ketika kami berada di sisi Rasulullah ﷺ yang sedang membagikan (harta ghanimah), tiba-tiba beliau didatangi seorang laki-laki dari Bani Tamim dan berkata, “Wahai Rasulullah, berlaku adillah! ” Rasulullah ﷺ pun bersabda:

“Celaka kamu, siapakah lagi yang akan berlaku adil kalau tidak berlaku adil. Sungguh, aku telah merugi sekiranya aku tidak berlaku adil.”

Maka Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk menebas lehernya.” Rasulullah ﷺ bersabda:

“Tinggalkanlah ia, sesungguhnya ia memiliki sahabat-sahabat dimana salah seorang dari kalian akan memandang remeh shalatnya dibanding dengan shalat mereka, puasa terhadap puasa mereka. mereka pandai membaca Al Qur`an namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Dan mereka keluar dari Islam sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya.”

(HR. Muslim no. 1064)

Demikianlah, benih khawarij sudah ada sejak masa Rasulullah ﷺ dan para sahabat. Oleh karena itu, boleh dikatakan khawarij adalah sekte sesat pertama di dalam Islam. Ucapan Rasulullah ﷺ: fainna lahu ashhaaban – “sesungguhnya dia memiliki sahabat-sahabat”, menunjukkan di masa itu mereka sudah memiliki komunitas.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan:

فإن أول بدعة وقعت في الإسلام فتنة الخوارج وكان مبدؤهم بسبب الدنيا حين قسم النبي صلى الله عليه وسلم غنائم حنين فكأنهم رأوا في عقولهم الفاسدة أنه لم يعدل في القسمة

“Sesungguhnya bid’ah pertama yang terjadi dalam Islam adalah fitnah khawarij, awalnya disebabkan urusan dunia ketika Nabi ﷺ membagikan ghanimah Hunain, yg mana menurut akal mereka yang rusak bahwa Rasulullah ﷺ tidak berlaku adil dalam pembagian.”

(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/7)

Dari kisah di atas maka karakter khawarij bisa kita simpulkan: keras, kasar, dan bengis terhadap umat Islam sampai-sampai kepada Rasulullah ﷺ pun mereka berani menghardik, tapi mereka sendiri mengaku muslim. Bahkan mereka rajin ibadah; shalat, puasa, dan baca Al Quran. Tapi semua itu hanya fisiknya saja, tidak menyinari hati mereka sehingga akhlak mereka rusak. Oleh karena itu Rasulullah ﷺ menyebut Al Quran yang mereka baca tidak sampai melewati kerongkongan, artinya hanya sampai dilafaz dan bacaan mulut saja.

💢💢💢💢💢💢💢💢

B. Khawarij di masa sahabat

Di masa para sahabat, Khawarij semakin unjuk gigi dan menemukan momentumnya pada peristiwa tahkim; yaitu perundingan damai saat perang Shiffin antara utusan Khalifah Ali bin Abi Thalib yaitu Abu Musa Al Asy’ ari, dan utusan Muawiyah yaitu Amr bin Al ‘Ash Radhiallahu’ Anhum, semoga Allah meridhai mereka semua.

Kaum khawarij dulunya adalah pendukung Ali bin Thalib Radhiallahu ‘Anhu, lalu mereka tidak setuju dengan perundingan itu, dan keluar dari kesepakatannya. Bahkan mengkafirkan Ali, dan semua yang terlibat dalam peristiwa tahkim tersebut.

Syaikh Ali Muhammad Shalabi Hafizhahullah mengatakan:

“Salah satu pasukan Ali Radhiallahu ‘Anhu memandang jika hasil keputusan itu dikerjakan maka itu adalah dosa dan wajib bertaubat kepada Allah. Maka mereka pun keluar (kharajuu) dari kesepakatan itu lalu mereka pun dinamakan khawarij, lalu Ali Radhiallahu ‘Anhu mengutus Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma untuk berdialog dengan mereka dan mendebat mereka, bahkan Ali Radhiallahu ‘Anhu sendiri juga berdialog dengan mereka. Akhirnya sebagian kaum khawarij kembali, dan sebagian lain tetap menolak. Kemudian terjadilah fase peperangan berkali-kali antara pasukan Ali dengan kaum khawarij, sampai akhirnya mereka membunuh Ali Radhiallahu ‘Anhu secara licik.”

(Sirah Amiril Mu’minin ‘Ali bin Abi Thalib, Hal. 461)

Dari sinilah Imam Abul Hasan Al Asy’ari Rahimahullah mengatakan:

“Penamaan khawarij kepada kelompok tersebut lantaran mereka keluar dari ketaatan kepada Khalifah Rasyidin yang keempat, Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’ Anhu.” (Maqalat Al Islamiyyin, 1/207)

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:

“Khawarij adalah orang-orang yang mengingkari Ali Radhiallahu ‘Anhu di saat tahkim, mereka berlepas darinya, dan dari Utsman Radhiallahu ‘Anhu dan keturunannya, serta memerangi mereka (Ali dan keturunan Utsman) , mereka juga mengkafirkan secara keseluruhan, mereka adalah orang-orang ekstrim (ghulat).”

(Hadyu As Saari fi Muqaddimah Fath Al Baari, Hal. 459)

Demikian sejarah singkat kemunculan sekte khawarij di masa awal Islam.

💢💢💢💢💢💢💢

II. Julukan lain bagi Khawarij

Imam Abul Hasan Al Asy’ari Rahimahullah meyebutkan beberapa laqab (julukan, gelar) mereka yaitu:

– Al Haruuriyah
– Asy Syuraah
– Al Haraariyah
– Al Maariqah
– Al Muhakkimah

Mereka ridha atas semua julukan ini kecuali Al Maariqah (melesat tidak terkendali), mereka mengingkari disebut bagaikan lepas dari agama bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. (Maqalat Al Islamiyyin, 1/111)

Al Haruuriyah, diambil dari kata Al Haruura, nama daerah di dekat Kufah.

Imam Al Baghdadi mengatakan:

“Kemudian setelah Ali Radhiallahu ‘Anhu pulang dari perang Shiffin menuju Kufah, kaum Khawarij pergi ke Haruura, mereka ada 12.000 orang. Oleh karena itu mereka disebut Haruuriyah.” (Al Farqu Bainal Firaq, Hal. 103)

Asy Syuraah (membeli), menurut Syaikh Ali Ash Shalabi adalah gelar yang diberikan oleh mereka sendiri. Mereka menyangka, telah menjual jiwa mereka kepada Allah Ta’ala dan Allah Ta’ala telah membelinya dengan surga. Mereka merujuk kepada QS. At Taubah: 111.

(Lihat Sirah Amiril Mu’minin Mu’awiyah bni Abi Sufyan, Hal. 237)

Al Muhakkimah, ini juga gelar yang mereka sebut sendiri atas diri mereka, yang diambil dari teriakan mereka saat menolak hasil perundingan tahkim: Laa Hukma Illa Lillah – Tidak ada hukum kecuali milik Allah. (Ibid)

III. Aliran-Aliran pada khawarij

Di masa lalu, Khawarij sudah terpecah-pecah menjadi banyak kelompok.

Imam Ibnul Jauzi Rahimahullah mengatakan ada 12 kelompok (tapi beliau menulis ada 11), yaitu:

– Azraqiyah
– Ibadhiyah
– Tsa’labiyah
– Khalfiyah
– Kauziyah
– Kanziyah
– Syamrakhiyah
– Akhnasiyah
– Hukmiyah
– Mu’tazilahnya khawarij
– Maimuniyah

Masing-masing kelompok memiliki corak pemikiran masing-masing. Selengkapnya lihat Talbis Iblis, Hal. 22. (Penerbit Dar Ibnul Jauzi, Kairo)

Sementara itu Imam Abu Manshur Al Baghdadi menyebut ada 20 kelompok, yaitu:

– Muhakkimah Al Ula
– Azariqah
– Najadat
– Shifriyah
– ‘Ajaridah
– Khazimiyah
– Syu’aibiyah
– Ma’lumiyah
– Majhuliyah
– Shaltiyah
– Akhnasiyah
– Syabibiyah
– Syaibaniyah
– Ma’badiyah
– Rasyidiyah
– Makramiyah
– Hamziyah
– Syamrakhiyah
– Ibrahimiyah
– Wafiqah

Sementara Ibadhiyah terpecah menjadi dua kelompok besar yaitu Hafshiyah dan Haaritsah.

(Lihat Al Farqu Bainal Firaq, Hal. 101. Darus Salam, Kairo)

💢💢💢💢💢💢💢

IV. Keyakinan, Pemikiran dan Sifat Dasar Khawarij

Khawarij sebagaimana sekte lainnya memiliki keyakinan, pemikiran, dan sifat dasar mereka. Di atas inilah kita bisa menilai seseorang atau kelompok itu khawarij atau bukan.

Imam Ibnu Hazm Rahimahullah memberikan penjelasan bahwa khawarij bukan hanya mereka yang dulu hidup di masa Ali Radhiallahu ‘Anhu, tapi juga siapa pun yang menempuh jalan pemikiran dan memiliki sifat dasar seperti mereka.

Imam Ibnu Hazm berkata:

“Penamaan sifat khawarij terus berlangsung kepada semua kelompok yang menyerupai mereka yang telah berontak kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu dan bersama mereka dalam keyakinan, orang-orang yang setuju memberontak karena mengingkari tahkim, mengkafirkan pelaku dosa besar, berpendapat bolehnya berontak kepada pemimpin yang zalim, pelaku dosa besar itu kekal abadi di neraka, dan kepemimpinan boleh selain Quraisy, maka itulah khariji (sifat khawarij).”

(Al Fashlu fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/113)

Imam Abul Hasan Al Asy’ari juga mengatakan tentang keyakinan Khawarij:

“Bahwa mereka sepakat kafirnya Ali bin Abi Thalib, tapi mereka berbeda pendapat apakah kekafiran tersebut karena kesyirikan atau bukan? Mereka juga sepakat pelaku dosa besar adalah kafir kecuali menurut An Najadat. Mereka juga sepakat pelaku dosa besar akan diazab oleh Allah Ta’ala terus menerus kecuali menurut golongan An Najadat.”

(Maqalat Al Islamiyin, 1/84)

Imam Abu Manshur Al Baghdadi mengatakan bahwa An Najadat (tokohnya An Najadah bin Naafi’) adalah salah satu pecahan khawarij, yang menyatakan pelaku dosa besar adalah kafir terhadap nikmat, bukan kafir dari agama. (Al Farqu Bainal Firaq, Hal. 102)

Imam Abu Manshur Al Baghdadi Rahimahullah mengatakan:

“Sesungguhnya yg benar tentang apa yang menjadi ijma’ kaum khawarij adalah apa yang disampaikan guru kami, Abul Hasan, bahwa mereka mengkafirkan Ali, ‘Utsman, pasukan Jamal, dua kelompok yg terlibat tahkim, yang membenarkan mereka, atau membenarkan salah satu dari mereka, atau menyetujui tahkim.”

(Al Farqu bainal Firaq, Hal. 102)

Sedangkan Imam Asy Syahrustani Rahimahullah mengatakan:

“Setiap orang yang berontak kepada pemimpin yang haq (di atas kebenaran) yang jamaah umat Islam telah sepakat atas kepemimpinannya maka dia dinamakan khawarij, baik mereka yang berontak di zaman sahabat terhadap para imam ar rasyidin, atau setelah mereka di zaman tabi’in, dan para pemimpin di setiap zaman.”

(Dikutip oleh Syaikh Ali Muhammad Shalabi, Sirah Amiril Mu’minin ‘Ali bin Abi Thalib, Hal. 501)

Jadi, kita bisa simpulkan bahwa pemikiran, ideologi, dan sifat dasar khawarij itu adalah:

1. Menganggap pelaku dosa besar itu kafir.

2. Pelaku dosa besar itu di neraka abadi.

3. Bersikap keras bahkan Menghalalkan menumpahkan darah dan harta kaum muslimin.

4. Membolehkan berontak kepada pemimpin yang mereka anggap zalim.

5. Dengan orang kafir justru tidak tegas.

💢💢💢💢💢💢💢💢

V. Kafirkah Khawarij?

Para ulama sejak masa sahabat nabi dan selanjutnya, berbeda pendapat apakah khawarij kafir atau tidak, ataukah hanya sebagai ahlul bid’ah dan fasiq?

Sebagian ahli hadits mengatakan khawarij adalah murtad, karena mereka telah mengkafirkan para sahabat nabi seperti Ali, Muawiyah, Abu Musa, Amr bin ‘Ash, Radhiyallahu ‘Anhum. Maka, kafirlah mereka yang mengkafirkan para sahabat nabi. Di tambab lagi sebutan Rasulullah ﷺ kepada mereka sebagai Kilabun Naar (anjing-anjing neraka). Maka tidak ragu lagi ini hanya pantas bagi orang kafir.

Namun, pendapat mereka ditolak para fuqaha (ahli fiqih). Mayoritas ulama mengatakan mereka fasiq, bukan kafir. Sebab menurut fuqaha pengkafiran mereka terhadap para sahabat berdasarkan ta’wil mereka kepada Al Quran yaitu Laa Hukma Illa Lillah (tidak ada hukum kecuali milik Allah). Walau ta’wil mereka batil. Berbeda dengan syiah mengkafirkan para sahabat nabi karena kebencian dan kemarahan terhadap para sahabat nabi. Ada pun sebutan anjing-anjing neraka, adalah bentuk kecaman kepada mereka yang belum tentu bermakna kafir, sebagaimana kejahatan lain pun juga diancam dengan neraka seperti bunuh diri, mabuk, tapi bukan berarti pelakunya telah murtad.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan :

وَذَهَبَ أَكْثَرُ أَهْلِ الْأُصُولِ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ إِلَى أَنَّ الْخَوَارِجَ فُسَّاقٌ وَأَنَّ حُكْمَ الْإِسْلَامِ يَجْرِي عَلَيْهِمْ لِتَلَفُّظِهِمْ بِالشَّهَادَتَيْنِ وَمُوَاظَبَتِهِمْ عَلَى أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ

Mayoritas ahli Ushul dari Ahlus Sunnah berpendapat bahwa Khawarij itu FASIQ, dan hukum Islam berlalu atas mereka karena ucapan mereka terhadap dua kalimat syahadat dan keketatan mereka dalam menjalankan rukun Islam.

(Fathul Bari, 12/300)

Al Hafizh mengutip dari Imam Al Khathabi:

أَجْمَعَ عُلَمَاءُ الْمُسْلِمِينَ عَلَى أَنَّ الْخَوَارِجَ مَعَ ضَلَالَتِهِمْ فِرْقَةٌ مِنْ فِرَقِ الْمُسْلِمِينَ وَأَجَازُوا مُنَاكَحَتَهُمْ وَأَكْلَ ذَبَائِحِهِمْ وَأَنَّهُمْ لَا يُكَفَّرُونَ مَا دَامُوا مُتَمَسِّكِينَ بِأَصْلِ الْإِسْلَامِ

Ulama Islam telah ijma’ bahwa khawarij, bersama kesesatan mereka, adalah salah satu kelompok dari berbagai kelompok kaum muslimin. Para ulama membolehkan menikahi mereka, makan sembelihan mereka, dan mereka tidak dikafirkan selama masih berpegang pada dasar Islam. (Ibid)

Hanya saja apa yang dikatakan Al Khathabi Rahimahullah, adanya ijma’ bahwa Khawarij tidak kafir, tidaklah sesuai kenyataan. Sebab, sebagian ahli hadits mengatakan khawarij itu murtad, seperti yang sudah kami katakan.

Imam Ibnu ‘Abidin Rahimahullah menjelaskan:

أَنَّ الْخَوَارِجَ الَّذِينَ يَسْتَحِلُّونَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمْوَالَهُمْ وَيُكَفِّرُونَ الصَّحَابَةَ حُكْمُهُمْ عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ وَأَهْلِ الْحَدِيثِ حُكْمُ الْبُغَاةِ. وَذَهَبَ بَعْضُ أَهْلِ الْحَدِيثِ إلَى أَنَّهُمْ مُرْتَدُّونَ. قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ: وَلَا أَعْلَمُ أَحَدًا وَافَقَ أَهْلَ الْحَدِيثِ عَلَى تَكْفِيرِهِمْ، وَهَذَا يَقْتَضِي نَقْلَ إجْمَاعِ الْفُقَهَاءِ

Sesungguhnya khawarij mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin, dan mengkafirkan para sahabat nabi. Menurut mayoritas ahli fiqih dan ahli hadits, mereka dihukumi sebagai pemberontak.

Sebagian ahli hadits mengatakan mereka adalah orang-orang murtad. Ibnul Mundzir mengatakan: “Aku tidak ketahui seorang pun yang setuju atas pengkafiran oleh ahli hadits terhadap khawarij.” Ini menunjukkan kutipan ijma’ dari para fuqaha.

(Ad Durul Mukhtar, 4/237)

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah menjelaskan:

وقد قال بكفر الخوارج كثرة؛ لكن الصحيح أنهم بغاة ، ولكنهم أشد بغياً من غيرهم

Banyak yang mengatakan bahwa Khawarij itu kafir, tetapi yang shahih adalah mereka itu bughat (pemberontak), tapi pemberontakan mereka lebih parah dari pada yang lainnya. (Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 12/172)

Sedangkan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu sendiri tidak mengkafirkan khawarij.

Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah meriwayatkan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu tentang Khawarij:

أكفارهم قَالَ مِنَ الْكُفْرِ فَرُّوا
قِيلَ فَمُنَافِقُونَهُمْ قَالَ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
قِيلَ فَمَا هُمْ قَالَ قَوْمٌ أَصَابَتْهُمْ فِتْنَةٌ فَعَمُوا فِيهَا وَصَمُّوا وَبَغَوْا عَلَيْنَا وَحَارَبُونَا وَقَاتَلُونَا فَقَتَلْنَاهُمْ

Apakah mereka Kafir?

Ali menjawab: “Mereka justru lari dari kekafiran”

Apakah mereka munafiq?

Ali menjawab: “Orang munafiq itu sedikit sekali berdzikir kepada Allah (sementara Khawarij rajin ibadah, pen)”

Lalu, mereka ini kenapa?

Ali menjawab: “Mereka adalah kaum yang terkena fitnah sehingga mereka buta, tuli, lalu berontak, memerangi kami, dan membunuh kami, maka kami pun memerangi mereka.”

(At Tamhid, 23/335)

💢💢💢💢💢💢💢💢

VI. Kecaman Rasulullah ﷺdan para imam untuk kaum Khawarij

Berikut ini kecaman dalam sunnah:

1. Mereka seburuk-buruknya makhluk

Rasulullah ﷺ bersabda:

هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ

Mereka seburuk-buruknya makhluk dan akhlak mereka sangat buruk.

(HR. Muslim no. 1067)

2. Rasulullah ﷺ menyebut mereka Kilabun Naar (Anjing-anjing neraka)

Dalam sebuah riwayat shahih disebutkan:

حدثنا عبد الرزاق أخبرنا معمر قال سمعت أبا غالب يقول لما أتي برءوس الأزارقة فنصبت على درج دمشق جاء أبو أمامة فلما رآهم دمعت عيناه فقال كلاب النار ثلاث مرات هؤلاء شر قتلى قتلوا تحت أديم السماء وخير قتلى قتلوا تحت أديم السماء الذين قتلهم هؤلاء قال فقلت فما شأنك دمعت عيناك قال رحمة لهم إنهم كانوا من أهل الإسلام قال قلنا أبرأيك قلت هؤلاء كلاب النار أو شيء سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إني لجريء بل سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم غير مرة ولا ثنتين ولا ثلاث قال فعد مرارا. (مسند أحمد بن حنبل)

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdur Razzaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar berkata; Saya mendengar Abu Ghalib berkata;

“Saat kepala-kepala kelompok Azariqah didatangkan dan dipasang ditangga Damaskus, datanglah Abu Umamah. Saat melihat mereka ia meneteskan air mata dan berkata; Anjing-anjing neraka -sebanyak tiga kali- mereka adalah seburuk-buruk korban yang dibunuh dibawah kolong langit, dan sebaik-baik korban yang dibunuh dibawah kolong langit adalah orang-orang yang mereka bunuh.”

Saya bertanya; ” Kenapa kau meneteskan air mata?”

Ia menjawab; “Sebagai rasa kasih sayang terhadap mereka, dulu mereka adalah orang-orang Islam.”

Kami bertanya; “Atas dasar apa saat kau menyebut mereka; Anjing-anjing neraka, ataukah sesuatu yang kau dengar dari Rasulullah ﷺ ?”

Ia berkata; “Sesungguhnya aku (kalau tanpa alasan) tentunya gegabah, tapi aku mendengarnya dari Rasulullah ﷺ bukan hanya sekali, dua kali, tiga kali. Ia mengulanginya berkali-kali.”

(HR. Ahmad no. 22183. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad no. 22183)

3. Rasulullah ﷺ berencana memerangi mereka

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمٌ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ رَطْبًا لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ وَأَظُنُّهُ قَالَ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ ثَمُودَ

“Sesungguhnya dari keturunannya akan muncul suatu kaum yang membaca Kitabullah tetapi hanya sampai tenggorokannya saja. Mereka lepas dari agama sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya. Aku kira Nabi ﷺ juga berkata;

“Seandainya aku hadir pada masa itu aku akan membunuh mereka sebagaimana bangsa Tsamud dibinasakan.”

(HR. Bukhari no. 4351)

Berikut ini kecaman dari para ulama:

1. Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

هَذَا تَصْرِيحٌ بِوُجُوبِ قِتَال الْخَوَارِج وَالْبُغَاة ، وَهُوَ إِجْمَاع الْعُلَمَاء ، قَالَ الْقَاضِي : أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّ الْخَوَارِج وَأَشْبَاهَهُمْ مِنْ أَهْل الْبِدَع وَالْبَغْي مَتَى خَرَجُوا عَلَى الْإِمَام وَخَالَفُوا رَأْي الْجَمَاعَة وَشَقُّوا الْعَصَا وَجَبَ قِتَالهمْ بَعْد إِنْذَارهمْ ، وَالِاعْتِذَار إِلَيْهِمْ

Ini merupakan petunjuk yang jelas wajibnya memerangi khawarij dan para pemberontak dan ini merupakan ijma’ ulama. Al Qadhi berkata: “Para ulama telah ijma’ bahwa khawarij dan yang semisal mereka dari para ahlul bid’ah dan pemberontak, ketika mereka melakukan perlawanan kepada pemimpin dan menyelisihi pendapat jamaah umat Islam dan mereka memecah belah tongkat (persatuan), maka wajib memerangi mereka setelah mereka diberikan peringatan dan ditanyakan alasan mereka.” ( Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/169-170)

2. Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

فإن الأمة متفقون على ذم الخوارج وتضليلهم وإنما تنازعوا في تكفيرهم

Umat Islam telah sepakat atas kecaman terhadap khawarij dan status sesatnya mereka. Hanya saja umat berbeda pendapat tentang kekafiran mereka.

(Majmu’ Al Fatawa, 28/518)

3. Imam Al Ajurri Rahimahullah mengatakan:

لم يختلف العلماء قديما و حديثا أن الخوارج قوم سوء عصاة لله عز وجل و رسوله ﷺ و إن
صاموا و صلوا و اجتهدوا في العبادة ليس ذلك بنافع لهم

“Para ulama terdahulu dan sekarang tidak berbeda pendapat bahwa Khawarij adalah kaum yang buruk, durhaka kepada Allah dan RasulNya ﷺ walau mereka puasa, shalat, dan bersungguh-sungguh dalam ibadah, tidaklah itu bermanfaat bagi mereka.”

(Asy Syari’ah, Hal. 21)

💢💢💢💢💢💢💢💢

VII. Disangka Khawarij Padahal Bukan

Hari ini dengan simplistis, ada kalangan menyebut bahwa: mengkritik pemimpin secara terbuka dan demonstrasi adalah pemberontakan yang ditempuh khawarij modern. Bahkan saat listrik padam beberapa waktu lalu, ada yang menyebut “Hanya orang khawarij yang mengkritik PLN, karena PLN adalah milik pemerintah.” Laa hawlaa walaa quwwata illa billah!

Entah logika bagian mana yang membenarkan penyederhanaan ini: mengkritik sama dengan memberontak, sehingga para pengkritik adalah khawarij.

📌 Menasihati Pemimpin adalah Sunnah Nabi ﷺ bukan pemberontakan

Nabi ﷺ bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya, “Nasihat untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka.”

(HR. Muslim no. 55)

Bahkan ini termasuk JIHAD paling utama:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ

“Dari Abu Said al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang ‘adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.”

(HR. Abu Daud No. 4344. At Tirmidzi No. 2174, katanya: hadits ini hasan gharib. Ibnu Majah No. 4011, Ahmad No. 18830, dalam riwayat Ahmad tertulis Kalimatul haq (perkataan yang benar). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 18830)

📌 Menasihati Secara Terang-Terangan Adalah Cara Syar’i, Bukan Pemberontakan

Para ulama Kontemporer membenarkan hal ini. Nasihat secara terbuka, pegingkaran secara terang-terangan, jika memang membawa maslahat dan efektif adalah hal yang diperbolehkan. Sebagaimana yang difatwakan oleh Syaikh Abdullah bin Hasan Al Qu’ud (anggota Al Lajnah Ad Daimah Arab Saudi di era Syaikh Ibnu Baaz), Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, dll.

Para ulama ini mengkritisi pihak yang melarang secara mutlak, bahwa mereka hanya berpegang pada sebagian dalil tapi melupakan dalil lainnya. Misalnya hadits ‘ Iyadh bin Ghanm Radhiyallahu ‘Anhu, dalam Musnad Ahmad, dimana Rasulullah ﷺ mengajarkan untuk menasihati pemimpin dengan sembunyi atau empat mata. Dari sisi sanad, hadits ini pun masih debatable. Lalu, dalil lain yang menunjukkan bolehnya menasihati secara terbuka mereka lupakan, atau sekalipun dipakai tapi dita’wil dan diartikan secara takalluf (memaksakan dan tidak pada tempatnya) agar ujung-ujungnya tetap haram menasehati pemimpin secara terbuka.

Syaikh Ibnu Al’ Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

وأقول لكم: إنه لم يضل من ضل من هذه الأمة إلا بسبب أنهم يأخذون بجانب من النصوص ويدعون جانباً، سواء كان في العقيدة أو في معاملة الحكام أو في معاملة الناس، أو في غير ذلك

“Aku katakan kepada kalian: Kesesatan yang terjadi pada umat ini tidaklah terjadi, kecuali karena mereka mengambil sebagian dalil saja, sama saja apakah itu dalam urusan aqidah, atau muamalah terhadap penguasa, atau muamalah kepada manusia, atau hal lainnya.”

Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah melanjutkan:

مسألة مناصحة الولاة، من الناس من يريد أن يأخذ بجانب من النصوص وهو إعلان النكير على ولاة الأمور، مهما تمخض عنه من المفاسد، ومنهم من يقول: لا يمكن أن نعلن مطلقاً، والواجب أن نناصح ولاة الأمور سراً كما جاء في النص الذي ذكره السائل، ونحن نقول: النصوص لا يكذب بعضها بعضاً، ولا يصادم بعضها بعضاً، فيكون الإنكار معلناً عند المصلحة، والمصلحة هي أن يزول الشر ويحل الخير، ويكون سراً إذا كان إعلان الإنكار لا يخدم المصلحة، لا يزول به الشر ولا يحل به الخير

“Masalah menasehati penguasa, ada dari sebagian orang yang hendak berpegang dengan sebagian dalil yaitu mengingkari penguasa secara terbuka, walaupun sikap tersebut hanya mendatangkan mafsadah. Di sisi lain ada pula sebagian orang yang beranggapan bahwa mutlak tidak boleh ada pengingkaran secara terbuka, sebagaimana dijelaskan pada dalil yang disebutkan oleh penanya. Namun demikian, saya menyatakan bahwa dalil-dalil yang ada tidaklah saling menyalahkan dan tidak pula saling bertentangan. Oleh karena itu, BOLEH MENGINGKARI PENGUASA SECARA TERBUKA BILA DI ANGGAP DAPAT MEWUJUDKAN MASLAHAT, yaitu hilangnya kemungkaran dan berubah menjadi kebaikan. Dan boleh pula mengingkari secara tersembunyi atau rahasia bila hal itu dapat mewujudkan maslahat/kebaikan, sehingga kerusakan tidak dapat dihilangkan dan tidak pula berganti dengan kebaikan.”

(Lihat: Liqaa Al Baab Al Maftuuh No. 62)

Ada pun Syaikh Abdullah bin Hasan Al Qu’ud Rahimahullah, dia mengatakan menasihati pemerintah baik tertutup atau terbuka sama-sama diperintahkan tergantung kondisinya.

فأنا أرى إن كان هذا الأمر الذي سيُنصح به أمر ظاهر ومعلَن وواضح ، فالمنكر المعلن الواضح الظاهر أرى أنه لا حرج في أن يناصَح الحاكم من مواجهة أو من عمود صحيفة أو من منبر أو بأي أسلوب من الأساليب إذا كان المنكر واضح وواقع في الناس وعلني ، فالقاعدة السليمة أن ما ينكر إذا كان علناً عولج ونُصِح به علناً . أما إذا كان المنكر لم يظهر ، ولم يُعلَم للناس ولا يزال في مثل هذه الأمور ، خفي ، فهنا لا ، المفروض أن تكون المناصحة به سراً 
فأنا لست مع من يقول انصحوا سراً أو فرادى ، ولا مع من يقول لا ، نفسه انصحوا علناً ، وجماعة ، فالكل مطلوب لكن باختلاف الأحوال

المرجع : شريط ( وصايا للدعاة – الجزء الثاني) للشيخ عبد الله بن حسن القعود

Aku berpendapat, jika permasalahannya adalah masalah yang memang nampak, terang, dan jelas, lalu dilakukan pengingkaran secera terang-terangan dan jelas pula, maka hal itu menurutku tidak apa-apa menasihati pemimpin baik secara langsung berhadapan, atau di media massa, atau di atas mimbar, atau cara apa pun, jika memang kemungkarannya jelas terjadi di tengah-tengah manusia dan terangan-terangan.

Maka, kaidah yang benar adalah kemungkaran yang terang-terangan maka nasihati dan berikan solusi secara terang-terangan. Ada pun kemungkaran yang tersembunyi dan tidak beredar di tengah-tengah manusia, dan tetap tersembunyi, maka wajib menasihatinya secara diam-diam.

Aku bukanlah orang yang bersama pihak yang mengatakan nasihat hanya diam-diam saja atau sendiri-sendiri, dan tidak pula bersama yang mengatakan “tidak”, yang hanya memberikan jalan keluar dengan nasihat secara terbuka dan beramai-ramai. Tetapi, SEMUA INI ADALAH CARA YANG DIPERINTAHKAN, sesuai kondisinya masing-masing yang berbeda.

(Kaset: Washaya Lid Du’ah, Juz 2)

📌 Menasihati Pemimpin Secara Terbuka dan Di Depan Umum Juga Terjadi di masa Salaf

Ketika Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu menyampaikan khutbah di atas mimbar, dia hendak membatasi Mahar sebanyak 400 Dirham, sebab nilai itulah yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ, jika ada yang lebih dari itu maka selebihnya dimasukkan ke dalam kas negara.

Hal ini diprotes langsung oleh seorang wanita, di depan manusia saat itu, dengan perkataannya: “Wahai Amirul mu’minin, engkau melarang mahar buat wanita melebihi 400 Dirham?” Umar menjawab: “Benar.” Wanita itu berkata:

“Apakah kau tidak mendengar firman Allah: “ …. sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?.” (QS. An Nisa (4): 20)

Umar menjawab; “Ya Allah ampunilah, semua manusia lebih tahu dibanding Umar.” Maka umar pun meralat keputusannya.

(Lihat Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/244. Imam Ibnu katsir mengatakan: sanadnya jayyid qawi (baik lagi kuat). Sementara Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini menyatakan hasan li ghairih)

Di masa Gubernur Marwan bin Al Hakam di Madinah, saat di lapangan shalat ‘Id, dia mengubah tata cara shalat’ Id menjadi seperti shalat Jumat (mendahulukan khutbah sebelum shalat) agar jamaah shalat tidak pulang saat mendengarkan khutbah. Akhirnya Gubernur ini ditegur keras oleh Katsir bin Ash Shalt.

Berikut ini kisahnya:

أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Orang pertama yang berkhutbah pada Hari Raya sebelum shalat Hari Raya didirikan ialah Marwan. Lalu seorang lelaki berdiri dan berkata kepadanya, “Shalat Hari Raya itu hendaknya dilakukan sebelum membaca khutbah!.”

Marwan menjawab, “Sungguh, apa yang ada dalam khutbah sudah banyak ditinggalkan.” Kemudian Abu Said berkata, “Sungguh, orang ini (laki-laki yang menegur Marwan) telah memutuskan (melakukan) sebagaimana yang pernah aku dengar dari Rasulullah ﷺ, bersabda: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.”

(HR. Muslim no. 49)

Laki-laki itu (Katsir bin Shalt) telah menasihati dan mengingkari perbuatan gubernur di hadapan jamaah shalat ‘Id. Hal itu dibenarkan oleh Abu Sa’ id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu sebagai salah satu cara mencegah kemungkaran, bukan disebut memberontak apalagi khawarij.

📌 Demonstrasi Damai Bukan Khawarij

Para ulama dan imam hari ini seperti Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Syaikh Farid Washil, Syaikh Mushthafa Az Zarqa, Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, Syaikh Ibnu Al Jibrin, Syaikh Mun’im Ar Rifa’i, Syaikh Abdullah Al Faqih, dan lainnya, menyatakan bolehnya demonstrasi damai untuk menyatakan pendapat, menuntut hak, memprotes kezaliman zionis, atau penguasa zalim di negeri lain, dan negeri sendiri.

Tentunya para ulama ini bukanlah khawarij. Mereka hanyalah berbeda pendapat dengan pihak yang melarang demonstrasi seperti sebagian para ulama kerajaan Arab Saudi, misal: Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Al Luhaidan, Syaikh Ghudyan, Syaikh Shalih Al Fauzan, dll, yang menganggap demonstrasi bukan cara Rasulullah ﷺ. Di tambah lagi memang kultur politik, kondisi, dan undang-undang di sana tidak memungkin melakukan aksi demonstrasi damai.

Ada pun di negeri kita, MUI telah melalukan ijtima’ tahun 2012 di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. Bahwa hukum demonstrasi pada asalnya adalah mubah dan tidak ada dalil yang melarangnya, jika untuk amar ma’ruf nahi munkar, dan melalukan perbaikan berdasarkan Al Quran dan As Sunnah. Bahkan bisa menjadi sunnah dan wajib, jika ada qarinah dan kondisinya menuntut untuk itu. Tapi demonstrasi juga bisa haram, jika dilalukan anarkis dan brutal. Keputusan fiqih MUI ini, tentunya sangat tidak pantas disebut rencana pemberontakan apalagi khawarij. Itu sangat jauh.

Demikian. Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa’ Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🍁🌷🌿🍃🍀🌸🌳🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top