Menafsirkan Al Quran Tanpa Ilmu Adalah Perbuatan Terlarang

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Ketentuan ini berlaku bagi siapa saja. Menafsirkan Al Quran tanpa ilmu, bukan hanya merusak pemahaman terhadap agama, membawa absurditas, serta membawa kerusakan bagi manusia lantaran Al Quran dijadikan bahan permainan akal manusia dan hawa nafsunya. Melainkan juga pelakunya mendapatkan ancaman dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من قال في القرآن بغير علم فليتبوأ مقعده من النار

“Barangsiapa yang berkata tentang (isi) Al Quran dengan tanpa ilmu, maka disediakan baginya tempat duduk di neraka.” (HR. At Tirmidzi No. 4022, katanya: hasan shahih)

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ومن قال في القرآن برأيه فليتبوأ مقعده من النار

“Barangsiapa yang berkata tentang (isi) Al Quran dengan akal pikirannya semata, maka disediakan bagianya tempat duduk di neraka.” (HR. At Tirmidzi No. 4023, katanya: hasan)

Bagaimana maksud hadits yang mulia ini? Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah (w. 1353H):

“ومن قال” أي من تكلم “في القرآن” أي في معناه أو قراءته “برأيه” أي من تلقاء نفسه من غير تتبع أقوال الأئمة من أهل اللغة والعربية المطابقة للقواعدالشرعية بل بحسب ما يقتضيه عقله وهو مما يتوقف على النقل بأنه لا مجال للعقل فيه كأسباب النزول والناسخ والمنسوخ وما يتعلق بالقصص والأحكام

“Wa man qaala” yaitu barang siapa yang berbicara, “fil Quran” yaitu tentang makna Al Quran atau bacaannya, “bi Ra’yihi ” yaitu sesuai dengan nafsunya dengan tanpa mengikuti perkataan para imam ahli bahasa dan arab,  (tanpa) menyesuaikan dengan kaidah-kaidah syariat. Bahkan akalnya harus mengikuti apa-apa yang disikapi oleh dalil, karena sesungguhnya tidak ada tempat bagi akal di dalamnya, seperti masalah asbabun nuzul, nasikh mansukh, dan hal yang terkait dengan kisah dan hukum. (Tuhfah Al Ahwadzi, 8/278-279)

Oleh karena itu, Imam Ibnu Katsir Rahimahullah (w. 774H) dengan tegas mengharamkan tafsir bir ra’yi (tafsir dengan akal/rasio), dengan ucapannya:

فأما تفسير القرآن بمجرد الرأي فحرام

“Ada pun tafsir Al Quran semata-mata dengan ra’yu, maka itu haram.” Lalu beliau menyebutkan hadits-hadits di atas. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/10. Dar Thaibah Lin Nasyr wat Tauzi’)

Menafsirkan Al Quran dengan akal yakni tafsir bir ra’yi tidak selamanya terlarang, selama orang tersebut melakukannya dengan ijtihad yang benar, memahami seluk beluk bahasa Arab dengan baik dan niat yang bersih. Dan ini jelas tidak semua orang mampu melakukannya. Hendaknya dikembalikan kepada spesialisnya.

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🌻🍃🌸🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top