Imam Ibnu ‘Asakir memberikan nasihat buat kita, khususnya orang yang merendahkan ulama:
يا أخي وفقنا الله وإياك لمرضاته وجعلنا ممن يغشاه ويتقيه حق تقاته أن لحوم العلماء مسمومة وعادة الله في هتك أستارمنتقصيهم معلومة وأن من أطلق لسانه في العلماء بالثلب ابتلاه الله تعالى قبل موته بموت القلب فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم
Wahai saudaraku –semoga Allah memberikan taufiq kepada saya dan anda untuk mendapatkan ridhaNya dan menjadikan kita termasuk orang yang bertaqwa kepadaNYa dengan sebenar-benarnya- dan Ketahuilah, bahwa daging–daging ulama itu beracun, dan sudah diketahui akan kebiasaan Allah dalam membongkar tirai orang-orang yang meremehkan mereka, dan sesungguhnya barang siapa yang melepaskan mulutnya untuk mencela ulama maka Allah akan memberikan musibah baginya dengan kematian hati sebelum ia mati: maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
(Imam An Nawawi, At Tibyan, Hal. 30. Mawqi’ Al Warraq)
Dari ucapan Imam Ibnu ‘Asakir Rahimahullah ini kita dapati beberapa pelajaran:
1. Orang yang menghina, merendahkan, melecehkan, dan mempersekusi ulama, maka Allah akan mengazabnya.
2. Di antaranya adalah matinya hati sebelum dia mati badannya
3. Allah juga akan bongkar tirai yang menutupi keburukan mereka
Nah, ulama yang bagaimana yang dimaksud? Yaitu ulama akhirat. Ulama yang telah mengenyampingkan dunia, dia menjual dirinya untuk agama Allah, dengan dakwah, istiqamah, dan jihad. Menerangi umat dari kegelapan dan mengeluarkan mereka dari tipuan dunia. Dunia bukan obsesinya, tetapi akhirat itu yg lebih baik dan abadi (wal akhiratu khairuw wa abqa).
Ada pun ulama suu’, bukanlah yang dimaksud, yaitu ulama yang menjadi hamba dunia. Dunia adalah impian dan obsesinya, menyalahgunakan ilmunya sampai menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Allah Ta’ala mengabadikan tentang ulama suu’ di zaman Bani Israil, yaitu Bal’am Ba’ura, sebagaimana ayat berikut:
وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَثۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِنَاۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ
Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.
(QS. Al-A’raf, Ayat 176)
Wallahu A’lam
✍ Farid Nu’man Hasan