Pertarungan antara haq dan batil itu abadi, tidak pernah libur
Sebagaimana kema’rufan dan kemungkaran selalu berhadapan saling mengalahkan
Hal tersebut juga terjadi di Indonesia yang kita cintai
Contoh kemungkaran yang paling fresh adalah pelarangan jilbab secara halus bagi paskibra muslimah.
Pelarangan ini begitu halus karena tidak ada kata “terlarang” dan “wajib lepas”, yang ada adalah pakaian busana paskibra harus mengikuti ketentuan yang berlaku (yaitu tanpa jilbab). Ini peraturan yang dilindungi oleh BPIP
Sehingga ini menjadi kemungkaran yang terlembagakan krn mendapatkan tempat oleh lembaga negara
Maka, umat Islam, para da’i, partai Islam, legislator muslim, tidak boleh diam. Harus ada kritik tegas dan jelas sebagai upaya Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Sebab Allah Ta’ala berfirman:
{ وَٱتَّقُواْ فِتۡنَةٗ لَّا تُصِيبَنَّ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمۡ خَآصَّةٗۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ }
Dan lindungilah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. [Surat Al-Anfal: 25]
Ayat ini begitu gamblang menjelaskan bahwa malapetaka akan datang merata tidak peduli orang jahat atau orang baik, semuanya merasakan.
Kenapa bisa terjadi? Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:
يُحَذِّرُ تَعَالَى عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ فِتْنَةً أَيِ اخْتِبَارًا وَمِحْنَةً يَعُمُّ بِهَا الْمُسِيءَ وَغَيْرَهُ لَا يَخُصُّ بِهَا أَهْلَ الْمَعَاصِي وَلَا مَنْ بَاشَرَ الذَّنْبَ بَلْ يَعُمُّهُمَا حَيْثُ لَمْ تُدْفَعُ وَتُرْفَعُ
Allah ﷻ memberikan peringatan kepada orang-orang beriman tentang datangnya FITNAH, yaitu ujian dan bala bencana, yang akan ditimpakan secara merata baik orang yang jahat atau yang lainnya, tidak khusus pada pelaku maksiat saja dan pelaku dosa, tetapi merata, yaitu dikala maksiat itu tidak dicegah dan tidak dihapuskan. (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 4/32)
Amar Ma’ruf Nahi Munkar juga upaya mencegah datangnya sanksi Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهۡلِكَ ٱلۡقُرَىٰ بِظُلۡمٖ وَأَهۡلُهَا مُصۡلِحُونَ
Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim, selama penduduknya masih ada mushlihun (orang-orang yang mengajak berbuat kebaikan). (QS. Hud, Ayat 117)
Mushlihun bukan hanya shalih untuk dirinya sendiri, tapi dia mengajak orang lain untuk shalih dan menjauh dari kemaksiatan
Amar ma’ruf (mengajak kebaikan) relatif lebih ringan dan aman dan banyak pemainnya. Sebab, umumnya manusia – walau pun jahat- sudah tahu dan sepakat “kebaikan adalah kebaikan”.
Nahi munkar (mencegah kemungkaran) lebih sedikit pemainnya, karena resikonya yang besar. Sebab, tidak jarang pelaku kemungkaran akan melawan pencegahan itu. Mata pencaharian mereka terganggu.
Belum lagi fitnah, tuduhan, dan stigma negatif, sampai ancaman fisik, yang setiap saat bisa menyerang balik mereka.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar, bukan hanya kepada penjudi, pemabuk, pezina, dan kenakalan remaja, tapi juga kepada koruptor, kebijakan negara yang menyengsarakan rakyat, atau kebijakan yang mendeskreditkan Islam dan umatnya.
Pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar bisa melakukan aksi mulia ini; baik masuk ke dalam sistem (kekuasaan) dan mewarnai dari dalam, bertarung dari dalam, dengan segala peluang resiko dan maslahatnya.
Bisa juga melakukan dari luar sistem dgn segala resiko dan maslahatnya.
Intinya, Amar Ma’ruf Nahi Munkar tidak boleh berhenti. Sebab, begitu banyak bahaya yang muncul jika sebuah negeri sdh kosong dari Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Allah Ta’ala berfirman:
لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۢ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ
كَانُواْ لَا يَتَنَاهَوۡنَ عَن مُّنكَرٖ فَعَلُوهُۚ لَبِئۡسَ مَا كَانُواْ يَفۡعَلُونَ
Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Mereka tidak saling mencegah perbuatan munkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat. [Surat Al-Ma’idah: 78-79]
Demikian. Wallahu A’lam
Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam
✍️ Farid Nu’man Hasan