Da’i dan Aktivis Islam Itu (Seharusnya) Bagaikan Dokter Spesialis yang Menentramkan

Jika dokter spesialis dihadapkan pasien yang mengalami komplikasi; mulai dari penyakit ringan, sedang, berat, dan sangat berat yg mengancam nyawa, maka dia akan memilih penyakit yang paling membahayakan bagi nyawa pasiennya utk ditangani lebih dulu

Tidak mungkin kutil dan cantengan di tubuh pasien menyita seluruh perhatian dan tenaga si dokter. Dia akan menangani jantung yang bocor atau ginjal yang tidak berfungsi atau kanker hati atau pecahnya pembuluh darah yang dialami oleh pasien tsb.

Inilah gambaran tentang apa seharusnya menjadi pusat perhatian, amal, diskusi, penyelesaian, dan kerjasama yang dilakukan oleh para aktivis Islam dan para da’inya.

Selesaikan agenda-agenda keumatan yang besar dan paling menyentuh jantung eksistensi umat. Seperti murtadisasi di kantong kantong muslim yang fakir dan miskin, pembantaian di Gaza, Rafah, dll, rusaknya moral para pemuda/i Islam, dll .. dibanding meributkan tanpa henti perkara khilafiyah yang memang perdebatan para ulama sejak belasan abad yang lalu.

Lihatlah marahnya Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma kepada pemuda Iraq yang begitu perhatian terhadap “apa hukum membunuh nyamuk” padahal di negeri pemuda itu (Iraq) cucu Rasulullah ﷺ dibunuh. Dia lebih perhatian kepada darah nyamuk dibanding darah manusia.

Dalam Musnad Imam Ahmad diceritakan, Ibnu Abi Nu’aim berkata:

عَنِ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ يَسْأَلُ عَنْ دَمِ الْبَعُوضِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ مِمَّنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا مِنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ قَالَ انْظُرُوا إِلَى هَذَا يَسْأَلُنِي عَنْ دَمِ الْبَعُوضِ وَقَدْ قَتَلُوا ابْنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ هُمَا رَيْحَانَتِي مِنْ الدُّنْيَا

Saya pernah duduk di majelis Ibnu Umar. Lalu datanglah seorang laki-laki kepadanya dan bertanya tentang hukum menumpahkan darah nyamuk. Lalu Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Dari mana kamu?” laki-laki itu menjawab, “Dari penduduk Irak.” Ibnu Umar kemudian berkata, “Lihatlah kepada laki-laki ini, dia menanyakan kepadaku tentang darah nyamuk, padahal mereka telah membunuh cucu Rasulullah ﷺ, padahal saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Hasan dan Husain adalah kebanggaanku (buah hatiku) di dunia ini.”

(HR. Ahmad no. 5670. Dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Syu’aib al Arnauth, dll)

Bukannya tidak boleh membahas khilafiyah. Silahkan bahas. Tapi bahaslah dengan ilmu, cinta, ukhuwah, bukan untuk jago2an, lalu melupakan serangan musuh-musuh besar Islam yang siap menerkam kapan saja.

Lihatlah dan sadarlah.. orang-orang kafir dan munafik bertepuk tangan kegirangan disaat umat Islam, aktivisnya, dan para ustadz dan ulamanya ribut sendiri, bertengkar tiada ujung mendebat nasab Ba’alawi, halal-haram musik, Idul Adha ikut Wuquf atau tanggal 9 Zulhijjahnya di negeri masing-masing, dan perkara khilafiyah ijtihadiyah lainnya yang memang sejak zaman silam tidak pernah selesai.

Sepintar apa pun seorang Ustadz walau dia mampu membuat buku setebal sak semen, dia tidak akan mampu memfinalkan dan menghilangkan perkara yang diperselisihkan para ulama tsb.

Jangan jadikan permusuhan dan keributan adalah kenormalan dalam kehidupan beragama. Sebab, normalnya org beragama adalah mencintai sesama saudaranya, menjaga lisannya, husnuzhan sesama muslim, lapang dada atas apa yg tidak disukai, mengapresiasi apa yang disukai, fanatik kepada Islamnya bukan fanatik kepada kelompok dan golongannya..

Jika kondisi Gaza, Refah, rusaknya moralitas pemuda, dan sederet persoalan berat umat Islam, tidak mampu menyadarkan dan membuat sesama muslim, aktivis, dan da’i-nya bersatu dan bergandeng tangan .. Lalu penderitaan apalagi yang harus kita alami untuk bisa bersama dan saling memaafkan?

Apakah kita menunggu dihentikan oleh batu nisan masing-masing…. ?

Wallahul Musta’an wa ‘Alaihit Tuklan

✍️ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top