Berkoalisi dengan Pemerintah Zalim

Allah Ta’ala melarang menjadi pendukung kezaliman, termasuk para penguasa zalim.

Sejumlah ayat Al Quran dan Sunnah Nabi ﷺ menegaskan larangan menjadi pembela orang-orang zalim dan satu barisan dengan mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS. Hud: 113)

Dalam ayat lain:

وَلَا تُطِيعُوٓاْ أَمۡرَ ٱلۡمُسۡرِفِينَ ٱلَّذِينَ يُفۡسِدُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا يُصۡلِحُونَ

Dan janganlah kamu taati orang-orang yang melampuai batas.(yaitu) mereka yang membuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan. (QS. Asy Syu’ara: 151-152)

Ayat lain:

وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطٗا

Dan janganlah kalian taati orang yang Kami lupakan hatinya untuk mengingat Kami dan ia mengikuti hawa nafsu dan perintahnya yang sangat berlebihan. (QS. Al Kahfi: 28)

Ada pun dalam hadits, Nabi ﷺ bersabda:

«اسْمَعُوا، هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ؟ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الحَوْضَ،َ»

“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sesudahku nanti akan ada para pemimpin?

Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan mendukung kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga.”

(HR At Tirmidzi no. 2259, An Nasa’i no. 4208, Imam At Tirmidzi dalam Sunannya mengatakan: SHAHIH. Dalam Kanzul ‘Ummal, Imam Alauddin al Hindi mengatakan: SHAHIH. (no. 14891)

Ayat dan hadits ini merupakan kecaman keras kepada para penguasa yang zalim atau orang-orang zalim secara umum. Sebab, kezaliman bisa dilakukan oleh siapa pun bukan hanya penguasa.

Selain itu, terlarang menjadi pendukung orang-orang zalim, dan satu barisan bersama mereka. Membenarkan kedustaan dan kezaliman mereka sejadi-jadinya.

Bahkan Allah Ta’ala mengancam dengan keras kepada para pendukungnya yaitu neraka. Begitulah kepada para pendukungnya, lalu bagaimana dengan orang zalimnya sendiri?

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda:

إن في جهنم واد ، في ذلك الوادي بئر يقال له هبهب ، حق على الله تعالى أن يسكنها كل جبار

“Sesungguhnya di neraka jahanam ada sebuah lembah, di lembah tersebut terdapat sumur yang dinamakan Hab Hab, yang Allah Ta’ala tetapkan sebagai tempat tinggal bagi setiap diktator.”

(HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Ausath, No. 3548, Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shaihihain, No. 8765, katanya: Shahih. Imam Al Haitsami mengatakan sanadnya hasan. Lihat Majma’uz Zawaid, 5/197. Ini lafaz milik Al Hakim)

Dari Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu, RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

سَيَكُونُ أَئِمَّةٌ مِنْ بَعْدِي يَقُولُونُ وَلا يُرَدُّ عَلَيْهِمْ، يَتَقَاحَمُونَ فِي النَّارِ كَمَا تَتَقَاحَمُ الْقِرَدَةُ “

Akan datang para pemimpin setelahku yang ucapan mereka tidak bisa dibantah, mereka akan masuk ke neraka berdesa-desakkan seperti kera yang berkerubungan.

(HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 925, Al Awsath No. 5311, Abu Ya’la, No. 7382, menurut Syaikh Husein Salim Asad: isnadnya shahih)

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Sallam bersabda:

وَمَنْ أَتَى السُّلْطَانَ افْتُتِنَ

Siapa yang mendatangi penguasa maka dia akan terkena fitnah.

(HR. Ahmad no. 3362. SHAHIH. sebagaimana dikatakan Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Syu’aib Al Arnauth, dll)

Ada pun nasihat salaf, juga begitu tegas agar tidak mendekati pintu penguasa yang zalim.

Hudzaifah Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

«إِيَّاكُمْ وَمَوَاقِفَ الْفِتَنِ» قِيلَ: وَمَا مَوَاقِفُ الْفِتَنِ يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ؟ قَالَ: «أَبْوَابُ الْأُمَرَاءِ يَدْخُلُ أَحَدُكُمْ عَلَى الْأَمِيرِ فَيُصَدِّقُهُ بِالْكَذِبِ وَيَقُولُ لَهُ مَا لَيْسَ فِيهِ»

Hati-hatilah kalian terhadap pos-posnya fitnah. Ditanyakan: “Apakah pos-posnya fitnah itu, wahai Abdillah?” Beliau menjawab: “Yaitu pintu-pintu penguasa, kalian masuk ke pintu seorang penguasa lalu kalian membenarkan dia dengan kedustaan, dan mengatakan kepada dia apa-apa yang dia tidak pernah lakukan (menjilat).

(Imam Abdurrazzaq, Al Mushannaf, 11/316)

Demikianlah nasihat Allah Ta’ala dalam Al Quran, Rasul-Nya dalam sunnah yang mulia, serta kaum salaf agar kaum muslimin, senantiasa bersama orang-orang yang benar, tidak mendekat kepada penguasa zalim, dan hati-hati terhadap doa orang-orang terzalimi (da’watul mazhlum).

Dan masih banyak lagi peringatan tentang bahaya yang menimpa ulama jika mereka dekat-dekat dengan para pemimpin zalim dan fasiq.

Fitnah yg mereka alami adalah fitnah dunia, harta dan tahta. Fatwa mereka bisa dibeli, prilaku kezaliman penguasa bisa distempel SAH para ulama tersebut.

Kapan Dibolehkan Mendekati Penguasa?

Yaitu jika pemimpin tersebut adil dan aktivis Islam pun dalam keadaan mampu, kuat, dan berwibawa. Bukan dalam keadaan lemah, rapuh, dan mudah disetir, apalagi meminta-minta jatah menteri. Dengan demikian menasihati pemimpin benar-benar akan berjalan, bukan justru aktivis Islam yang malah menjadi bumper penguasa.

Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah mengatakan tentang makna berbagai hadits dan atsar di atas:

مَعْنَى هَذَا الْبَابِ كُلِّهِ فِي السُّلْطَانِ الْجَائِرِ الْفَاسِقِ فَأَمَّا الْعَدْلُ مِنْهُمُ الْفَاضِلُ فَمُدَاخَلَتُهُ وَرُؤْيَتُهُ وَعَوْنُهُ عَلَى الصَّلَاحِ مِنْ أَفْضَلِ أَعْمَالِ الْبِرِّ أَلَا تَرَى أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِنَّمَا كَانَ يَصْحَبُهُ جِلَّةُ الْعُلَمَاءِ مِثْلُ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَطَبَقَتِهِ وَابْنِ شِهَابٍ وَطَبَقَتِهِ وَقَدْ كَانَ ابْنُ شِهَابٍ يَدْخُلُ إِلَى السُّلْطَانِ عَبْدِ الْمَلِكِ وَبَنِيهِ بَعْدَهُ وَكَانَ مِمَّنْ يَدْخُلُ إِلَى السُّلْطَانِ الشَّعْبِيُّ وَقَبِيصَةُ بْنُ ذُؤَيْبٍ، وَالْحَسَنُ، وَأَبُو الزِّنَادِ، وَمَالِكٌ، وَالْأَوْزَاعِيُّ، وَالشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَجَمَاعَةٌ يَطُولُ ذِكْرُهُمْ وَإِذَا حَضَرَ الْعَالِمُ عِنْدَ السُّلْطَانِ غِبًّا فِيمَا فِيهِ الْحَاجَةُ إِلَيْهِ وَقَالَ خَيْرًا وَنَطَقَ بِعِلْمٍ كَانَ حَسَنًا وَكَانَ فِي ذَلِكَ رِضْوَانُ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ

Makna semua ini adalah mendatangi penguasa yang zalim lagi fasiq. Ada pun kepada penguasa yang adil, yang memiliki keutamaan, maka masuk kepada mereka, melihat dan menolong mereka dalam kebaikan  termasuk amal yang paling utama.

Bukankah Anda lihat Umar bin Abdul Aziz bersahabat dgn para pembesar ulama, seperti Urwah bin Az Zubeir, dan yang sezaman dengannya, Ibnusy Syihab dan yang seangkatan dengannya. Dahulu, Ibnusy Syihab ke istana Abdul Malik dan masa pemerintahan anaknya di masa setelahnya.

Selain itu, yang pernah ke isyana para penguasa seperti Asy Sya’biy, Qabishah bin Dzu’aib, Al Hasan, Abuz Zinad, Malik, Asy Syafi’iy, dan masih banyak lagi kisah tentang mereka.

Jika datang seorang ulama kepada penguasa, ia datang secara berkala sesuai keperluannya kepadanya. Dia berkata yang baik-baik, berbicara dengan ilmu, dan saat itu begitu bagus dan semoga Allah Ta’ala meridhai sampai hari berjumpa denganNya.

(Jaami’ Bayan Al’Ilmu wa Fadhlih, Hal. 191)

Al ‘Allamah Yusuf Al Qaradhawi Rahimahullah mengatakan, bahwa tidak boleh berkoalisi dengan pemerintah yang zalim kecuali jika pemerintah itu memberikan peluang dan keleluasaan kepada aktivis dan umat Islam dalam melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan syariat Allah Ta’ala dan tidak menyelisihi perintah Allah dan RasulNya. (Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid. 3, hal. 612. Pustaka Al Kautsar)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ ℕ’ ℍ

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top