▪▫▪▫▪▫▪▫
📨 PERTANYAAN:
Assalamu’alaikum Ustadz Farid
Afwan izin mengajukan pertanyaan ya Ustadz 🙏🏻
Terkait pertanyaan dari Om saya yg berprofesi sebagai peternak ikan diantaranya lele, gurame, patin, nila.
Nah kemarin pas lebaran ana silaturahim ke beliau ternyata beliau punya pertanyaan begini..
Apa hukumnya memakan ikan lele yg diberikan makan (tidak rutin) dengan daging ayam yang matinya tidak disembelih alias bangkai ayam.. bangkai ayam ini sblm diberikan ke ikan lele tsb terlebih dahulu dicuci dan sempat dimasak dg merebusnya baru stlh dingin dikasihkan ke ikan2 lele.Hal ini beliau bandingkan dengan kondisi manusia yg makan roti yg dicampur dg daging babi (menurut beliau roti plus daging babi tsb jelas haramnya).
Tetapi yg ditanyakan ini adalah bagaimana kalau kita makan ikan lele yg pernah atau sesekali diberikan makan berupa daging ayam yg tdk disembelih terlebih dahulu yg mana secara umum kita semua tahu bahwa ayam adalah hewan yg aslinya halal untuk dimakan manusia (muslim)tetapi dikasih makan ke ikan lele kemudian ikan lele tsb dimakan oleh manusia.
Mohon pencerahannya atas hal ini ya Ustadz. Syukron wa Jaazakumullahu khoiron katsiron.
Wassalam
sugiarto dari depok 🙏🏻(+62 815-1398-xxxx)
📬 JAWABAN
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..
Itu namanya hewan Al Jalaalah, hewan pemakan najis-najis, baik kotoran atau bangkai. Rinciannya, JIKA najis dan bangkai itu adalah makanan DOMINANnya, maka tidak boleh memakan hewan tersebut kecuali setelah tiga hari kita pisahkan dia dari makanan seperti itu. Tapi jika TIDAK DOMINAN, lebih banyak makanan sucinya maka BOLEH.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:
إذا كان الطعام الذي يقدم للسمك أكثره طاهر ، جاز أكل السمك ولا حرج في ذلك
وإن كان أكثره من الميتات النجسة (فهذه يسميها العلماء الجلالة) فلا يجوز أكل السمك حتى تمنع عنه النجاسة ثلاثة أيام فأكثر ، ويُطعم من الطاهرات ليطيب لحمه .
Jika makanan ikan tersebut mayoritas adalah makanan yang suci, maka boleh makan ikan tsb dan tidak masalah.
Jika paling banyak makannya adalah bangkai yg najis (istilahnya Al Jalaalah), maka tidak boleh memakannya sampai ditahan dulu tiga hari atau lebih, lalu dimakan karena dagingnya sudah kembali baik.
(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 170264)
Imam Al Bahutiy Rahimahullah berkata Kasysyaf Al Qina’:
فَصْل وَتَحْرُمُ الْجَلَّالَةُ وَهِيَ الَّتِي أَكْثَرُ عَلَفِهَا النَّجَاسَةُ وَلَبَنُهَا) لِمَا رَوَى ابْنُ عُمَرَ قَالَ: «نَهَى النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَنْ أَكْلِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا» رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ قَالَ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Pasal tentang haramnya Al Jalaalah dan susunya, yaitu hewan yang mayoritas makanannya adalah benda najis. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma: “Nabi ﷺ melarang memakan hewan Al Jalaalah dan susunya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, katanya: Hasan Gharib)
(Kasysyaf Al Qina’, 6/193-194)
Kenapa setelah TIGA HARI dipisahkan dari makanan najisnya sudah kembali boleh dimakan? Diperkirakan itulah masa recovery kembali hewan tersebut untuk kembali suci, oleh karena itu Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma memakan hewan tersebut setelah tiga hari dipisahkan dari makanan najisnya.
Imam Al Bahutiy Rahimahullah berkata:
أَيْ ثَلَاثَ لَيَالٍ بِأَيَّامِهِنَّ لِأَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ إذَا أَرَادَ أَكْلَهَا يَحْبِسُهَا ثَلَاثًا
Yaitu tiga hari tiga malam, karena dahulu Ibnu Umar jika hendak makan hewan Jalaalah dia tahan (pisahkan) selama tiga hari lamanya. (Ibid, 6/194)
Demikian. Wallahu a’lam
🌻🌿🌸 🍄🌷 💐☘🍃
✍ Farid Nu’man Hasan