Percikan Air Kencing ke Kolam

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Bagaimana cara menyucikan air bak mandi yang kurang dari 2 qullah yang terkena percikan kencing? Nor, Jawa Tengah

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Sebelumnya yang perlu dibahas adalah percikan air kencing ke air kolam, apakah membuat air kolam itu berubah najis juga? Kata “percikan” mengesankan tidak banyak, berbeda dgn menumpahkan air kencing ke dalam kolam tentu beda lagi.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

“Sesungguhnya air itu suci, dan tidak ada suatu apa pun yang bisa menajiskannya.” [1]

Jika kita pakai hadits ini saja, tentu kita akan berpikir air tidak bisa jadi najis, apa pun yang terjadi pada air itu. Tapi tidak demikian kenyataannya. Sebab, kita dapati riwayat lain:

وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ اَلْبَاهِلِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّ اَلْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ, إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ, وَلَوْنِهِ – أَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَهْ وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ

Dari Abu Umamah Al Baahili Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Bersabda Rasulullah ﷺ: “Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang menajiskannya, kecuali apa-apa yang bisa mengubah baunya, rasanya, dan warnanya.” [2]

Walau hadits ini dhaif tapi secara makna shahih, Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata:

قال ابن المنذر: قد أجمع العلماء: على أن الماء القليل والكثير إذا وقعت فيه نجاسة فغيرت له طعماً، أو لوناً، أو ريحاً فهو نجس، فالإجماع هو الدليل على نجاسة ما تغير أحد أوصافه، لا هذه الزيادة

“Berkata Ibnul Mundzir: “Para ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa air yang sedikit dan banyak, jika terkena najis lalu berubah rasa, warna, dan aroma, maka dia menjadi NAJIS.” Maka, ijma’ adalah merupakan dalil atas kenajisan sesuatu yang telah berubah salah satu sifat-sifatnya, bukan berdalil pada kalimat tambahan hadits ini. “ [3]

Jadi, yang menjadi standar adalah apakah air itu berubah sifatnya atau tidak. Jika ada perubahan aroma, atau warna, atau rasa, maka air tersebut menjadi najis.

Dalam Al Mausu’ah tertulis:

اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ إِذَا خَالَطَتْهُ نَجَاسَةٌ، وَغَيَّرَتْ أَحَدَ أَوْصَافِهِ، كَانَ نَجِسًا، سَوَاءٌ أَكَانَ الْمَاءُ قَلِيلاً أَمْ كَثِيرًا. قَال ابْنُ الْمُنْذِرِ: أَجْمَعَ أَهْل الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ الْقَلِيل وَالْكَثِيرَ إِذَا وَقَعَتْ فِيهِ نَجَاسَةٌ، فَغَيَّرَتْ لِلْمَاءِ طَعْمًا أَوْ لَوْنًا أَوْ رَائِحَةً أَنَّهُ نَجِسٌ مَا دَامَ كَذَلِكَ.وَاخْتَلَفُوا فِي الْمَاءِ إِذَا خَالَطَتْهُ نَجَاسَةٌ وَلَمْ تُغَيِّرْ أَحَدَ أَوْصَافِهِ عَلَى قَوْلَيْنِ:

Ahli fiqih sepakat bahwa air yang tercampur najis dan berubah salah satu sifatnya maka itu menjadi najis, baik air itu sedikit atau banyak. Ibnul Mundzir mengatakan: “Ulama sepakat bahwa air yang sedikit dan banyak jika terjatuh padanya najis lalu ada perubahan rasa, atau warna, atau aroma, maka itu najis selama keadaannya seperti itu. Para ulama berbeda pendapat jika air bercampr dengan yang najis tapi TIDAK BERUBAH SIFAT SALAH SATU AIR tersebut, dalam hal ini ada dua pendapat:

الْقَوْل الأْوَّل: أَنَّ الْمَاءَ إِذَا خَالَطَتْهُ نَجَاسَةٌ وَلَمْ تُغَيِّرْ أَحَدَ أَوْصَافِهِ، فَهُوَ طَاهِرٌ سَوَاءٌ أَكَانَ كَثِيرًا أَمْ قَلِيلاً، وَهَذِهِ رِوَايَةٌ عَنْ مَالِكٍ، وَإِحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ أَحْمَدَ، وَبِهِ قَال بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ، وَإِلَيْهِ ذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ … الْقَوْل الثَّانِي: يُفَرِّقُ بَيْنَ كَوْنِهِ قَلِيلاً وَبَيْنَ كَوْنِهِ كَثِيرًا، فَإِنْ كَانَ الْمَاءُ قَلِيلاً يَنْجُسُ، وَإِنْ كَانَ كَثِيرًا لاَ يَنْجُسُ. وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ، وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ مَالِكٍ، وَالْمَذْهَبُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ، وَالْمَشْهُورُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ، وَهُوَ رَأْيُ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ

Pertama. Air yang bercampur najis dan tidak ada perubahan salah satu sifatnya maka itu TETAP SUCI baik air itu sedikit atau banyak. Ini adalah salah satu riwayat dari Imam Malik, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan pendapat sebagian Syafi’iyyah, dan segolongan sahabat dan tabi’in. ….. Kedua. Dibedakan dulu antara sedikit dan banyaknya air, jika airnya sedikit maka itu najis, jika airnya banyak maka tidak najis. Inilah pendapat Hanafiyah, salah satu riwayat Imam Malik, dan madzhab Syafi’i, pendapat terkenal dari Hanabilah, ini juga pendapat segolongan sahabat dan tabi’in. (Al Mausu’ah, 39/367-368)

Jadi, jika air kolam tersebut tidak ada perubahan apa pun dari salah satu dari tiga (aeoma, rasa, warna), maka dia tetap suci menurut sebagian ulama dan tidak perlu membuang dan mengurasnya.

Ada pun jika sudah berubah, maka cara membersihkannya jika Hendaknya dikuras, disikat dindingnya karena dindingnya pasti bersentuhan dengan najisnya air kolam tersebut, lalu bilas, dan diganti air baru.

Kesimpulan:

– Jika cipratan kencing itu tidak merusak air, air itu tetap tidak berubah sifat dasarnya, yaitu aroma, rasa, dan warna, maka dia tetap suci, baik air itu jumlahnya sedikit atau banyak.

– Sementara Syafi’iyyah mensyaratkan jika sudah dua qullah maka itu tetap suci, tapi jika tidak mencapai dua qullah maka tidak mensucikan.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍️ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

[1] HR. Abu Daud no. 67

[2] HR. Ibnu Majah no. 521. Para ulama mendhaifkan hadits ini seperti Imam Asy Syafi’iy, Imam An Nawawi, Imam Ibnul Mulaqin, dll

[3] Imam Ash Shan’aniy, Subulus Salam, 1/19

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top