Mengaku Melihat Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam Secara Sadar

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum .., ada seorang ustadz yang mengaku berjumpa dengan Nabi Muhammad secara sadar, apakah pengakuan ini dibenarkan oleh syariat? (Bowo, Kediri)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim ..

Para ulama berbeda pandangan tentang apakah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Sallam bisa hadir secara fisik dalam kehidupan kita secara sadar, bukan mimpi. Secara global ada dua pandangan ulama kita.

Pertama. Bisa dan tidak mustahil

Mereka punya beberapa alasan, di antaranya:

1. Hakikatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam masih hidup

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki.

(QS. Ali ‘Imran, Ayat 169)

Jika para syuhada saja pada hakikatnya masih hidup, maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih layak dianggap demikian.

2. Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ وَلَا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي

Barang siapa yang melihatku di dalam mimpi, maka dia akan melihatku secara sadar, dan syetan tidak akan mampu menyerupaiku.

(HR. Bukhari no. 6993)

3. Melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam keadaan terjaga dan sadar, adalah bagian dari Karamah atas para wali dan Shalihin. Karamah itu tidak harus sesuai dengan akal, sebab dia adalah kejadian di luar kebiasaan (khaariqul ‘aadah).

Perkataan para ulama yang mendukung pendapat ini, di antaranya:

1. Imam As Suyuthi Rahimahullah

Beliau berkata:

أن من كرامة الولي أن يرى النبي ويجتمع به في اليقظة ويأخذ عنه ما قسم من مذاهب ومعارف

Sesungguhnya diantara karamah para wali adalah melihat Nabi dan berkumpul dengannya dalam keadaan sadar dan mengambil darinya apa-apa yang dibagikan berupa pandangan dan pengetahuan. (Al Inshaf fi Haqiqah Al Awliya’, Hal. 124)

Syaikh Abdul Qadir Asy Syadzily menceritakan:

قلت له كم رأيت النبي يقظة فقال بضعا وسبعين مرة

Aku berkata kepadanya (Imam As Suyuthi) berapa kali Anda melihat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam secara sadar? Beliau menjawab: lebih dari 70 kali. (Syadzaratudz Dzahab, 8/54)

2. Syaikh Nuh Ali Salman Rahimahullah

Beliau mantan mufti Jordan, berkata:

الكرامة كما عرّفها العلماء: أمرٌ خارق للعادة، فلو ادَّعى شخص أنَّه رأى النبيَّ صلى الله عليه وسلم في اليقظة لا ننكر عليه ذلك إن كان ظاهر الصلاح، ولكن إذا قال أنه رأى النبيَّ صلى الله عليه وسلم يقظةً أو مناماً فأمره بكذا أو نهاه عن كذا ويريد بذلك أن يزيد في أحكام الشريعة لا نقبل منه، لأن الله تبارك وتعالى أتمَّ لنا الدين ولا مجال لزيادة فيه ولا نقص، وقد قال الله تعالى: (الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا) المائدة/3

Karamah, seperti yang didefinisikan para ulama: adalah perkara di luar ke biasaan. Maka, seandainya ada orang yang mengklaim dirinya melihat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam secara sadar, maka kita tidak mengingkari hal itu JIKA dia secara zahir memang baik.

Tapi, jika dia mengatakan melihat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam baik dalam mimpi atau sadar, dan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan dia atau melarang dia dari suatu hal, dia berkehendak menambah hukum syariat maka kita menolak hal ini. Karena Allah Ta’ala telah berapp sempurnakan agama buat kita, dan tidak pada tempatnya adanya tambahan dan pengurangan.

Allah Ta’ala berfirman: “Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan aku telah cukupkan nikmatKu atasmu, dan Aku ridha Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al Maidah: 3)

(Fatawa Al Hayah Al ‘Aammah, no. 68)

3. Syaikh Ali Jum’ah Hafizhahullah

Beliau mantan mufti Mesir, berkata:

إن رؤية الصالحين للنبي صلى الله عليه وسلم في اليقظة قد تحدث، ولا يوجد مانع عقلي أو شرعي يمنعها، ولكن هذا باب عزيز ليس مفتوحًا لكل أحد، وينبغي على من رآه أن لا يحدث من لا طاقة له بهذا حتى لا يكذب فمخاطبة الناس بما يعقلون أولى، والله تعالى أعلى وأعلم

Sesungguhnya orang-orang shalih yang melihat Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam secara sadar telah terjadi, hal ini tidak ditolak oleh akal dan syariat. Tetapi, perkara ini masuk dalam bab luar biasa dan tidak terbuka bagi setiap orang. Hendaknya orang yang melihatnya (Nabi) tidak menceritakan kepada orang yang tidak kuasa menghadapi hal ini sampai-sampai mereka mendustakannya. Maka, berbicara kepada manusia sesuai akal mereka lebih utama. Wallahu a’lam. (Lihat Al Bayan Al Qawim Litashhih Ba’dh min al Mafaahim)

Kedua. Tidak Bisa dan Mustahil

Golongan ini menolak pendapat di atas dan mengkritisi dalil-dalilnya.

Tentang firman Allah Ta’ala:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki.

(QS. Ali ‘Imran, Ayat 169)

Maksudnya adalah kehidupan barzakhiyah, alam barzakh, atau alam kubur, bukan alam duniawi. Sebagaimana hadits ini:

الأنبياء أحياء في قبورهم يصلون

Para nabi itu hidup di kubur mereka dan mereka shalat. (HR. Al Bazar no. 256, hadits hasan. Lihat Ash Shahihah no. 621)

Ada pun di kehidupan duniawi, maka Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ

Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula).

(QS. Az-Zumar, Ayat 30)

Ada pun hadits:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ وَلَا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي

Barang siapa yang melihatku di dalam mimpi, maka dia akan melihatku secara sadar, dan syetan tidak akan mampu menyerupaiku.

(HR. Bukhari no. 6993)

Hadits ini diperselisihkan Maknanya oleh para ulama. Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan ada enam pendapat, dan Beliau menguatkan:

أنه على التشبيه والتمثيل، ودل عليه قوله في الرواية الأخرى: «فكأنما رآني في اليقظة»

Bahwa ini adalah penyerupaan dan perumpamaan saja, hal itu ditunjukkan oleh riwayat lain: “Seolah-olah dia melihatku sevara sadar”. (Fathul Bari, 12/385)

Pandangan para ulama yang menolak, sebagai berikut:

1. Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah

Beliau mengkritik sebagian sufi yang mengklaim melihat nabi secara sadar dan berbincang bersama nabi lalu mendapatkan arahan dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, kata Al Hafizh:

وهذا مشكل جداً ولو حمل على ظاهره لكان هؤلاء صحابة ..

Ini (melihat nabi secara sadar, bukan mimpi) sangat absurd, seandainya dimaknai secara apa adanya, niscaya mereka ini adalah sahabat nabi … (Fathul Bari, 12/385)

2. Imam As Sakhawiy Rahimahullah

Beliau mengoreksi bahwa para sahabat nabi adalah yang paling layak bertemu lagi dengan nabi setelah wafatnya, sebab mereka kumpulan manusia terbaik. Tapi kita tidak dapati hal tersebut dialami oleh mereka.

Beliau berkata:

لم يصل إلينا ذلك – أي ادعاء وقوعها – عن أحد من الصحابة ولا عمن بعدهم

Belum pernah sampai kepada kita tentang hal itu -yaitu klaim dan kejadian nyatanya- dari satu pun sahabat nabi, dan dari orang-orang setelah mereka .. (Dikutip oleh Imam Al Qasthalaniy, Al Mawahib Al Laduniyah, 5/295)

3. Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah

Beliau mengatakan:

وكُلُّ مَن قَالَ إِنَّهُ رَأَى نَبِيًّا بِعَيْنِ رَأسِهِ، فَمَا رَأَى إِلا خَيَالًا

Dan setiap orang yang mengatakan bahwa dirinya melihat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan mata kepalanya sendiri, maka tidaklah dia melihat kecuali hayalan semata. (Al Farqu baina Auliya’ Ar Rahman wa Auliya’ Asy Syaithan, Hal. 138)

4. Imam Al Qurthubiy Rahimahullah

Beliau berkata dgn bahasa keras kepada orang yang mengklaim Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berjumpa dengan mereka dlaam kehidupan mereka di dunia:

وهذه جهالات لا يلتزم بها من له أدنى مسكة من عقل

Ini adalah kebodohan-kebodohan yang tidak pantas dianut oleh orang yang punya cabang akal terendah sekalipun. (Dikutip dalam Fathul Bari, 12/384)

Dan masih banyak lainnya.

📚 Kesimpulan:

– Masalah ini diperselisihkan para ulama, walau kebanyakan ulama mengingkarinya

– Sebaiknya bagi yg mengklaim pernah mengalami tidak mengumbarkan dikhalayak agar tidak memunculkan fitnah bagi diri sendiri dan orang lain; bagi dirinya berpotensi bohong dan sombong, bagi orang lain berpotensi mengkultuskan dia atau mundustakannya.

Saya akhiri dengan nasihat dari Darul Ifta’ Al Mishriyah:

الخلاف فى مسألة الرؤية غير مفيد، والوقت الذى يبذل فيه تأييدا أو إنكارا ينبغى أن يبذل فيما هو أهم، فالقضايا والمشكلات كثيرة، ومن مصلحة العدو أن ننصرف عنها إلى هوامش ليست من صحيح العقيدة الإسلامية وأصول التشريع.

Perselisihan masalah ini tidak membawa faidah, dan waktu yang terbuang padanya baik bagi yg mendukung dan mengingkarinya membuat terkorbankannya hal yang lebih penting. Permasalahan dan persoalan begitu banyak, dan hendaknya kita meletakkan masalah ini sebagai catatan pinggir saja untuk meredakan permusuhan, dan masalah ini bukan termasuk tentang standar kebenaran aqidah Islam dan pokok-pokok syariat. (Selesai).

Demikian. Wallahu a’lam

Wa shalallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top