🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾
Daftar Isi
📨 PERTANYAAN:
Assalaamu’alaikum… Maaf ustadz, saya mau tanya.
Misalkan seorang suami bertengkar lewat sms..trs suami mengucapkan akan ku ceraikan kamu..sebanyak 3 kali sms..itu hukumnya bagaimana ya ust? apakah termasuk sdh talak 3?
Kejadiannya saat hamil.
sebelumnya terima kasih🙏🏽
📬 JAWABAN
🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Wa’alaikumussalam .. Bismillah wal Hamdulillah ..
Ungkapan cerai, baik secara lisan dan tulisan, selama menggunakan kalimat yang sharih dan waadhih (jelas), maka jatuh cerai tersebut. Ada pun jika dengan bahasa kinaayah (kiasan/simbolik), mesti dibarengi oleh niat cerai.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:
واللفظ قد يكون صريحا، وقد يكون كناية، فالصريح: هو الذي يفهم من معنى الكلام عند التلفظ به، مثل: أنت طالق ومطلقة، وكل ما اشتق من لفظ الطلاق.
وقال الشافعي رضي الله عنه: ألفاظ الطلاق الصريحة ثلاثة: الطلاق، والفراق، والسراح، وهي المذكورة في القرآن الكريم. وقال بعض أهل الظاهر: لا يقع الطلاق إلا بهذه الثلاث، لان الشرع إنما ورد بهذه الالفاظ الثلاثة، وهي عبادة، ومن شروطها اللفظ فوجب الاقتصار على اللفظ الشرعي الوارد فيها والكناية :
ما يحتمل الطلاق وغيره
Lafaz cerai bisa lugas bisa juga bahasa simbolik. Yang lugas itu adalah perkataan yang maknanya sesuai dengan makna lafaznya, seperti: “Engkau telah dicerai,” atau perkataan yang lain yang bermakna turunan dari lafz cerai.
Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Lafaz cerai yang lugas ada tiga: “Thalaq/cerai, Al firaaq/perpisahan, dan As Siraah/bubar. Semua ini disebutkan dalam Al Quran Al Karim. Sebagian golongan Zhahiriyah berkata: Tidak jatuh cerai kecuali dengan tiga hal ini, karena syariat hanya menyebutkan tiga bentuk kata ini, dan ini adalah ibadah, dan di antara syarat sahnya adalah adnaya lafaz, maka wajib mencukupkan diri atas lafaz yang datang dari syariat.
Sedangkan lafaz simbolik adalah lafaz yang bisa dimaknai cerai atau selainnya. (Fiqhus Sunnah, 2/253-254)
Seperti “Urusanmu ditangan kamus sendiri”, “engkau haram bagiku”, ini bisa bermakna cerai atau bermakna haram untuk menyakitinya.
Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan bahwa LAFAZ SHARIH (LUGAS) tanpa diniatkan pun sudah sah, seperti kalimat istriku sudah aku cerai, engkau sudah aku cerai. Sedangkan LAFAZ KINAYAH (SIMBOLIK) mesti dibarengi dengan niat cerai. (Ibid)
Ada pun cerai dengan tulisan, di zaman ini bisa dengan surat, SMS, WA, maka itu SAH menurut Syafi’iyah dan Malikiyah, sesuai kaidah: الكتابة تنزل منزلة القول – tulisan itu sepadan kedudukannya dengan perkataan. Bahkan ini menjadi pendapat umumnya ulama.
Para ulama mengatakan:
وَاتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ أَيْضًا عَلَى وُقُوعِ الطَّلاَقِ بِالْكِتَابَةِ ، لأَِنَّ الْكِتَابَةَ حُرُوفٌ يُفْهَمُ مِنْهَا الطَّلاَقُ ، فَأَشْبَهَتِ النُّطْقَ ؛ وَلأَِنَّ الْكِتَابَةَ تَقُومُ مَقَامَ قَوْل الْكَاتِبِ ، بِدَلِيل أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ مَأْمُورًا بِتَبْلِيغِ الرِّسَالَةِ ، فَبَلَّغَ بِالْقَوْل مَرَّةً ، وَبِالْكِتَابَةِ أُخْرَى .وَالْكِتَابَةُ الَّتِي يَقَعُ بِهَا الطَّلاَقُ إِنَّمَا هِيَ الْكِتَابَةُ الْمُسْتَبِينَةِ ، كَالْكِتَابَةِ عَلَى الصَّحِيفَةِ وَالْحَائِطِ وَالأَْرْضِ ، عَلَى وَجْهٍ يُمْكِنُ فَهْمُهُ وَقِرَاءَتُهُ . وَأَمَّا الْكِتَابَةُ غَيْرُ الْمُسْتَبِينَةِ كَالْكِتَابَةِ عَلَى الْهَوَاءِ وَالْمَاءِ وَشَيْءٍ لاَ يُمْكِنُ فَهْمُهُ وَقِرَاءَتُهُ ، فَلاَ يَقَعُ بِهَا الطَّلاَقُ
Para ulama sepakat juga atas sahnya cerai dengan tulisan, karena tulisan merupakan huruf-huruf yang bisa dipahami darinya sebagai perceraian, serupa dengan ucapan, dan karena tulisan itu kedudukannya sama dengan ucapan si pengucapnya. Dalilnya adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam pernah memerintahkan menyampaikan surat, jadi sekali menyampaikan dakwah dengan perkataan, dan dengan tulisan pada waktu lainnya.
Tulisan yang membuat jatuhnya cerai adalah tulisan yang terbaca jelas, seperti tulisan di atas lembaran, tembok, atau tanah, dan apa pun yang mungkin bisa dipahami bacaannya. ada pun tulisan yang tidak jelas, seperti tulisan di udara, air, dan sesuatu yang tidak mungkin untuk membacanya maka tidak sah cerai tersebut. (Al Mausu’ah, 12/216-217)
Bagaimana Cerai saat kondisi Hamil?
Jumhur ulama mengatakan bahwa menceraikan isteri pada saat hamil adalah boleh, bahkan Imam Ahmad menyebutnya cerai yang sejalan dengan sunnah. Hal ini berdasarkan hadits shahih berikut:
ثُمَّ لِيُطَلِّقْهَا طَاهِرًا أَوْ حَامِلًا
“Kemudian, ceraikanlah dia pada waktu suci atau hamil.” (HR. Muslim No. 1471)
Imam An Nawawi memberikan komentar:
فِيهِ دَلَالَة لِجَوَازِ طَلَاق الْحَامِل الَّتِي تَبَيَّنَ حَمْلهَا وَهُوَ مَذْهَب الشَّافِعِيّ ، قَالَ اِبْن الْمُنْذِر وَبِهِ قَالَ أَكْثَر الْعُلَمَاء مِنْهُمْ طَاوُس وَالْحَسَن وَابْن سِيرِينَ وَرَبِيعَة وَحَمَّاد بْن أَبِي سُلَيْمَان وَمَالِك وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَأَبُو ثَوْر وَأَبُو عُبَيْد ، قَالَ اِبْن الْمُنْذِر : وَبِهِ أَقُول . وَبِهِ قَالَ بَعْض الْمَالِكِيَّة
“Di dalamnya terdapat dalil bagi bolehnya mencerai wanita yang jelas kehamilannya, itulah madzhab Asy Syafi’i. berkata Ibnul Mundzir: “Dengan ini pula pendapat mayoritas ulama, di antara mereka adalah Thawus, Al Hasan, Ibnu Sirin, Rabi’ah, Hammad bin Abi Sulaiman, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Abu ‘Ubaid.” Berkata Ibnu Mundzir: “Aku juga berpendapat demikian.” Dan dengan ini juga pendapat sebagian Malikiyah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 10/65)
Namun, sebagian Malikiyah lainnya mengharamkannya, dan Ibnul Mundzir meriwayatkan bahwa Al Hasan (Al Bashri) memakruhkan. Demikian keterangan lanjutan dari Imam An Nawawi, dalam kitabnya tersebut. Namun pendapat yang membolehkan adalah lebih sesuai dengan nash syariat. Selesai.
📌 Konteks Hukum Indonesia
Di Indonesia, sebagian kalangan menganggap perceraian baru dianggap sah jika disahkan oleh pengadilan. Misalnya, seperti majelis tarjih Muhammadiyah, ini agar meminimalisir angka perceraian. Ada pun MUI menganggap perceraian yang terjadi diluar persidangan mesti dilaporkan ke pengadilan untuk diputuskan sah atau tidaknya.
Namun, secara fiqih, sebagaimana yang sdh kami bahas jika syarat-syarat perceraian sudah terpenuhi, maka itu sah, walau belum disidangkan oleh pengadilan agama.
Wallahu A’lam
🌸🌴☘🌺🌾🌿🍃🌻
✍ PUSAT KONSULTASI SYARIAH-DEPOK