Daftar Isi
PERTANYAAN:
ustadz.. Kucing, binatang yang suka tiduran di sajadah kita. Jika dari luar pas kita sholat pasti suka tiduran di sajadah sama jilat2. Tidurannya pun ditengah2 sajadah. Itu gimana ustadz? Najis apa ndak ya?? Jazakallah ustadz (08133268xxxx)
JAWABAN
Bismillah wal Hamdulillah ..
Dalam sebuah hadits disebutkan:
وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ -فِي اَلْهِرَّةِ-: – إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ, إِنَّمَا هِيَ مِنْ اَلطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ – أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ. وَابْنُ خُزَيْمَةَ
Dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata tentang Al Hirrah (kucing): “Sesungguhnya kucing bukan najis, dia hanyalah hewan yang biasa beredar disekeliling kalian.” (HR. At Tirmidzi No. 92, Abu Daud No. 75, 76, An Nasa’i No. 68, Ibnu Majah No. 367, Al Hakim dalam Al Mustadrak-nya, Kitabuth Thaharah, No. 567)
Status hadits ini, sebagaimana dikatakan Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram, dishahihkan oleh Imam At Tirmidzi dan Imam Ibnu Khuzaimah. Imam Al Hakim mengatakan: Shahih. Beliau juga mengatakan hadits ini dishahihkan oleh Imam Malik dan dia berhujjah dengan hadits ini dalam kitabnya, Al Muwaththa’. Imam Adz Dzahabi juga menshahihkan hadits ini dalam At Talkhish. (Lihat Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, 1/263, No. 567. Cet. 1, 1990M-1411H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Tahqiq: Syaikh Mushthafa Abdul Qadir ‘Atha)
Syaikh Dr. Muhammad Mushthafa Al A’zhami mengatakan: isnadnya shahih. (Shahih Ibnu Khuzaimah, 1/54. Tahqiq: Dr. Muhammad Mushthafa Al A’zhami. Al Maktab Al Islami, Beirut) Imam Al Baghawi mengatakan: hasan shahih. (Syarhus Sunnah No. 286) Imam Ibnul Mulaqin mengatakan: “Hadits ini shahih dan terkenal, diriwayatkan oleh para imam dunia.” (Badrul Munir, 1/551)
Makna Hadits:
1. Apakah maksud bahwa kucing adalah hewan yang Ath Thawwaafiin – الطوافين ?
Penyebutan kucing sebagai Ath Thawwaafiin, menunjukkan kedudukannya di tengah kehidupan manusia, termasuk umat Islam.
Imam Ibnul Atsir Rahimahullah menjelaskan:
الطّائف : الخادمُ الذي يَخْدُمُك برفْقٍ وعنَاية
Ath Thaa-if adalah pelayan yang melayanimu dan menolongmu dengan lembut. (Imam Ibnul Atsir, An Nihayah fi Gharibil Atsar, 3/323. 1979M-1399H. Maktabah Al ‘Ilmiyah, Beirut. Lihat juga Imam Ibnul Jauzi, Gharibul Hadits, 2/43. Cet. 1, 1985M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut)
Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah menjelaskan:
ومعنى الطوافين علينا الذين يداخلوننا ويخالطوننا ومنه قول الله عز وجل في الأطفال: {طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ} [النور: من الآية58].
Makna dari “berputar di sekitar kita”: (mereka) adalah yang masuk dan membaur dalam kehidupan kita, dan di antaranya yang seperti ini adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla tentang anak-anak: (mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian yang lain). (Imam Abu Umar bin Abdil Bar, At Tamhid, 1/319. Musasah Al Qurthubah)
Imam Al Kasymiri Rahimahullah mengatakan:
وإنما هي كمتاع البيت
Sesungguhnya kucing itu seperti perhiasan rumah. (Imam Al Kasymiri Al Hindi, Al ‘Urf Asy Syaadzi, 1/130. Cet. 1. Muasasah Dhuha. Tahqiq: Syaikh Mahmud Ahmad Syakir. Ini juga merupakan ucapan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, Lihat At Tamhid, 1/320)
2. Hadits ini menunjukkan kesucian kucing, termasuk liurnya, dan ini merupakan salah satu kasih sayang Allah Ta’ala kepada umat ini. Sebab, kebersamaan mereka dengan manusia begitu erat, maka akan sulitlah jika mereka dikategorikan najis.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata:
يعني من الحيوانات التي تترد كثيرا عليكم ولو كان نجسا لشق عليكم
Yakni termasuk hewan yang banyak mondar mandir disekitar kalian, seandainya dia najis niscaya kalian akan menjadi sulit/payah/sempit. (Asy Syarh Al Mukhtashar ‘Ala Bulughil Maram, 2/35)
Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah mengatakan:
وفيه أن الهر ليس ينجس ما شرب منه وأن سؤره طاهر وهذا قول مالك وأصحابه والشافعي وأصحابه والأوزاعي وأبي يوسف القاضي والحسن بن صالح بن حي
Pada hadits ini menunjukkan bahwa apa-apa yang diminum kucing tidaklah najis, dan air sisanya adalah suci. Inilah pendapat Malik dan para sahabatnya, Asy Syai’i dan para sahabatnya, Al Auza’i, Abu Yusuf Al Qadhi, Al Hasan bin Shalih bin Hay. (At Tamhid, 1/319)
Syaikh Abul Hasan ‘Ubaidullah Al Mubarkafuri Rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini merupakan dalil sucinya kucing secara zat, dan liurnya bukan najis, boleh berwudhu dari sisa minumnya, dan tidak makruh berwudhu di air bekasnya, sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah. Hadits ini sebagai koreksi bagi pihak yang menyatakan makruhnya berwudhu dengan sisa air minum kucing, dengan makruh tahrimiyah atau tanzihiyah. (Mir’ah Mafatih Syarh Misykah Al Mashaabih, 2/183. Cet. 3, 1404H-1984M. Al Jaami’ah As Salafiyah)
3. Karena air liurnya suci, maka apakah boleh berwudhu dengannya?
Dalam hal ini ada dua pendapat secara umum:
Pertama, boleh dan ini pendapat mayoritas ulama.
Kedua, makruh dan ini pendapat Imam Abu Hanifah Rahimahullah dan pengikutnya.
Pendapat mayoritas adalah pendapat yang lebih kuat, karena dikuatkan oleh dalil lainnya. Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, Beliau berkata:
وقد رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يتوضأ بفضلها
Aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwudhu dengan air sisa kucing. (HR. Abu Ja’far Ath Thahawi, Bayan Musykilul Aatsar, No. 73)
Sementara, kalangan Hanafiyah terdahulu membela madzhabnya dengan mentakwil hadits ini, seperti yang dikatakan oleh Imam Mula Ali Al Qari Al Hanafi Rahimahullah, katanya:
وهذا منه صلى الله عليه وسلم لبيان الجواز ، فلا ينافي ما ذكره علماؤنا من أن سؤره مكروه يعني الأولى ألا يتوضأ منه إلا إذا عدم غيره
Inilah hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menjelaskan kebolehannya, namun ini tidak menafikan apa yang disebutkan oleh ulama kami bahwa air sisanya adalah makruh, yaitu lebih utama adalah tidak berwudhu dari air tersebut, kecuali jika tidak ada air lain selain itu. (Syarh Musnad Abi Hanifah, Hal. 258)
Namun, umumnya kalangan Hanafiyah justru mengikuti pendapat mayoritas ulama yaitu bolehnya berwudhu dengan air sisa minumnya kucing.
Berikut ini keterangannya:
وَفِي مَجْمَع الْبِحَار أَنَّ أَصْحَاب أَبِي حَنِيفَة خَالَفُوهُ وَقَالُوا لَا بَأْس بِالْوُضُوءِ بِسُؤْرِ الْهِرَّة وَاَللَّه تَعَالَى أَعْلَمُ
Disebutkan dalam Majma’ Al Bihaar bahwa para sahabat (pengikut) Abu Hanifah menyelisihi pendapatnya. Mereka mengatakan: Tidak apa-apa wudhu dengan air sisa dari kucing. Wallahu Ta’ala A’lam. (Hasyiyah As Suyuthi was Sindi ‘ala Sunan An Nasa’i, 1/59. Mawqi’ Al islam)
Hukum Bulu Kucing yang Rontok
Selesai. Wallahu A’lam
☘
✍ Farid Nu’man Hasan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ustadz,,saya mau bertanya najis atau tidakkah bulu kucing yang terkena air liur anjing?
Terimakasih,,
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh. Benda yang terkena air liur anjing hukumnya najis. Silakan baca tautan berikut: http://syariahonline-depok.com/fiqih-fatwa/syarah-matan-abu-syuja-al-ghaayah-wa-at-taqriib-bag-1.html
Assalamu’alaikum, kalau menyentuh bulu kucing yang rontok apakah membatalkan wudhu?
Bulu kucing yg lepas adalah suci menurut jumhur..
وقد اختلف العلماء في حكم الشعر المنفصل من الحيوان الذي لا يؤكل إذا انفصل حال حياته، فذهب أكثرهم إلى طهارته كما في الموسوعة الفقهية. وبه يتبين لك أن اتصال شيء من شعر الهرة بالثوب لا ينجسه ولا تفسد به الصلاة.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum bulu yg lepas dari hewan – yg mana hewan itu tidak dimakan- saat hewan itu hidup. Mayoritas ulama mengatakan SUCI, sebagaimana dijelaskan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah. Dari sini jelas bagi Anda, bahwa bulu kucing yg ada pada pakaian tidaklah menajiskan dan tidak membatalkan shalat.
(Fatawa asy Syabakah Al Islamiyah no. 138669)
Bulu kucing tidak termasuk, empat mazhab menyatakan bulu kucing suci. Rontokan bulu kucing adlh hal yg pasti dan tidak bs dihindari krn kucing hewan yang banyak bergerak, itu pun terjadi di rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Seandainya itu najis pasti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sudah mengeluarkannya dan mengusirnya dari rumahnya. Tapi justru Rasulullah membiarkan kucing ada di rumahnya bahkan pernah menggendongnya, tentunya ada bulu yg tertinggal.
(Al Islam Su’aal Wa Jawab no. 176304)
Wallahu A’lam