Hukum Adzan di Kuburan

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ust.

Ana nanya ust. Hukum adzan d kuburan gimana ust?

📬 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah, Bismillah wal Hamdulillah …

Adzan dikuburan memang tidak kita temukan dalam Al Quran, As Sunnah, dan para imam madzhab. Tetapi, hal itu kita dapatkan dalam fiqih pengikut Imam Asy Syafi’i (Syafi’iyah), dengan alasan mengqiyaskan dengan adzan saat bayi dilahirkan.

Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:

شُرِعَ الأَْذَانُ أَصْلاً لِلإِْعْلاَمِ بِالصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّهُ قَدْ يُسَنُّ الأَْذَانُ لِغَيْرِ الصَّلاَةِ تَبَرُّكًا وَاسْتِئْنَاسًا أَوْ إِزَالَةً لِهَمٍّ طَارِئٍ وَالَّذِينَ تَوَسَّعُوا فِي ذِكْرِ ذَلِكَ هُمْ فُقَهَاءُ الشَّافِعِيَّةِ فَقَالُوا : يُسَنُّ الأَْذَانُ فِي أُذُنِ الْمَوْلُودِ حِينَ يُولَدُ ، وَفِي أُذُنِ الْمَهْمُومِ فَإِنَّهُ يُزِيل الْهَمَّ ، وَخَلْفَ الْمُسَافِرِ ، وَوَقْتَ الْحَرِيقِ ، وَعِنْدَ مُزْدَحِمِ الْجَيْشِ ، وَعِنْدَ تَغَوُّل الْغِيلاَنِ وَعِنْدَ الضَّلاَل فِي السَّفَرِ ، وَلِلْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ ، وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إِنْسَانٍ أَوْ بَهِيمَةٍ ، وَعِنْدَ إِنْزَال الْمَيِّتِ الْقَبْرَ قِيَاسًا عَلَى أَوَّل خُرُوجِهِ إِلَى الدُّنْيَا

Pada dasarnya azan disyariatkan sebagai pemberitahuan untuk shalat, hanya saja adzan juga disunahkan selain untuk shalat dalam rangka mencari keberkahan, menjinakkan, dan menghilangkan kegelisahan yang luar biasa.
Pihak yang memperluas masalah ini adalah para ahli fiqih Syafi’iyah. Mereka mengatakan:

📌 Disunahkan adzan ditelinga bayi saat lahirnya
📌 di telinga orang yang sedang galau karena itu bisa menghilangkan kegelisahan,
📌 mengiringi musafir,
📌 saat kebakaran,
📌 ketika pasukan tentara kacau balau,
📌 diganggu  makhluk halus,
📌 saat tersesat dalam perjalanan,
📌 terjatuh,
📌 saat marah,
📌 menjinakan orang atau hewan yang jelek perangainya,
📌 saat memasukan mayit ke kubur diqiyaskan dengan saat manusia terlahir ke dunia.  (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/372-373)

Qiyas telah disepakati oleh empat madzhab sebagai salah satu sumber hukum Islam, setelah Al Quran, As Sunnah, dan Ijma’. Hanya saja mereka berbeda dalam domainnya. Sebagian ada yang mempersempit, sebagian ada yang memperluas.

Ada yang membolehkan qiyas dalam urusan ibadah, ada yang mengatakan qiyas hanya dalam masalah keduniaan.

Ada pun Imam Malik memakruhkan semua hal ini, tapi berbeda dengan pengikutnya (Malikiyah) yang justru sepakat dengan kalangan Syafi’iyah.  Berikut ini keterangannya:

وَكَرِهَ الإْمَامُ مَالِكٌ هَذِهِ الأْمُورَ وَاعْتَبَرَهَا بِدْعَةً ، إِلاَّ أَنَّ بَعْضَ الْمَالِكِيَّةِ نَقَل مَا قَالَهُ الشَّافِعِيَّةُ ثُمَّ قَالُوا : لاَ بَأْسَ بِالْعَمَل بِهِ

Imam Malik memakruhkan semua ini dan menyebutnya sebagai bid’ah, kecuali sebagian Malikiyah yang mengambil pendapat yang sama dengan Syafi’iyah, menurut mereka: “Tidak apa-apa mengamalkannya.” (Ibid, 2/372-373)

Demikian. Wallahu A’lam

☘💐🍃🌺🌱🌸🌿🌻🌴

PUSAT KONSULTASI SYARIAH – DEPOK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top