Berdiri Menghormati Ulama Atau Orang Terhormat / Mulia

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum..Afwan ustadz, saya mau menanyakan penjelasan terkait hadits berikut

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
من أحب أن يمثل له الرجال قياما فليتبوأ مقعده من النار
.
“Barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya, maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka”. (HR. Abu Dawud: 5229, At-Tirmidzi: 2753, Ahmad 4/93, Al-Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad :977dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahaan 1/219; dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shohihah I/627)

Apakah maksud hadits tersebut ustadz? Bagaimana jika itu di dalam sebuah majelis ilmu? (+62 899-6618-xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Itu hadits tentang orang yang “gila hormat” .. maunya dia kalau dia datang orang-orang berdiri untuknya. Dia sangat menikmati itu ..

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, mengutip dari Imam Ath Thabariy Rahimahullah sebuah penjelasan tentang hadits di atas:

إِنَّمَا فِيهِ نَهْيُ مَنْ يُقَامُ لَهُ عَنِ السُّرُورِ بِذَلِكَ لَا نَهْيَ مَنْ يَقُومُ لَهُ إِكْرَامًا لَهُ

Ini adalah larangan bagi orang yang senang jika ada orang yang berdiri untuknya, bukan larangan bagi orang yang berdiri untuk penghormatan.

(Fathul Bari, 11/50)

Al Hafizh juga mengutip dari Ibnu Qutaibah, dia berkata:

وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِهِ نَهْيَ الرَّجُلِ عَنِالْقِيَامِ لِأَخِيهِ إِذَا سَلَّمَ عَلَيْهِ وَاحْتَجَّ بن بَطَّالٍ لِلْجَوَازِ بِمَا أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ مِنْ طَرِيقِ عَائِشَةَ بِنْتِ طَلْحَةَ عَنْ عَائِشَةَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى فَاطِمَةَ بِنْتَهُ قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ثُمَّ قَامَ فَقَبَّلَهَا ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ

Hadits ini bukan bermaksud larangan seseorang berdiri untuk memuliakan saudaranya jika dia salam kepadanya.

Ibnu Baththal berhujjah kebolehan berdiri berdasarkan riwayat An Nasa’i, dari jalur Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwa Nabi ﷺ jika melihat putrinya – Fathimah- dia akan menyambutnya, lalu berdiri dan menciumnya, dan memegang tangannya serta membawanya duduk ke tempatnya. (Ibid)

Kebolehan menyambut dengan cara berdiri kepada orang terhormat, orang tua, ulama, orang Shalih, diperkuat oleh dalil berikut ini.

Ketika Sa’ad bin Mu’adz Radhiallahu ‘Anhu (tokoh Anshar) datang, Nabi ﷺ bersabda kepada orang-orang Anshar:

قوموا الى سيدكم

Berdirilah kalian untuk pemimpin kalian.

(HR. Bukhari dan Muslim)

Ada pun bagi orang yang dihormati tersebut, dia tidak boleh berharap, .. tidak boleh juga kecewa kalau orang-orang tidak berdiri. Nah, hadits yang ditanyakan di atas adalah ancaman bagi mereka yang sangat-sangat berharap orang berdiri atas kedatangannya.

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وإذا ورد على القارئ من فيه فضيلة من علم أو شرف أو سن مع صيانة أو له حرمة بولاية أو ولادة أو غيرها فلا بأس بالقيام له على سبيل الاحترام والإكرام لا للرياء والإعظام بل ذلك مستحب وقد ثبت القيام للإكرام من فعل النبي صلى الله عليه وسلم : وفعل أصحابه رضي الله عنهم بحضرته وبأمره ومن فعل التابعين ومن بعدهم من العلماء الصالحين وقد جمعت جزءا في القيام وذكرت فيه الأحاديث والآثار الواردة باستحبابه وبالنهي عنه وبينت ضعف الضعيف منها وصحة الصحيح والجواب عما يتوهم منه النهي وليس فيه نهي وأوضحت ذلك كله بحمد الله تعالى فمن تشكك في شئ من أحاديثه فليطالعه فلا يجد ما يزول به شكه إن شاء الله تعالى

Jika seorang qari didatangi seorang yang memiliki keutamaan seperti ulama, atau orang-orang mulia, orang berumur dan shalih, atau yang memiliki kehormatan seperti pejabat pemerintahan, orang tuanya atau selainnya, maka tidak apa-apa berdiri untuk menghormati dan memuliakan mereka, bukan untuk riya dan angkuh. Bahkan hal itu adalah sunah.

Telah shahih riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang berdiri untuk memuliakan seseorang, para sahabatnya juga melakukannya di hadapannya atas perintahnya. Ini juga dilakukan para tabi’in dan generasi setelah mereka dari kalangan ulama shalihin.

Aku telah kumpulkan dalam satu juz tentang berdiri ini, dan aku telah paparkan hadits-hadits dan atsar yang menyunnahkannya, juga yang menunjukkan larangannya. Aku telah jelaskan kelemahan hadits yang lemah, dan keshahihan yang shahih, berserta jawaban untuk mereka yang menyangka itu dilarang, padahal tidak ada larangan padanya. Aku telah jelaskan semua itu dengan -dengan bertahmid kepada Allah Ta’ala, maka siapa yang masih ragu tentang kebolehannya silahkan mentelaah hadits-haditsnya, Insya Allah akan hilang keraguan tentang kebolehannya.

📚 Imam An Nawawi, At Tibyan fi Adab Hamalah Al Quran, Hal. 123

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top