Daftar Isi
❗Krisis Keluarga
Rumahku surgaku. Begitu kira-kira jargon keluarga sakinah untuk menggambarkan bahwa rumah dan keluarga adalah sumber kebahagiaan dan ketenangan. Namun sudahkah surga dunia itu terwujud di keluarga kita? Ataukah justru rumah kita bagaikan penjara dan neraka?
Miris bila melihat data resmi dari lembaga pemerintah, keluarga Indonesia berada dalam krisis rumah tangga. Pasalnya, angka perceraian ternyata cukup tinggi bahkan tertinggi di tingkat Asia Pasifik dimana rata-rata satu dari 10 pasangan menikah berakhir dengan perceraian. Yang lebih memperihatikan, 70 persen perceraian terjadi karena gugat cerai dari pihak istri dengan alasan tidak harmonis.
Jika dikaji sedikit lebih jauh ditemukan sejumlah fakta bahwa perceraian lebih sering sering terjadi di usia perkawinan yang relatif muda, usia pasangan yang bercerai berkisar di bawah 45 tahun, umumnya suami tidak memiliki rasa tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya (istri dan anak-anak) sementara di sisi lain pasangan istri terlalu menuntut dan tidak bisa menghargai hasil usaha pasangannya (suami).
Meski untuk mengatasi maraknya kasus perceraain tentu membutuhkan kajian mendalam baik terkait psikologi, sosial, politik dan lain-lain, namun bisa ditarik benang merah bahwa perceraain lebih sering terjadi karena nilai-nilai ajaran Islam tentang rumah tangga sudah jauh dari keluarga. Jika membicarakan ajaran rumah tangga dalam Islam maka hal paling utama ditanamkan adalah kewajiban suami. Bahkan kewajiban suami itu ditambahkan dalam sighat ta’lik talak. Ini menandakan, suami menentukan masa depan sebuah rumah tangga. Rumah tangga akan utuh dan selamat jika sang suami mampu memiliki sifat-sifat suami yang baik dan mampu menunaikan tugasnya sebagai kepala keluarga. Sebaliknya, rumah tangga akan senantiasa terancam kegagalan jika sang si suami lalai akan kewajiban dan tugasnya.
Sebagian masyarakat beranggapan, kewajiban dan tugas suami hanya terkait nafkah lahir dan batin semata. Keberhasilan seorang suami diukur dari sisi kemampuan fisik dan finansialnya di dalam rumah tangga. Kewajiban suami itu yang terpenting dijelaskan oleh Al-Qur’an sebagai qawwam; pemimpin yang menegakkan dan mengendalikan serta meluruskan segala prilaku di dalam rumah tangga baik istri atau anaknya.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An-Nisaa: 34)
Ayat ini merupakan garis-garis besar haluan rumah tangga. Jika diperhatian seksama, maka kepemimpinan suami disebabkan oleh faktor kelebihannya, di antaranya kelebihan nafkah. Artinya, ada kelebihan lain yang harusnya dimiliki oleh suami. Ketika menyebut tentang kesalihan istri yang paling utama disebutkan ketataan kepada Allah. Artinya, ketataan istri hakikatnya kepada suami adalah taat kepada Allah.
Yang perlu diperhatikan, selain suami memiliki kewajiban, ia juga punya hak. Demikian pula istri disamping memiliki kewajiban juga memiliki hak. Antara hak dan kewajiban harus ditunaikan secara seimbang baik oleh suami atau istri sehingga keutuhan rumah tangga akan terjaga. Sebelum seorang suami menuntut hak, dia harus menunaikan kewajibannya.
📎 Tanggung Jawab Suami, Penentu Nasib Keluarga
Sedikitnya ada sembilan kewajiban suami kepada istrinya yang diajarkan oleh Islam. Jika ini ditunaikan dengan baik, keluarga akan dijamin mencapai sakinah, mawaddah dan rahmah.
1⃣ Membayar mahar atau maskawin
Memang hal ini bukanlah suatu syarat atau rukun dalam perkawinan, tetapi mahar ini merupakan suatu kewajiban yang harus diberikan oleh suami kepada istri. Karena itu, besaran mahar ini tidak mengikat, tidak terlalu kecil dan juga tidak terlalu mahal sehingga memberatkan suami. Mahar sifatnya pemberian suka rela sebagai bentuk penghargaan kepada wanita. Selain itu, mahar atau maskawin ini sebagai wujud simbolik kemampuan suami menafkahi istri dan keluarganya kelak.
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa : 4)
2⃣ Memberi nafkah
Pemberian nafkah ini bersifat wajib bagi suami terhadap istrinya, ayah terhadap anaknya, dan tuan terhadap budaknya yang meliputi keperluan hidup seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal, obat-obatan, jaminan kesehatan. Kewajiban nafkah ini tidak gugur dari suami meskipun istrinya kaya.
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (Al-Baqara: 233)
Dalam banyak keterangan hadits, memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak memiliki keutamaan sangat besar, bahkan lebih utama di banding nafkah jihad di jalan Allah.
دِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في سَبِيْلِ اللهِ وَ دِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في رَقَبَةٍ وَ دِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلىَ مِسْكِيْنٍ وَدِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في على أهْلِكَ أعْظَمُهَا أجْرًا الَّذِي أنْفَتَهُ على أهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, pahala yang paling besar adalah satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu” (HR. Muslim, Ahmad dan Baihaqi)
3⃣ Menggauli istri dengan baik
Berbeda dengan era jahiliyah yang merendahkan perempuan, dalam Islam, seorang wanita harus dihormati sebagaimana manusia umumnya yang memiliki hak dan hasrat manusia. Ia harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang, romantis, pengertian, lemah lembut dan menjauhi sifat kasar dan zalim. Perlakuan di sini mencakup interaksi dalam rumah, komunikasi yang baik, memenuhi kebutuhan biologis istri secara baik.
“Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dgn cara sebaik-baiknya.” (An Nisa 19)
Rasulullah saw. bersabda, “Kewajiban seorang suami terhadap isterinya ialah suami harus memberi makan kepadanya jika ia makan & memberi pakaian kepadanya jika ia berpakaian dan tidak boleh memukul mukanya, tidka boleh memperolokkan dia, juga tidak boleh meninggalkannya kecuali dalam tempat tidur (ketika isteri membangkang).” (HR. Abu Daud)
Nabi bersabda, “Orang-orang yang terbaik dari kalian ialah mereka yang baik dalam mempergauli keluarganya dan aku adalah orang yang terbaik dari kamu sekalian dalam mempergauli keluargaku.” (Riwayat lbnu Asakir)
4⃣ Berlaku adil jika istri lebih dari satu
Istri lebih dari satu bukanlah hal mudah. Sebab tanggung jawab dan beban finansial akan lebih berat. Pertanggungjawabannya sampai di akhirat. Jika karena satu dan lain hal seorang suami beristri lebih dari satu, maka sikap adil dalam hal nafkah dan jatah adalah kewajiban tidak bisa ditawar.
Sayangnya, sebagian besar masyarakat tidak proporsional dalam memahami masalah poligami. Akibatnya, banyak kasus kekerasan, penelantaran istri ketika si suami melakukan poligami.
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Barang siapa beristri dua, sedangkan dia lebih mementingkan salah seorang dari keduanya, maka ia akan datang nanti pada hari kiamat, sedangkan pinggangnya (rusuknya) dalam keadaan bungkuk.” (HR. Irwaa-ul Ghaliil (no. 2017)], Ibni Majah, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi, an-Nasa-i)
5⃣ Memberikan sandang pangan seperti sandang pangan suami tanpa membedakan
Sejatinya istri dalam Islam adalah partner dalam membangun rumah tangga. Mereka memiliki peran besar bagi suami dan anaknya. Karena itu, apa yang dirasakan suami juga harus dirasakan oleh istri. Ini sebagai bukti Islam menganut kesetaraan dalam hak sekaligus sebagai penghormatan terhadap istri atas peran mereka sebagai sosok yang memiliki jasa dalam membangun rumah tangga.
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.’’ (QS.At-Thalaq 6)
6⃣ Membimbing istrinya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Fungsi suami sebagai pemimpin terutama dalam hal agama sangat urgen dan menentukan masa depan sebuah rumah tangga. Karena itu dalam Al-Quran disebut sebagai qawwam; yang meluruskan dan menegakkan. Fungsi suami bukan sekadar memenuhi kebutuhan nafkah. Di sinilah, fungsi rumah tangga sebagai sekolah dimana ayah sebagai guru utama harus berjalan dengan baik yang saling asah asih dan asuh.
‘Hai orang-orang yg beriman! Jagalah dirimu & ahli keluargamu dari api Neraka.” (At Tahrim : 6)
“Perintahkanlah keluargamu agar melakukan sholat.” (Thaha:132)
Dan Ibnu Umar dari Nabi saw. beliau bersabda, ‘Seorang suami adalah pemimpin dalam mengurusi ahli keluarganya. Ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (Muttallaq ‘alaih)
7⃣ Tidak boleh membuka aib (kejelekan) istri kepada siapapun
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat.” (HR. Bukhori)
Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata; Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya.” (HR. Muslim)
8⃣ Menjaga istrinya dengan baik
Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram, tidak membiarkan akhlak dan agama isteri rusak.
Kedelapan hal di atas adalah kewajiban utama seorang suami. Sebenarnya masih ada sejumlah kewajiban suami lainnya yang mesti diperhatikan. Seperti apabila istri durhaka kepada suami, maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. Suami juga harus bersabar jika menemukan kekurangan istrinya, tidak buru-buru menceraikan istrinya jika ada masalah.
🗝 Kunci Sukses Membangun Rumah Tangga; Cinta dan Ibadah
Keluarga diibaratkan seperti batu bata pertama dalam sebuah bangunan masyarakat. Apabila keluarga baik, maka masyarakat pun akan ikut menjadi baik dan sebaliknya jika keluarga rusak, maka masyarakat akan menjadi rusak pula. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian kepada urusan keluarga dengan perhatian yang sangat besar, sebagaimana Islam juga mengatur hal-hal yang dapat menjamin keselamatan dan kebahagiaan keluarga tersebut.
Untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga kunci utama adalah harus atas dasar cinta. Rasa cinta dan kasih sayang itu harus terus dipupuk setiap saat. Sebab godaan dan rayuan dunia di luar sana sangatlah besar. Sehingga menjadi keharusan kedua pihak; suami dan istri untuk memupuk cintanya.
Untuk menjaga dan menyuburkan cinta dan kasih sayang itu kedua pihak harus disatukan dalam satu tujuan yakni berkeluarga dalam rangka ibadah kepada Allah artinya cinta itu harus disatukan oleh ibadah. Sebab cinta sangat dipengaruhi oleh faktor tendensi dan motiv. Jika motiv itu duniawi maka sifatnya sementara dan akan pudar. Sementara ibadah sifatnya abadi. Sehingga apabila cinta karena ibadah maka akan langgeng dan abadi. (Ahmad Tarmudli, M.Ag)
Doa Keselamatan Keluarga dan Dunia Akhirat
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي، اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي»
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat, Ya Allah aku memohon ampunan dan keselamatan dalam Agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah tutupilah auratku (aibku), dan tentramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah peliharalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri, dan dari atasku. Aku berlindung dengan kebesaranMU agar aku tidak disambar dari bawahku (dibenamkan kedalam bumi)”
(HR. Bukhari no.1200, Abu Dawud no.5074)