Ini salah satu keistimewaan Islam di antara keistimewaan lainnya. Mendidik anak itu sudah dimulai sejak memilih suami atau istri, begitu dini dan antisipatif. Sebab, semua teori pendidikan anak –sehebat apa pun- tidak akan efektif dan berdaya di tangan orang tua yang tidak mampu memerankan dirinya sebagai pendidik; sebagai ayah dan ibu. Apa gunanya pedang tajam jika dipegang oleh orang yang tidak bisa membedakan mana kayu dan besi? Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” تُنْكَحُ المَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi SAW, Beliau bersabda: “Wanita dinikahi karena empat hal: karena kekayaannya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, pilihlah karena agamanya niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari no. 5090)
Dari empat kriteria ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menekankan “agama” sebagai kriteria utama dalam memilih istri (tentu juga suami). Maksud agama di sini bukan sekedar dia seorang muslim, tapi bagaimana kualitasnya. Sebab, kualitas agama seseorang baik pemahaman dan amalan merupakan pangkal dari semua keshalihan, termasuk keshalihan keluarga mereka nantinya.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ الْحَثُّ عَلَى مُصَاحَبَةِ أَهْلِ الدِّينِ فِي كُلِّ شَيْءٍ لِأَنَّ صَاحِبَهُمْ يَسْتَفِيدُ مِنْ أَخِلَاقِهِمْ وَبَرَكَتِهِمْ وَحُسْنِ طَرَائِقِهِمْ وَيَأْمَنُ الْمَفْسَدَةَ من جهتهم
Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berdekatan dengan ahli agama dalam segala hal. Sebab, berdekatan dengan mereka akan mendapatkan manfaat baik dari sisi akhlaknya, keberkahan, bagusnya jalan mereka, serta aman dari kerusakan dari sisi mereka. (Syarh Shahih Muslim, 10/52)
Allah Ta’ala sendiri mengajarkan agar memilih teman hidup yang beriman, sebab merekalah sebaik-baiknya perhiasan, walau yang kafir itu begitu menawan dan menarik perhatian.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS. Al Baqarah: 221)
Keshalihan orang tua, memang belum tentu lantas bisa diwariskan ke anaknya. Kisah keluarga Nabi Nuh ‘Alaihissalam bisa menjadi contoh. Tapi, yang menjadi umumnya adalah orang tua yang shalih yang mampu menciptakan lingkungan yang shalih, begitu besar pengaruhnya dalam melahirkan anak-cucu yang shalih pula. Hal ini terlihat dari ayat berikut:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. Ath Thur: 21)
Syaikh Abduurahman as Sa’di Rahimahullah menjelaskan:
وهذا من تمام نعيم أهل الجنة، أن ألحق الله بهم ذريتهم الذين اتبعوهم بإيمان أي: الذين لحقوهم بالإيمان الصادر من آبائهم، فصارت الذرية تبعا لهم بالإيمان، ومن باب أولى إذا تبعتهم ذريتهم بإيمانهم الصادر منهم أنفسهم
Ini di antara sempurnanya kenikmatan penduduk surga, bahwa mereka dikumpulkan bersama keturunan mereka yang telah mengikuti mereka dalam keimanan, yaitu orang-orang yang menyertai mereka dalam keimanan yang muncul dari ayah-ayah mereka, maka keturunan mereka mengikuti mereka dalam keimanan, maka terlebih lagi jika keimanan keturunan itu muncul dari diri mereka sendiri.
(Tafsir As Sa’di, Hal. 815)
Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq
✍ Farid Nu’man Hasan