Allah Ta’ala berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكاذِبِينَ (3)
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al ‘Ankabut: 2-3)
Ayat ini menunjukkan bahwa keimanan itu ditakar melalui ujian. Ada yang setelah datangnya ujian, iman semakin bagus, ada pula yang menjadi kufur. Yang jujur dan dusta akan tersingkap karena ujian.
Jika dilihat dari sebab turunnya ayat, dalam berbagai versi menunjukkan ayat ini turun bagi kaum muslimin di Mekkah yang diuji atas keislaman, dakwah, dan hijrahnya.
Imam Al Qurthubi Rahimahullah menceritakan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma tentang sebab turunnya ayat ini:
يُرِيدُ بِالنَّاسِ قَوْمًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ كَانُوا بِمَكَّةَ، وَكَانَ الْكُفَّارُ مِنْ قُرَيْشٍ يُؤْذُونَهُمْ وَيُعَذِّبُونَهُمْ عَلَى الْإِسْلَامِ، كَسَلَمَةَ بْنِ هِشَامٍ وَعَيَّاشِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ وَالْوَلِيدِ بْنِ الْوَلِيدِ وَعَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ وَيَاسِرٌ أَبُوهُ وَسُمَيَّةُ أُمُّهُ وَعِدَّةٌ مِنْ بَنِي مَخْزُومٍ وَغَيْرِهِمْ
Maksud dari “manusia” pada ayat ini adalah segolongan orang beriman di kota Mekkah, saat itu orang-orang kafir Quraisy menganggu mereka dan menyiksa mereka karena keislamannya, seperti Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah, Al Walid bin Al Walid, ‘Ammar bin Yasir, ayahnya, dan ibunya, Sumayyah, serta sejumlah orang dari Bani Makhzum dan lainnya. (Imam al Qurthubi, Jaami’ Li Ahkamil Quran, 8/184)
Muqatil Rahimahullah berkata:
نَزَلَتْ فِي مِهْجَعٍ مَوْلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ كَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَوْمَ بَدْرٍ، رَمَاهُ عَامِرُ بْنُ الْحَضْرَمِيِّ بِسَهْمٍ فَقَتَلَهُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ:” سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ مِهْجَعٌ وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ يُدْعَى إِلَى بَابِ الْجَنَّةِ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ”. فَجَزِعَ عَلَيْهِ أَبَوَاهُ وَامْرَأَتُهُ فَنَزَلَتْ” الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا”
Ayat ini turun tentang Mihja’, pelayan Umar bin al Khathab, dia adalah orang pertama yang terbunuh dalam perang Badar, dia dipanah oleh ‘Amir bin al Hadhrami. Saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. bersabda: “Pemimpin para syuhada adalah Mihja’, dia orang pertama yang akan dipanggil di pintu surga dari umat ini.” Kedua orangtuanya dan istrinya pun terkejut, lalu turunlah ayat: “Alif lam mim, Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan.” (Ibid, 8/184-185)
Asy Sya’bi Rahimahullah berkata:
نَزَلَ مُفْتَتَحُ هَذِهِ السُّورَةِ فِي أُنَاسٍ كَانُوا بِمَكَّةَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَكَتَبَ إِلَيْهِمْ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنِ الْحُدَيْبِيَةِ أَنَّهُ لَا يُقْبَلُ مِنْكُمْ إِقْرَارُ الْإِسْلَامِ حَتَّى تُهَاجِرُوا، فَخَرَجُوا فَأَتْبَعَهُمُ الْمُشْرِكُونَ فَآذَوْهُمْ. فَنَزَلَتْ فِيهِمْ هَذِهِ الْآيَةِ
Permulaan ayat ini turun tentang orang-orang Islam di Mekkah, para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menulis surat kepada mereka dari Hudaibiyah bahwa pengakuan Islam kalian tidaklah diterima sampai kalian berhijrah, lalu mereka pun keluar (hijrah) namun diikuti kaum musyrikin dan mereka menganggunya. Maka turunlah ayat ini tentang mereka. (Ibid, 8/185)
Belasan abad dakwah Islam berjalan, kita bisa melihat beragam ujian dialami kaum muslimin. Baik berupa tuduhan, permusuhan, penangkapan, pengusiran, pemboikotan, sampai pembunuhan. Maka, apa yang dialami umat Islam secara umum hari ini, dan aktifis dakwah secara khusus, berupa berbagai fitnah dari musuh-musuh mereka dengan sebutan radikal, ekstrimis, sumbu pendek, teroris, intoleran dan sebagainya, itu hanyalah pengulangan sejarah yang sudah berkali-kali terjadi sejak masa nabi sampai hari ini.
Kadang ujian datang dari keluarga terdekat dan masyarakatnya sendiri, bahkan tidak sedikit diuji dengan kesenangan dunia; harta, kedudukan, ketenaran, sanjungan, dan syahwat. Ada yang lulus dan ada yang gagal.
Setelah kita tahu tabiat kehidupan dunia seperti itu, apalagi tabiat jalan dakwah, maka yang kita lakukan bukannya lari dari kenyataan. Tapi, perkuat kaki dan punggung untuk tegar menghadapi semuanya. Di antaranya adalah dengan beramal jama’i bersama semua komponen umat, agar beban dakwah menjadi tanggung jawab bersama dan lebih ringan. Mintalah kepada Allah Ta’ala kesabaran dan kekuatan pendirian (istiqamah) di jalan dakwah, baik saat bersama yang lain atau seorang diri dalam dakwah.
Imam al Munawi menceritakan nasihat Luqman al Hakim kepada anaknya:
يا بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر بالبلاء
Wahai anakku, emas dan perak itu ditempa dengan api, sedangkan orang beriman ditempa dengan musibah. (Faidhul Qadir, 2/459)
Emas dan perak menjadi logam mulia dan berharga setelah diuji dengan panasnya api, maka mulianya manusia setelah dia lulus uji dengan musibah dan bencana. Syaikh Ahmad Farid Hafizhahullah berkata:
قد تداول الإمام أحمد أربع خلفاء, بعضهم بالتهديد والوعيد وبعضهم بالضرب والحبس وبعضهم بالنفي والتشريد وبعضهم بالترغيب في الرياسة و المال, ولا يزداد الإمام الا ثقة و إيمانا ويقينا وهذا شأن الإيمان الصادق ; وقال الله تعالي : وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
Imam Ahmad telah melewati pergantian empat orang khalifah, di antara mereka ada yang melakukan intimidasi dan ancaman, ada yang mencambuk dan memenjara, ada yang menolak dan mengusirnya, ada pula yang merayunya dengan jabatan. Namun, tidaklah menambah apa-apa bagi Imam Ahmad kecuali kepercayaan, keimanan, dan keyakinan. Inilah makna dari iman yang benar. Allah Ta’ala berfirman: Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (A’lamus Salaf, hal. 340)
Demikianlah para pemenang, mereka tidak menyerah, tidak lemah, dan tidak diam, implementasi sabar yang aktif dan positif bukan diam dan pasif berpangku tangan.
Wallahul Musta’an
✍ Farid Nu’man Hasan