Serba-Serbi Salam

“Assalamu’alaikum ” itu syiar Islam, masing-masing umat beragama ada syiar dan ciri khasnya sendiri. Inilah salam Islam, salam penuh keberkahan yang berasal dari Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman:

فَإِذَا دَخَلۡتُم بُيُوتٗا فَسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ تَحِيَّةٗ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُبَٰرَكَةٗ طَيِّبَةٗۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ

Apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) bagimu, agar kamu mengerti.

(QS. An-Nur: 61)

Salam itu doa, doa keselamatan, kasih sayang, dan keberkahan, untuk yang disalami. Karena itu, perlu diperhatikan cara pengucapan dan kalimatnya.

Salam itu salah satu sarana memunculkan cinta sesama orang-orang beriman. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling menyayangi. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu, apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi? Sebarkanlah salam di antara kalian.”

(HR. Muslim no. 54)

Mengawali salam adalah sunnah menurut mayoritas ulama. Ibnu Abdil Bar mengatakan kesunnahannya adalah ijma’. Sedangkan menjawabnya adalah fardhu (wajib).

(Mishbahuzh Zhalam Syarh Bulugh Al Maram, jilid. 4, hal. 290).

Tapi, kenyataannya para fuqaha tidak ijma’, sebab kalangan Hanafiyah, juga salah riwayat dari Imam Ahmad, dan pendapat yg tidak masyhur dari Malikiyah, mengatakan mengawali salam adalah wajib, bukan sunnah.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 25/160-161)

Menjawab salam dianjurkan dengan kalimat yang lebih baik, lebih komplit, minimal sepadan.

Allah Ta’ala berfirman:

{ وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَآ أَوۡ رُدُّوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ حَسِيبًا }

Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu. (QS. An-Nisa’: 86)

Cara salam ada beberapa bentuk:

– Assalamu ‘alaikum (dapat 10 kebaikan)
– Assalamu ‘alaikum wa Rahmatullah (20 kebaikan)
– Assalamu ‘alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh (30 kebaikan)

(HR. Ahmad No. 19948, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Sanadnya kuat sesuai syarat Imam Muslim, semua perawinya terpercaya, dan termasuk perawi Bukhari dan Muslim, kecuali Ja’far bin Sulaiman, dia adalah perawinya Imam Muslim, seorang yang jujur dan bagus haditsnya.” Lihat
Ta’liq Musnad Ahmad No. 19948)

Semua kalimat ini disepakati kesunnahannya. Ada pun tambahan wa maghfiratuh diperselisihkan ulama sejak masa sahabat nabi.

Berikut ini keterangannya:

قال الحسن: إِذا قال أخوك المسلم: السلام عليكم، فردَّ السلام، وزد: ورحمة الله. أو رُد ما قال ولا تزد. وقال الضحاك: إِذا قال: السلام عليك، قلت: وعليكم السلام ورحمة الله، وإِذا قال:
السلام عليك ورحمة الله، قلتَ: وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته، وهذا منتهى السلام

Berkata Al Hasan: “Jika saudaramu muslim berkata: Assalamu ‘alaikum, maka jawablah salamnya dan tambahkan “ wa Rahmatullah”, atau jawablah secara sama tanpa tambahan.

Adh Dhahak mengatakan: “Jika dia berkata: Assalamu ‘Alaika, maka engkau katakan: “Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah.” Jika dia berkata: “As Salamu ‘Alaika wa Rahmatullah, maka kau katakan: “Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.” Ini adalah akhir salam. (Imam Abul Faraj bin Al Jauzi, Zaadul Masiir, jilid. 1, hal. 441)

Imam An Nawawi Rahimahullah juga menjelaskan:

يستحب أن يقول المبتدئ بالسلام:”السلام عليكم ورحمة الله وبركاته”فيأتي بضمير الجمع, وإن كان المسلم عليه واحداً, ويقول المجيب: “وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته”فيأتي بواو العطف في قوله: وعليكم

Disunahkan bagi yang mengawali ucapan salam dengan kalimat: “Assalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.” Menggunakan dhamir (kata ganti orang) jamak (plural), walaupun yang menerima salam adalah satu orang muslim saja. Sedangkan yang menjawab mengucapkan: “Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh,” dengan menggunakan huruf “wau ‘athaf” pada kalimat: “Wa ‘alaikum.”

(Riyadhushshalihin, Kitabus Salam Bab Kaifiyah As Salam, Hal. 274)

Dalam riwayat Zaid bin Arqam disebutkan bahwa, “Jika Nabi ﷺ mengucapkan salam kepada kami maka kami menjawab: Wa ‘Alaikas salam wa Rahmatullah wa Barakatuh wa Maghfiratuh.

(HR. Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir, 1/1/330. Sanadnya Jayyid dan semua perawinya terpercaya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1449)

Dalam atsar shahih, dari Kharijah bin Said, bahwa jika beliau menulis suratnya Zaid memulai dengan salam:

السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وبركاته ومغفرته وطيب صلواته

As Salamu ‘Alaika – Ya Amiral Mu’minin- wa Rahmatullah wa Barakatuh wa Maghfiratuh wa Thayyibu shalawatih. (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 1001. Lihat Shahih Adabil Mufrad, 1/436)

Sementara Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma tidak menyukai hal itu, sebab hal itu tidak sesuai Al Quran, yakni ayat tentang perkataan malaikat kepada istrinya Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam: wa rahmatullah wa barakatuhu ‘alaikum ahlal bait. (QS. Huud: 73)

‘Atha berkata tentang sikap Ibnu ‘Abbas Radhiallah ‘Anhuma:

كُنْتُ عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، فَقُلْتُ: وَعَلَيْكُمُ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ وَمَغْفِرَتُهُ. فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: «انْتَهِ إِلَى مَا انْتَهَتْ إِلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ»

Aku bersama Abdullah bin Abbas, saat itu datang seorang laki-laki lalu mengucapkan salam kepadanya. Maka aku menjawab: “Wa ‘Alaikumus Salam wa Rahmtullah wa Barakatuh wa Maghfiratuh.” Ibnu ‘Abbas berkata: “Berhentilah pada kalimat di mana Malaikat juga berhenti.” (Imam Al Hakim, Al Mustadrak No. 3316, katanya: shahih. Lihat juga Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 8487)

Ketidaksukaan ini juga ditunjukkan oleh Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma, Imam Al Baihaqi meriwayatkan sebagai berikut:

أَنَّهُ كَانَ مَعَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ رَجُلٌ، فَقَالَ: سَلَامٌ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ وَمَغْفِرَتُهُ، فَانْتَهَرَهُ ابْنُ عُمَرَ، وَقَالَ: ” حَسْبُكَ إِذَا انْتَهَيْتَ إِلَى: وَبَرَكَاتُهُ، إِلَى مَا قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ “

Bahwa ada seorang laki-laki yang mengucapkan salam kepada Ibnu Umar, dengan ucapan: “Salamun ‘Alaika wa Rahmatullah wa Barakatuh wa Maghfiratuh.” Maka Ibnu Umar mencelanya, dan berkata: “Cukup bagimu jika kamu akhiri dengan “wa Barakatuh” mengikuti apa yang Allah ﷻ firmankan.” (HR. Al Baihaqi, Syu’abul Iman No. 8490. As Suyuthi, Ad Durul Mantsur, 4/454)

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top