Wanita Haid Membaca Al Quran di HP

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Masalah ini sangat sering ditanyakan, nampaknya perlu kami jawab lagi lebih rinci.

Membaca Al Quran melalui aplikasi Al Quran di HP, tidaklah dihitung seperti membaca Al Quran di Mushaf. Sebab, HP bukanlah mushaf. Tampilan layar HP yang bergonta-ganti; kadang WA, youtube, marketplace, juga Al Quran, maka sangat jauh dari definisi mushaf.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

هذه الجوالات التي وضع فيها القرآن كتابة أو تسجيلا ، لا تأخذ حكم المصحف ، فيجوز لمسها من غير طهارة ، ويجوز دخول الخلاء بها ، وذلك لأن كتابة القرآن في الجوال ليس ككتابته في المصاحف فهي ذبذبات تعرض ثم تزول وليست حروفا ثابتة

HP yang di dalamnya terdapat aplikasi Al Quran baik tulisan atau suara, tidaklah dihukumi sebagai mushaf. Maka, boleh menyentuhnya tanpa bersuci. Boleh pula masuk WC dengannya. Hal itu disebabkan tulisan Al Qur’an di HP tidaklah seperti tulisan di Mushaf. Keberadaannya hilang dan muncul, dia bukanlah huruf yang permanen. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 106961)

Lalu, bagaimana wanita haid membaca Al Quran melalui HP?

Karena HP bukan mushaf, maka status wanita haid membaca Al Quran di HP sama seperti membaca Al Quran TANPA MENYENTUH MUSHAF, baik melihat saja atau hapalannya.

Persoalan wanita haid membaca Al Quran dengan MENYENTUH MUSHAF dan TANPA MENYENTUH mushaf pernah kami bahas di buku Fikih Perempuan Kontemporer (Gema Insani, 2018). Di situ kami paparkan tentang dalil-dalil pihak yang melarang dan membolehkan secara rinci memakan puluhan halaman. Di sini, kami akan ringkas dari pembahasan “Membaca TANPA menyentuh mushaf” saja, sebagai berikut:

Dalam hal ini, para ulama terbagi menjadi dua golongan.

1. Pihak Yang Mengharamkan

Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Salah satu alasannya, dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تَقْرَأِ الْحَائِضُ وَلَا الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ

“Janganlah wanita haid dan orang junub membaca sesuatu pun dari Al Quran.” (HR. At Tirmidzi No. 131, Al Baihaqi dalam Sunannya No. 1479)

Berkata Imam At Tirmidzi Rahimahullah dalam Sunannya:

وهو قول أكثر أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم والتابعين ومن بعدهم، مثل: سفيان الثوري، وابن المبارك، والشافعي، وأحمد، وإسحق، قالوا: لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن إلا طرف الآية والحرف ونحو ذلك، ورخصوا للجنب والحائض في التسبيح والتهليل.

“Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tabi’in, dan orang setelah mereka seperti Sufyan At Tsauri, Ibnul Mubarak, Asy Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. Mereka mengatakan: Janganlan wanita haid dan orang junub membaca sedikit pun dari Al Quran kecuali melihat ujung ayat dan huruf dan semisalnya. Mereka memberikan keringanan bagi orang junub dan wanita haid dalam bertasbih dan tahlil.” (Sunan At Tirmidzi, No. 131)

Imam An Nawawi juga mengatakan dalam Al Majmu’:

مذهبنا أنه يحرم على الجنب والحائض قراءة القرآن قليلها وكثيرها حتى بعض آية؛ وبهذا قال أكثر العلماء كذا حكاه الخطابي وغيره عن الأكثرين، وحكاه أصحابنا عن عمر بن الخطاب وعلي وجابر رضي الله عنهم والحسن والزهري والنخعي وقتادة وأحمد وإسحاق.

“Madzhab kami adalah bahwa haram bagi orang junub dan haid membaca Al Quran sedikit dan banyak, walau sebagian ayat. Ini juga pendapat kebanyakan ulama, demikianlah diceritakan pleh Al Khathabi dan selainnya dari banyak manusia. Para sahabat kami juga menceritakan dari Umar bin Al Khathab, Ali, Jabir –semoga Allah meridhai mereka-, Al Hasan, Az Zuhri, An Nakha’i, Qatadah, Ahmad, dan Ishaq.” (Al Majmu’ Syarh Al Muadzdzab, 2/127)

Demikianlah pandangan kelompok yang melarang orang berhadats besar (seperti haid dan junub) membaca Al Quran. Tetapi mereka membolehkan jika baca di hati saja, atau membaca doa-doa dari Al Quran dengan tidak memaksudkannya sebagai Al Quran.

Mereka juga membolehkan berdzikir seperti tahmid, tahlil, takbir, dan tasbih, bahkan kebolehan dzikir ini adalah ijma’, sebagaimana disebutkan dalam At Tibyan-nya Imam An Nawawi.

2. Pihak Yang Membolehkan

Inilah pendapat Ibnu Abbas, Said bin al Musayyab (tabi’in paling utama menurut Imam Ahmad), Said bin Jubeir, Daud azh Zhahiri, Ibnul Mundzir dari kalangan Syafi’iyyah, sebagian Malikiyah, Asy Syaukani, sebagian ulama kontemporer seperti Al Albani, Al Qaradhawi, Bin Baaz, dll. Alasan mereka, tidak ada satu pun hadits yang shahih dan lugas yang menunjukkan larangan wanita haid membaca Al Quran.

Mereka menilai bahwa hadits dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاتقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن

“Janganlah wanita haid dan orang junub membaca sesuatu pun dari Al Quran.”

Hadits ini lemah, seperti yang di katakan oleh Imam Al Baihaqi sendiri: laisa hadza bil qawwi (hadits ini tidak kuat). (Lihat As Sunan Al Kubra No. 1479)

Sedangkan Imam At Tirmidzi mengatakan: “Kami tidak mengetahui kecuali dari jalur Ismail bin ‘Iyasy.” Beliau mengutip ucapan Imam Bukhari: “Sesungguhnya Ismail bin ‘Iyasy meriwayatkan hadits-hadits munkar dari penduduk Hijaz dan Iraq.” Lalu beliau berkomentar: “Seakan riwayatnya (Ismail bin’Iyasy) yang seorang diri dari mereka (penduduk Hijaz dan Iraq) adalah dhaif.” (Lihat Sunan At Tirmidzi –biasa juga disebut Jami’ At Tirmidzi, No. 131)

Imam Abu Hatim berkomentar tentang hadits di atas: hadza baathil! (hadits ini batil). (Imam Adz Dzahabi, Mizanul I’tidal, 1/242. Darul Ma’rifah, Beirut – Libanon)

Imam Ahmad bin Hambal juga mengatakan: hadza baathil! (Nailul Authar, 1/226)

Imam Yahya bin Ma’in berkata tentang Ismail bin ‘Ayasy: “Haditsnya yang berasal dari penduduk Syam adalah shahih, tetapi yang berasal dari penduduk Iraq dan Madinah (hijaz), maka rusak lagi buruk.” (Ibid, 1/243) tetapi dia juga mengatakan tentangnya: tsiqah. (Ibid, 1/242)

Imam Ibnu Khuzaimah mengatakan: “Tidak boleh berhujjah dengannya.” (Ibid)

Imam Asy Syaukani Rahimahullah juga mengingkari pendalilan dengan hadits ini:

وأما حديث ابن عمر ففيه مقال سنذكره عند ذكره لا ينتهض معه للاستدلا

“Ada pun hadits Ibnu Umar, maka di dalamnya terdapat perbincangan yang akan kami sebutkan ketika membahasnya, yang tidak dapat menguatkan untuk dijadikan dalil.” (Nailul Authar, 1/226) dalam pembahasannya itu beliau menyimpulkan kedhaifan hadits ini dan menurutnya tidak boleh mengharamkan kecuali dengan dalil yang shahih.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وقال داود: يجوز للجنب والحائض قراءة كل القرآن، وروي هذا عن ابن عباس وابن المسيب، قال القاضي أبو الطيب وابن الصباغ وغيرهما: واختاره ابن المنذر، وقال مالك: يقرأ الجنب الآيات اليسيرة للتعوذ، وفي الحائض روايتان عنه إحداهما: تقرأ والثانية: لا تقرأ، وقال أبو حنيفة: يقرأ الجنب بعض آية ولا يقرأ آية وله رواية كمذهبنا.

“Berkata Daud: Dibolehkan bagi orang junub dan haid untuk membaca seluruh Al Quran. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnul Musayyib. Berkata Al Qadhi Abu Thayyib, Ibnu Ash Shabagh, dan selain mereka: Inilah pendapat yang dipilih Ibnul Mundzir. Berkata Imam Malik: orang junub boleh membaca Al Quran ayat yang ringan untuk perlindungan. Sedangkan tentang wanita haid ada dua riwayat darinya, riwayat pertama menyebutkan boleh membacanya. riwayat kedua menyebutkan tidak boleh membacanya. Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan: orang junub boleh membaca sebagian ayat, dan tidak boleh ayat yang utuh, dia memiliki riwayat pendapat yang sama dengan madzhab kami (Syafi’iyah).” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 2/127)

Dalam salah satu kitab madzhab Malik, yakni Al Khulashah Al Fiqhiyah tertulis:

ولا يحرم عليها قراءة القرآن أيام الحيض والنفاس سواء كانت جنبا…

“Tidak haram bagi wanita membaca Al Quran pada hari-hari haid dan nifas, sama juga dengan orang junub ..” (Al Khulashah Al Fiqhiyah ‘Ala Madzhabis Saadah Al Malikiyah, Hal. 51. Maktabah Al Misykah)

Syaikh Sayyid Sabiq juga menambahkan informasi yang menguatkan pendapat kelompok ini:

وذهب البخاري والطبراني وداود وابن حزم إلى جواز القراءة للجنب.
قال البخاري: قال إبراهيم: لا بأس أن تقرأ الحائض الاية، ولم ير ابن عباس بالقراءة للجنب بأسا، وكان النبي صلى الله عليه وسلم يذكر الله على كل أحيانه.
قال الحافظ تعليقا على هذا، لم يصح عند المصنف (يعني البخاري) شئ من الاحاديث الواردة في ذلك: أي في منع الجنب والحائض من القراءة، وإن كان مجموع ما ورد في ذلك تقوم به الحجة عند غيره لكن أكثرها قابل للتأويل.

“Sementara itu, Bukhari, Thabarani, Daud, dan Ibnu Hazm berpendapat dibolehkannya membaca Al Quran bagi orang junub. Imam Bukhari mengatakan bahwa Ibrahim berkata: “Tidak apa-apa bagi orang haid membaca satu ayat, dan Ibnu Abbas memandang tidak mengapa bagi orang junub membaca Al Quran, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu berdzikir kepada Allah pada semua keadaannya.
Mengomentari hal ini, Al Hafizh mengatakan: Tidak ada yang sah dari penyusun kitab (yakni Al Bukhari) satu pun hadits yang memuat hal ini; yaitu tentang larangan orang junub dan haid membaca Al Quran. Jika pun semua dalil tentang itu ada dan dikumpulkan, yang dengan itu orang selainnya akan menggunakannya sebagai hujjah, namun ternyata kebanyakan dalil itu masih dapat ditakwil (maksudnya belum bisa dipastikan larangannya, pen).” (Fiqhus Sunnah, 1/68)

Ada pun Imam Ibnu Taimiyah, Beliau menyatakan adanya ulama yang membolehkan jika wanita haid tersebut ada keperluan, seperti untuk menjaga hapalan agar tidak hilang:

وأما قراءتها القرآن، فإن لم تخف النسيان فلا تقرؤه . وأما إذا خافت النسيان فإنها تقرؤه في أحد قولي العلماء

“Adapun membaca Al Quran, jika wanita itu tidak khawatir lupa dengan hapalannya, maka dia tidak boleh membacanya. Ada pun jika dia khawatir lupa, maka boleh dia membacanya menurut satu diantara dua pendapat ulama.” (Maju’ Fatawa, 21/636)

Seorang tokoh Hambali masa kini, Syaikh Utsaimin juga menyatakan:

“Dibolehkan bagi wanita haid untuk membaca Al Quran jika ada keperluan, misal jika dia seorang guru, dia membaca Al Quran untuk pengajaran, atau dia seorang pelajar dia membacanya untuk belajar, atau untuk mengajar anak-anaknya yang masih kecil atau besar, dia menyampaikan dan membacakan ayat di depan mereka. Yang penting adalah jika ada kebutuhan bagi wanita untuk membaca Al Quran, maka itu boleh dan tidak mengapa. Begitu pula jika dia khawatir lupa maka membacanya merupakan upaya untuk mengingatkan, maka itu tidak mengapa walau pun dia haid. Sebagian ulama mengatakan: sesungguhnya boleh bagi wanita haid membaca Al Quran secara mutlak walau tanpa kebutuhan. Ulama lain mengatakan: haram membaca Al Quran baginya walaupun ada kebutuhan. Ada pun pendapat yang ketiga: bahwa jika wanita ada keperluan membaca Al Quran untuk mengajarkannya atau mempelajariny atau takut lupa, maka itu tidak mengapa baginya.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Al ‘Utsaimin, No. 220. Cetakan terakhir. 1413H. Disusun oleh; Fahd bin Nashir bin Ibrahim As Sulaiman. Darul Wathan – Dar Ats Tsaraya)

Ada pula yang membedakan antara junub dan haid, seperti Syaikh Bin Baaz yang mengatakan wanita haid boleh membaca Al Quran (tanpa menyentuh), sedangkan orang junub tidak boleh. (Fatawa Islamiyah, 4/27. Disusun oleh Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnid) Ini juga menjadi pendapat Imam Al Qadhi ‘Iyadh. (Ikmal Mu’lim Syarh Shahih Muslim, No. 373. Al Maktabah Al Misykah)

Jadi, tentang “Orang Berhadats Besar (Haid, Junub, Nifas) Membaca Al Quran” bisa kita simpulkan:

1. Haram secara mutlak, baik itu Haid, Nifas, dan Junub. Inilah pandangan mayoritas ulama , sejak zaman sahabat seperti Umar, Ali, Jabir, hingga tabi’in seperti Az Zuhri, Al Hasan, An Nakha’i , Qatadah, dan generasi berikutnya, seperti Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad bin Hambal, Asy Syafi’i, dan Ishaq.

2. Haid dan Nifas adalah boleh, sedangkan junub tidak boleh. Ini pendapat Al Qadhi ‘Iyadh dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.

3. Boleh jika ada kebutuhan seperti untuk mengajar, belajar, atau untuk menjaga hapalan. Ini pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin.

4. Boleh secara mutlak, baik untuk Haid, Nifas, dan Junub. Ini pendapat Ibnu Abbas, Said bin Al Musayyib, Said bin Jubeir, Bukhari, Thabarani, Daud, Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir, Asy Syaukani, dan lainnya. Selesai

Demikian. Wallahu A’lam

Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top