🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾
Kami akan ambil dari dua sumber.
Daftar Isi
1. Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 38/369
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ إِلَى أَنَّ مِنْ سُنَنِ الصَّلاَةِ الْقَبْضَ وَهُوَ وَضْعُ الْيَدِ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى وَخَالَفَهُمْ فِي ذَلِكَ الْمَالِكِيَّةُ فَقَالُوا : يُنْدَبُ الإِْرْسَال وَيُكْرَهُ الْقَبْضُ فِي صَلاَةِ الْفَرْضِ وَجَوَّزُوهُ فِي النَّفْل وَهَذَا فِي الْجُمْلَةِ .
وَمَكَانُ وَضْعِ الْيَدَيْنِ بِهَذِهِ الْكَيْفِيَّةِ هُوَ تَحْتَ الصَّدْرِ وَفَوْقَ السُّرَّةِ ، وَهَذَا عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَرِوَايَةٌ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ ، وَهُوَ قَوْل سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ لِمَا رَوَى وَائِل بْنُ حُجْرٍ قَال : صَلَّيْتُ مَعَ رَسُول اللَّهِ ، وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ
وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَفِي الرِّوَايَةِ الأُْخْرَى عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ أَنَّهُ يَضَعُ يَدَيْهِ تَحْتَ سُرَّتِهِ وَرُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَلِيٍّ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي مِجْلَزٍ وَالنَّخَعِيِّ وَالثَّوْرِيِّ وَإِسْحَاقَ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ قَال : مِنَ السُّنَّةِ وَضْعُ الْكَفِّ عَلَى الْكَفِّ فِي الصَّلاَةِ تَحْتَ السُّرَّةِ
Mayoritas ahli fiqih seperti Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, berpendapat bahwa di antara sunah-sunah shalat adalah Al Qabdh (bersedekap), yaitu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Sementara Malikiyah menyelisihi mereka dalam hal ini, mereka mengatakan: “Dianjurkan irsaal (meluruskan tangan) dan dimakruhkan sedekap di dalam shalat wajib namun boleh di shalat sunnah.” Inilah gambaran secara umum.
Ada pun tempat meletakkan tangannya adalah di bawah dada dan di atas pusar, ini menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan sebuah riwayat dari Hanabilah. Ini juga pendapat Sa’id bin Jubeir. Berdasarkan hadits Wail bin Hujr, dia berkata: “Aku shalat bersama Rasulullah ﷺ, Beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya, di dadanya.”
Sedangkan menurut Hanafiyah, dan sebuah riwayat lain dari Hanabilah, bahwa diletakkan kedua tangan itu di bawah pusar. Cara seperti ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abu Mijlaz, An Nakha’i, Ats Tsauri, dan Ishaq. Berdasarkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib: “Diantara sunah dalam shalat adalah meletakkan telapak tangan di atas telapak tangan, di bawah pusar.”
2. Fiqhus Sunnah, 1/146
قال الكمال بن الهمام. ولم يثبت حديث صحيح يوجب العمل في كون الوضع تحت الصدر، وفي كونه تحت السرة، والمعهود عند الحنفية هو كونه تحت السرة وعند الشافعية تحت الصدر.
وعن أحمد قولان كالمذهبين، والتحقيق المساواة بينهما.
وقال الترمذي: أن أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم والتابعين ومن بعدهم يرون أن يضع الرجل يمينه على شماله في الصلاة، ورأى بعضهم فوق السرة، ورأى بعضهم أن يضعها تحت السرة، وكل ذلك واقع عندهم. انتهى.
ولكن قد جاءت روايات تفيد أنه صلى الله عليه وسلم، كان يضع يديه على صدره، فعن هلب الطائي قال: رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يضع اليمنى على اليسرى على صدره فوق المفصل، رواه أحمد، وحسنه الترمذي.
وعن وائل بن حجر قال: (صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم فوضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره) رواه ابن خزيمة وصححه ورواه أبو داود والنسائي بلفظ: ثم وضع يده اليمنى على ظهر كفه اليسرى والرسغ والساعد.أي أنه وضع يده اليمنى على ظهر اليسرى ورصغها وساعدها.
Berkata Al Kamal bin Al Hummam: “Tidak ada hadits shahih yang menunjukkan aktifitas posisi meletakkan tangan di bawah dada, dan di bawah pusar. Dan, yang dianut oleh Hanafiyah adalah posisinya di bawah pusar, dan bagi Syafi’iyah di bawah dada.”
Sedangkan Ahmad ada dua riwayat, sebagaimana dua madzhab tersebut.
At Tirmidzi berkata: “Para ulama dari kalangan sahabat Nabi ﷺ, tabi’in, dan generasi setelah mereka, berpendapat bahwa seseorang meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, sebagian mereka berpendapat meletakkan di atas pusar, sebagian lain berpendapat di bawah pusar. Semua ini ada dalam pendapat mereka.” Selesai
Tetapi terdapat banyak riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ meletakkan kedua tangannya di atas dadanya. Dari Halab Ath Tha’iy, dia berkata: “Aku melihat Nabi ﷺ meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, di dadanya, di atas mufashshal (batas antara dada dan perut).”
Diriwayatkan oleh Ahmad, dan dihasankan oleh At Tirmidzi.
Dari Wail bin Hujr, dia berkata: “Aku shalat bersama Rasulullah ﷺ, Beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya, di dadanya.” Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dia menshahihkannya.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan An Nasa’i dengan lafaz: “Kemudian Beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak tangan kirinya dan pergelangan tangannya serta tulang hastanya.” Maksudnya Beliau meletakkan tangan kanannya di punggung tangan kirinya, pergelangannya dan bagian hastanya.
💢 Kesimpulan:
✅ Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah (Hambaliyah), berpendapat adanya bersedekap
✅ Sementara Malikiyah -pengikut Imam Malik- memakruhkan sedekap pada shalat wajib, tapi boleh pada shalat sunah.
✅ Tempatnya sedekap adalah di bawah dada tapi di atas pusar (antara dada dan pusar). Ini pendapat Malikiyah, Syafi’iyah, juga Imam Ahmad dalam satu riwayat, berdasarkan riwayat Wail bin Hujr.
✅ Hanafiyah dan sebagian Hanabilah, meletakkan tangan di bawah pusar. Ini juga pendapat Imam Ahmad dalam riwayat lainnya. Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu.
✅ Para ulama masa sahabat nabi, tabi’in, dan generasi setelah mereka mempraktekan keduanya, baik di antara dada dan pusar, dan di bawah pusar.
✅ Ada pun pas di dada berdasarkan riwayat Halab bin Tha’iy, disebutkan oleh Imam Ahmad dan Imam At Tirmidzi, dengan sanad hasan.
✅ Jadi, mau di bawah pusar, antara dada dan pusar, atau di dada, semuanya ada. Ada pun TANPA SEDEKAP, tangan lurus saja, dianggap pendapat lemah oleh Syaikh Wahbah Az Zuhailiy. Pendapat yang rajih/kuat adalah pendapat mayoritas ulama. ( Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/63)
✅ Imam Malik sendiri berbeda dengan pengikutnya, Beliau sampai akhir hayatnya tetap bersedekap, sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Abdil Bar. ( Fiqhus Sunnah, 1/146)
Demikian. Wallahu a’lam
🌷☘🌴🌺🍃🌸🌾🌻
✍ Farid Nu’man Hasan