💢💢💢💢💢💢💢💢
Daftar Isi
Muqaddimah
Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Tercapainya keinginan melalui dalil-dalil hukum), itulah judul kitabnya. Disusun oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, seorang ulama madzhab Syafi’i, yang hidup abad ke 8 Hijriyah.
Kitab ini sangat terkenal di dunia Islam, dipakai hampir di semua pesantren di Indonesia. Telah banyak ulama yang memberikan syarah (penjelasan), seperti Imam Ash Shan’ani dengan judul: Subulus Salam, KH. Muhammad Muhajirin Amsar dengan judul Misbahuzh Zhalam, dan lainnya.
Kitab ini dimulai dengan tema Thaharah (Kitab ath Thaharah), lalu tema-tema standar dalam fiqih seperti shalat, puasa, dan lainnya. Namun, di dalam kiyab ini juga ada tema akhlak dan adab, yaitu dalam Kitab al Jaami’, tentang silaturrahim, zuhud, wara’, dzikir, dan doa.
💦💦💦💦💦💦💦
1⃣ Kitab Ath Thaharah (bersuci) – Bab Al Miyah (Bab Tentang Air)
Hadits 1:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِي اَلْبَحْرِ: – هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ, اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ – أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ
Dari Abi Hurairah Radhiallahu ‘Anhu dia berkata, berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang air laut:
“Dia (Air laut) suci airnya, halal bangkainya.”
Dikeluarkan oleh Al Arba’ah, Ibnu Abi Syaibah, dan lafaz ini adalah miliknya, dishahihkan oleh Ibnu khuzaimah dan At Tirmidzi.
📌 Takhrij Hadits:
– Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 69
– Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 83
– Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 386
– Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 7233, 8735, 15012, 23096
– Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 131
– Imam Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 321, 8657
– Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 1243, 1244, 5258
– Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 111, 112
– Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Ash Shaghir No. 187, 3065
– Imam An Nasai dalam As Sunan Al Kubra No. 58, 4862
– Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 491, 192, 498, 499, 500
– Imam Ath Thabarani dalam Al Mujam Al Kabir No. 1759
– Imam Ad Daruquthni dalam Sunannya, 1/34, 35, 36, 37
– Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 729, 2011
– Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 281
Dll
📌 Status hadits:
– Hadits ini SHAHIH, sebagaimana dikatakan oleh Imam al Bukhari. (Imam Ibnul Mulaqin, Al Khulashah, 1/7), Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Ibnu Hibban, memasukkanya dalam kitab Shahih mereka masing-masing.
Imam Ibnul Mulqin mengatakan: Shahih. (Al Badrul Munir, 1/348)
Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: Shahih. (Taliq Musnad Ahmad No. 7233)
📌 Latar Belakang Hadits (Asbabul wurud):
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bercerita:
سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ مِنْ مَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: Wahai Rasulullah, kami sedang berlayar di lautan, kami membawa sedikit air. Jika kami pakai air itu buat wudhu, maka kami akan kehausan, apakah boleh kami wudhu pakai air laut? lalu Beliau bersabda: Dia suci airnya, halal bangkainya. (kisah ini juga disebutkan dalam sumber takhrij di atas)
📌 Kandungan Hadits secara global:
1. Imam Ibnu Hajar memulai kitabnya ini, dengan Kitab Ath Thaharah (Bersuci).
Masalah thaharah ini sangat penting untuk sah tidaknya ibadah, oleh karenanya selalu di bahas pada bab pertama di semua kitab fiqih.
Thaharah ada dua macam:
– Ath Thaharah Al Qalb (bersuci hati), yaitu mensucikan hati dari semua bentuk syirik, penyakit hati seperti; hasad, suuzn zhan, dan semisalnya.
– Ath Thaharah Al Jism (bersuci badan), ini juga dibagi menjadi dua:
— Ath Thaharah minal Ahdaats, bersuci dari berbagai hadats, hadats besar dengan mandi besar (mandi janabah/mandi wajib) , sedangkan hadats kecil dengan wudhu.
— Ath Thaharah minal anjas wal aqdzaar, bersuci dari najis dan kotoran seperti air kencing, tinja, liur anjing, dan semisalnya. Dengan cara menghilangkannya secara syar’i. Jika kena air kencing atau tinja, maka cukup dibersihkan dan dicuci dengan air suci hingga bersih tak berbau dan tak berbekas. Air liur anjing dengan dicuci memakai air tujuh kali, salah satunya dengan tanah.
2. Hadits ini menunjukkan bahwa air laut adalah suci dan mensucikan, istilah lainnya: air mutlak.
Air ada empat macam:
– Thahur, yakni air suci dan mensucikan, seperti air tanah, air sungai, air hujan, air embun, air laut.
– Thahir, yakni air suci tapi tidak bisa mensucikan, seperti air kopi, sirup, kuah sayur, dan semisalnya.
– Air najis, yakni air yang secara zat adalah najis seperti air kencing, air madzi, air wadi, dan semisalnya.
– Air mutanajis, yakni air suci yang bercampur dengan najis, dia najis jika telah berubah bau, rasa, dan warna.
Tentang sucinya air laut juga diisyaratkan oleh ayat:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (QS. Al Baqarah: 29)
Imam At Tirmidzi Rahimahullah menjelaskan tentang hadits ini:
وَهُوَ قَوْلُ أَكْثَرِ الْفُقَهَاءِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَابْنُ عَبَّاسٍ لَمْ يَرَوْا بَأْسًا بِمَاءِ الْبَحْرِ وَقَدْ كَرِهَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوُضُوءَ بِمَاءِ الْبَحْرِ مِنْهُمْ ابْنُ عُمَرَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو هُوَ نَارٌ
Ini (yang menyatakan sucinya air laut, pen) adalah mayoritas ahli fiqih dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya: Abu Bakar, Umar, dan Ibnu Abbas, menurut mereka tidak apa-apa dengan air laut. Sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada yang memakruhkan, di antaranya: Ibnu Umar dan Abdullah bin Amru. Dan, Abdullah bin Amru berkata: Itu adalah api. (Sunan At Tirmidzi No. 69)
3. Hadits ini juga menunjukkan bahwa bangkai laut yakni ikan adalah halal.
Hal ini juga ditegaskan dalam ayat:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.” (QS. Al Maidah (5):96)
Juga oleh hadits lain:
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
أحلت لنا ميتتان ودمان: فأما الميتتان فالجراد والحوت، وأما الدمان فالطحال والكبد
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah; ada pun dua bangkai yakni belalang dan ikan, dan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu majah No. 3314, Ahmad No. 5723. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan; hasan, sebenarnya sanad hadits ini dhaif karena Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, seorang rawi yang dhaif. Namun, hadits ini banyak jalur lain yang menguatkannya)
Bagaimana dengan ikan yang buas seperti hiu? Apakah haram?
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhu, dia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْر
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang memakan semua binatang buas yang memiliki taring, dan burung yang memiliki cakar. (HR. Muslim No. 1934)
Imam Ibnul Mundzir Rahimahullah mengatakan:
وأجمع عوام أهل العلم أن كل ذي ناب من السباع حرام.
“Umumnya, para ulama telah ijma’(sepakat), bahwa semua yang memiliki bertaring dari binatang buas adalah haram.” (Kitabul Ijma’ No. 740)
Hadits dari Ibnu Abbas di atas adalah umum untuk semua hewan bertaring dan berkuku tajam dengan keduanya mereka mencabik mangsanya- adalah haram di makan, termasuk – misal- Hiu.
Tetapi, dengan adanya ayat: Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu. Juga oleh hadits dari Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma, katanya: Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah; ada pun dua bangkai yakni belalang dan ikan, dan dua darah adalah hati dan limpa.
Maka, untuk hewan laut adalah pengecualian. Hal ini sesuai kaidah: hamlul mutlaq ila
l muqayyad, memahami dalil yang umum menurut dalil yang lebih khusus. Jadi, secara umum semua hewan bertaring adalah haram, kecuali hewan bertaring yang dilaut termasuk Hiu. Bukankah ikan tongkol, ikan kembung, dan tuna pun bergigi taring? Sehingga untuk Hiu, terjadi perbedaan pendapat ulama, dan umumnya adalah membolehkannya.
4. Hadits ini juga menunjukkan kebolehan memberikan jawaban melebihi keperluan si penanya. Sahabat hanya bertanya tentang air laut, tetapi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan tentang air dan bangkai laut sekaligus. Hal ini, dalam rangka penambah pemahaman dan kejelasan dari permasalahan.
Imam Ash Shan’ani mengatakan:
مِنْ مَحَاسِنِ الْفَتْوَى، أَنْ يُجَاءَ فِي الْجَوَابِ بِأَكْثَرَ مِمَّا سُئِلَ عَنْهُ تَتْمِيمًا لِلْفَائِدَةِ
Di antara bagusnya sebuah fatwa adalah memberikan jawaban melebihi apa yang ditanyakan untuk menyempurnakan faidahnya.
(Subulus Salam, 1/21)
Wallahu Alam
🌺🌴🌵🌷🌿🌸🍃🌻
✍ Farid Nu’man Hasan