💢💢💢💢💢💢💢💢
Madzhab Syafi’i adalah madzhab terluas penyebarannya di dunia Islam setelah madzhab Hanafi. Termasuk di Indonesia sejak awal masuknya Islam, dibawa oleh para ulama dan pedagang dari Yaman, yang madzhabnya Syafi’i. Oleh karena itu, penting nampaknya kita memahami fiqih Islam dalam paradigma madzhab Syafi’i agar kita bisa hidup lebih luwes, lentur, dan bijak.
Daftar Isi
I. Di antara Dalil-dalilnya:
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَيْهِمْ ثُمَّ تَرَكَهُ، فَأَمَّا فِي الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqunut selama sebulan, lalu meninggalkannya, ada pun subuh Beliau terus-terusan qunut sampai meninggalkan dunia.
(HR. al Baihaqi, as Sunan al Kubra no. 3104. Sanadnya hasan. Lihat al Ahadits al Mukhtarah, 6/130. Imam Ibnul Mulaqqin mengatakan: “Maksud dari “lalu meninggalkannya” adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak lagi mendoakan dan melaknat orang-orang kafir, bukan bermakna meninggalkan semua qunutnya atau meninggalkan qunut kecuali subuh. Lihat al Badrul Munir, 3/625)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَ
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqunut di shalat subuh sampai dia meninggalkan dunia.
(HR. al Baihaqi, as Sunan al Kubra no. 3105. Berkata Imam al Baihaqi: “Berkata Abu Abdillah (Imam al Hakim): sanadnya shahih, para perawinya tsiqah.” Imam an Nawawi mengatakan: “Hadits ini shahih sharih (shahih dan lugas). (al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 3/505))
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu katanya:
ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت في الفجر حتى فارق الدنيا
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqunut di shalat subuh sampai meninggalkan dunia.
(HR. Ahmad dan Al Bazar. Al Haitsami berkata: Semua perawinya terpercaya. Majma’ az Zawaid, no. 2835)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قنت حتى مات وأبو بكر حتى مات وعمر حتى مات
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqunut sampai wafat, Abu Bakar sampai wafat, Umar sampai wafat.
(HR. Al Bazar. Al Haitsami berkata: semua rijalnya terpercaya. Majma’ az Zawaid, no. 2836)
Dalam Zaadul Ma’ad-nya (1/282) Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa semua hadits dari Anas adalah shahih, satu sama lain saling menguatkan, dan tidak saling bertentangan.
Ada pun perkataan Ibnu Abbas yang berbunyi bahwa qunut pada shalat subuh adalah bid’ah, merupakan riwayat yang tidak shahih.
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, Beliau berkata:
أَنَّ الْقُنُوتَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ بِدْعَةٌ
Qunut pada shalat subuh itu bid’ah.
(HR. al Baihaqi, as Sunan al Kubra, no. 3159. Imam al Baihaqi berkata: “Tidak shahih, sebab Abu Laila al Kufi (salah satu perawinya, pen) adalah matruk (ditinggalkan haditsnya), kami telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas justru Beliau berqunut subuh.”)
Al Awwam bin Hamzah Rahimahullah berkata:
سَأَلْتُ أَبَا عُثْمَانَ عَنِ الْقُنُوتِ فِى الصُّبْحِ قَالَ : بَعْدَ الرُّكُوعِ. قُلْتُ : عَمَّنْ؟ قَالَ : عَنْ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ
Aku bertanya kepada Abu ‘Utsman tentang qunut pada shalat subuh, dia berkata: “Setelah ruku’”, aku berkata: “Dari siapa?” dia berkata: “Dari Abu Bakr, Umar, dan Utsman, radhiallahu ‘anhum.”
(HR. al Baihaqi, as Sunan al Kubra no. 3108, al baihaqi berkata: sanadnya hasan)
Al Aswad Rahimahullah berkata:
صليت خلف عمر في إلحضر والسفر فما كان يقنت إلا في صلاة الفجر
Aku shalat di belakang (jadi makmumnya) Umar baik saat tidak safar dan safar, Beliau tidak pernah qunut kecuali Shalat Subuh.
(HR. al Baihaqi, as Sunan al Kubra, 2/208)
Dari Ibnu Ma’qil (seorang tabi’iy), dia berkata:
وَعَن ابْن معقل التَّابِعِيّ، قَالَ: ” قنت عَلّي رَضِيَ اللَّهُ عَنْه فِي الْفجْر “
Ali Radhiallahu ‘Anhu berqunut di shalat subuh.”
(HR. al Baihaqi, as Sunan al Kubra, 2/204. Al Baihaqi berkata: SHAHIH dan terkenal. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: sanadnya shahih. At Talkhish al Habir, no. 1256)
Imam Zainuddin al ‘Iraqi Rahimahullah mengatakan:
وقد صحح هذا الحديث الحافظ أبو عبد الله محمد بن علي البجلي وأبو عبد الله الحاكم والدارقطني والبيهقي والنووي وغيرهم وممن قال باستحبابه في الصبح الخلفاء الأربعة رواه البيهقي بإسنادين جيدين
Hadits ini dishahihkan oleh al Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al Bajalli, Abu Abdillah al hakim, ad Daruquthni, al Baihaqi, an Nawawi, dan selain mereka. Di antara yang menyunnahkan qunut subuh adalah Khalifah yang empat, sebagaimana diriwayatkan oleh al Baihaqi dengan dua sanad yang jayyid. (Tharhu at Tatsrib, 2/255)
💢💢💢💢💢💢💢💢
Imam asy Syaukani Rahimahullah mengatakan:
وَذَهَبَ جَمَاعَةٌ إلَى أَنَّهُ مَشْرُوعٌ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَقَدْ حَكَاهُ الْحَازِمِيُّ عَنْ أَكْثَرِ النَّاسِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ عُلَمَاءِ الْأَمْصَارِ ثُمَّ عَدَّ مِنْ الصَّحَابَةِ الْخُلَفَاءَ الْأَرْبَعَةَ إلَى تَمَامِ تِسْعَةَ عَشَرَ مِنْ الصَّحَابَةِ وَمِنْ الْمُخَضْرَمِينَ أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ وَسُوَيْدِ بْنُ غَفَلَةَ وَأَبُو عُثْمَانَ النَّهْدِيُّ وَأَبُو رَافِعٍ الصَّائِغُ وَمِنْ التَّابِعِينَ اثْنَا عَشَرَ، وَمِنْ الْأَئِمَّةِ وَالْفُقَهَاءِ أَبُو إِسْحَاقَ الْفَزَارِيّ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ وَالْحَكَمُ بْنُ عُتَيْبَةَ وَحَمَّادُ وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَأَهْلُ الْحِجَازِ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَأَكْثَرُ أَهْلِ الشَّامِ وَالشَّافِعِيُّ وَأَصْحَابُهُ
وَعَنْ الثَّوْرِيِّ رِوَايَتَانِ، ثُمَّ قَالَ: وَغَيْرُ هَؤُلَاءِ خَلْقٌ كَثِيرٌ. وَزَادَ الْعِرَاقِيُّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ مَهْدِيٍّ وَسَعِيدَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ التَّنُوخِيَّ وَابْنَ أَبِي لَيْلَى وَالْحَسَنَ بْنَ صَالِحٍ وَدَاوُد وَمُحَمَّدَ بْنَ جَرِيرٍ، وَحَكَاهُ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيثِ مِنْهُمْ أَبُو حَاتِمِ الرَّازِيّ وَأَبُو زُرْعَةَ الرَّازِيّ وَأَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَاكِمُ وَالدَّارَقُطْنِيّ وَالْبَيْهَقِيُّ وَالْخَطَّابِيُّ وَأَبُو مَسْعُودٍ الدِّمَشْقِيُّ
Segolongan ulama mengatakan disyariatkannya qunut di shalat subuh. Al Hazimi menceritakan dari mayoritas manusia dari kalangan sahabat, tabi’in, orang-orang setelah mereka dari kalangan ulama di berbagai kota, sejumlah sahabat dari khalifah yang empat, hingga sembilan belas orang sahabat nabi, juga dari kalangan al Hadhramiyun Abu Raja’ Al ‘Atharidi, Suwaid bin Ghaflah, Abu Utsman Al Hindi, Abu Rafi’ Ash Shaigh, dua belas tabi’in, juga para imam fuqaha seperti Abu Ishaq Al Fazari, Abu Bakar bin Muhammad, Al Hakam bin ‘Utaibah, Hammad, Malik, penduduk Hijaz, dan Al Auza’i. Dan, kebanyakan penduduk Syam, Asy Syafi’i dan sahabatnya, dari Ats Tsauri ada dua riwayat, lalu dia (Al Hazimi) mengatakan: kemudian banyak manusia lainnya. Al ‘Iraqi menambahkan sejumlah nama seperti Abdurraman bin Mahdi, Sa’id bin Abdul ‘Aziz At Tanukhi, Ibnu Abi Laila, Al Hasan bin Shalih, Daud, Muhammad bin Jarir, juga sejumlah ahli hadits seperti Abu Hatim Ar Razi, Abu Zur’ah Ar Razi, Abu Abdullah Al Hakim, Ad Daruquthni, Al Baihaqi, Al Khathabi, dan Abu Mas’ud Ad Dimasyqi.
(Nailul Authar, 2/399-400)
📌 Hukumnya dalam madzhab Syafi’i
Imam an Nawawi Rahimahullah berkata:
الْقُنُوتُ فِي الصُّبْحِ بَعْدَ رَفْعِ الرَّأْسِ مِنْ رُكُوعِ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ سُنَّةٌ عِنْدَنَا بِلَا خِلَافٍ وَأَمَّا مَا نُقِلَ عَنْ أَبِي عَلِيِّ بْنِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّهُ لَا يُقْنَتُ فِي الصُّبْحِ لِأَنَّهُ صَارَ شِعَارَ طَائِفَةٍ مُبْتَدِعَةٍ فَهُوَ غَلَطٌ لَا يُعَدُّ مِنْ مَذْهَبِنَا
Qunut subuh setelah bangun ruku’ di rakaat yang kedua adalah SUNNAH menurut kami (Syafi’iyyah), tanpa perbedaan pendapat (dalam Syafi’iyyah). Ada pun apa yang dinukil dari Abu Ali bin Abi Hurairah bahwa tidak ada qunut subuh karena itu adalah syi’arnya ahli bid’ah, maka ini pernyataan yang salah, tidak dianggap sebagai madzhab kami.
(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 3/494)
Beliau juga berkata bahwa berqunut subuh merupakan pendapat mayoritas salaf, berikut ini pernyataannya:
فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي إثْبَاتِ الْقُنُوتِ فِي الصُّبْحِ: مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الْقُنُوتُ فِيهَا سواء نزلت نازلة أو لم تنزل وبها قَالَ أَكْثَرُ السَّلَفِ وَمَنْ بَعْدَهُمْ أَوْ كَثِيرٌ مِنْهُمْ وَمِمَّنْ قَالَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ وَابْنُ عَبَّاسٍ وَالْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ وَقَالَ بِهِ مِنْ التَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ خَلَائِقُ وَهُوَ مَذْهَبُ ابْنِ أَبِي ليلي والحسن ابن صَالِحٍ وَمَالِكٍ وَدَاوُد
Tentang madzhab-madzhab ulama dalam masalah qunut di shalat subuh: madzhab kami (Syafi’iyyah) menyunnahkan berqunut baik ada musibah atau tidak. Itulah pendapat mayoritas salaf, dan generasi setelah mereka, atau banyak dari mereka, di antaranya adalah Abu Bakr ash Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, Ibnu Abbas, al Bara’ bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhum. (Diriwayatkan oleh al Baihaqi dengan sanad-sanad yang shahih). Ini juga pendapat tabi’in, dan manusia setelah mereka, ini juga madzhabnya Ibnu Abi Laila, al Hasan bin Shalih, Malik, Daud (azh Zhahiri).
(al Majmu’, 3/504)
📌Hukum meninggalkannya
Imam ar Rafi’i Rahimahullah menyebutkan aktivitas yang jika ditinggalkan baik lupa atau sengaja mesti sujud sahwi, di antaranya adalah berdiri untuk qunut dan qunut itu sendiri. (Al Muharrar fi Fiqh al Imam asy Syafi’i, 1/208)
Lihat juga Syaikh Wahbah az Zuhaili, Beliau mengatakan di antara yang menyebabkan sujud sahwi adalah: “Tidak tasyahud awal, tidak qunut subuh, atau tidak qunut witir di setengah Ramadhan …. .” (al Fiqhu asy Syafi’iyyah al Muyassar, 1/227)
Bahkan, Imam asy Syafi’i
Rahimahullah mengatakan tentang orang yang qunut subuh tapi dilakukan saat berdiri sebelum ruku’:
وَكَذَلِكَ لَوْ أَطَالَ الْقِيَامَ يَنْوِي بِهِ الْقُنُوتَ كَانَ عَلَيْهِ سُجُودُ السَّهْوِ؛ لِأَنَّ الْقُنُوتَ عَمَلٌ مَعْدُودٌ مِنْ عَمَلِ الصَّلَاةِ فَإِذَا عَمِلَهُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِ، أَوْجَبَ عَلَيْهِ السَّهْوَ
Demikian juga seandainya seorang lama berdiri dan dia niatkan dengannya sebagai qunut, maka dia wajib sujud sahwi, karena qunut adalah amal spesifik dari aktifitas shalat, jika dilakukan pada bukan tempatnya maka dia wajib sahwi. (Al Umm, 1/154)
📌Makmum Mengaminkannya
Disukai (mustahab) bagi makmum mengaminkan qunutnya imam. Imam an Nawawi Rahimahullah:
وَيُسْتَحَبُّ لِلْمَأْمُومِ أَنْ يُؤَمِّنَّ عَلَى الدُّعَاءِ لِمَا رَوَى ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ ” قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَكَانَ يُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ
Disukai (mustahab/sunnah) bagi makmum mengaminkan doa (qunut), berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqunut dan orang-orang dibelakangnya mengaminkannya.” (Al Majmu’, 3/493)
Hadits Ibnu Abbas yang dikutip Imam an Nawawi tersebut diriwayatkan oleh Imam al Hakim, menurutnya shahih, sesuai syarat Imam Bukhari. (Al Mustadrak ‘alash Shahihain no. 820), disepakati oleh Imam adz Dzahabi.
💢💢💢💢💢💢💢
Makmum Mengaminkannya
Disukai (mustahab) bagi makmum mengaminkan qunutnya imam.
Imam an Nawawi Rahimahullah:
وَيُسْتَحَبُّ لِلْمَأْمُومِ أَنْ يُؤَمِّنَّ عَلَى الدُّعَاءِ لِمَا رَوَى ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ ” قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَكَانَ يُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ
Disukai (mustahab/sunnah) bagi makmum mengaminkan doa (qunut), berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqunut dan orang-orang dibelakangnya mengaminkannya.”
(Al Majmu’, 3/493)
Hadits Ibnu Abbas yang dikutip Imam an Nawawi tersebut diriwayatkan oleh Imam al Hakim, menurutnya shahih, sesuai syarat Imam Bukhari. (Al Mustadrak ‘alash Shahihain no. 820), disepakati oleh Imam adz Dzahabi.
Mengangkat Kedua Tangan
Ada pun mengangkat tangan, ada tiga pendapat dalam internal madzhab syafi’i. Imam an Nawawi menyebutkan sebabnya:
وَأَمَّا رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِي الْقُنُوتِ فَلَيْسَ فِيهِ نَصٌّ وَاَلَّذِي يَقْتَضِيهِ الْمَذْهَبُ
Sedangkan mengangkat tangan di saat qunut tidak ada dalil (khusus) yang bisa dijadikan keputusan madzhab (secara resmi). (Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 3/493)
Beliau menjelaskan dalam kitabnya yang lain:
وهل يسن رفع اليدين في القنوت، ومسح الوجه بهما إذا فرغ ؟ فيه أوجه. أصحها: يستحب الرفع، دون المسح. والثاني: يستحبان. والثالث: لا يستحبان. قلت: لا يستحب مسح غير وجهه قطعا. بل نص جماعة على كراهته
Apakah disunnahkan mengangkat tangan dalam doa qunut dan mengusap wajah setelahnya? Dalam hal ini ada beberapa pendapat. Paling shahih, adalah disunnahkan mengangkat tangan tanpa mengusap wajah. Kedua, kedua hal itu disunnahkan. Ketiga, kedua hal itu sama-sama tidak disunnahkan. Aku (Imam an Nawawi) berkata: “Mengusap selain wajah tidak disunnahkan, bahkan itu makruh.”
(Raudhatuth Thalibin, 1/360)
Maksud dari “mengusap selain wajah” seperti mengusap dada seperti yang dilakukan sebagian orang awam setelah berdoa. Itu makruh.
Disunnahkan mengangkat tangan karena itu sesuai dengan keumuman adab dalam berdoa, serta riwayat doa qunut nazilah dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا صَلَّى الْغَدَاةَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ يَدْعُو عَلَيْهِمْ يَعْنِي عَلَى الَّذِينَ قَتَلُوهُمْ
Aku lihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat subuh mengangkat kedua tangannya mendoakan mereka (yakni orang-orang yang telah membunuh para al Qurra). (HR. al Baihaqi, al Kubra no. 3154. Imam an Nawawi mengatakan: shahih. Al Majmu’, 3/500)
Imam Ibnu Daqiq al ‘Id Rahimahullah mengatakan:
مَا وَرَدَ فِي رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الْقُنُوتِ. فَإِنَّهُ قَدْ صَحَّ رَفْعُ الْيَدِ فِي الدُّعَاءِ مُطْلَقًا. فَقَالَ بَعْضُ الْفُقَهَاءِ: يَرْفَعُ الْيَدَ فِي الْقُنُوتِ؛ لِأَنَّهُ دُعَاءٌ. فَيَنْدَرِجُ تَحْتَ الدَّلِيلِ الْمُقْتَضِي لِاسْتِحْبَابِ رَفْعِ الْيَدِ فِي الدُّعَاءِ
Tentang mengangkat kedua tangan saat qunut, sesungguhnya telah shahih mengangkat tangan di saat doa secara mutlak. Sebagian ahli fiqih mengatakan: mengangkat kedua tangan di saat qunut, karena itu doa. Maka, angkat tangan saat qunut termasuk kecakupan dalil kesunnahan mengangkat kedua tangan saat berdoa. (Ihkamul Ahkam, 1/201)
📚 Kesimpulan:
Dari keterangan berbagai hadits, keterangan salaf, dan para ulama Syafi’iyyah, kita simpulkan:
1. Qunut subuh memiliki dalil-dalil kuat menurut madzhab Syafi’i, bahkan Imam Ibnul Qayyim yang Hambali mengakui keshahihan hadits-hadits qunut dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, walau dia tidak mengikuti rutinnya qunut subuh.
2. Qunut subuh dalam madzhab Syafi’i adalah sunnah, dan itu disepakati oleh mereka, tidak ada yang mengatakan wajib sebagaimana persangkaan orang awam, atau bukan juga bid’ah.
3. Qunut subuh dalam madzhab Syafi’i dilakukan setelah ruku’, yaitu ketika i’tidal.
4. Qunut subuh bukanlah bermakna diam, berdiri, khusyu’, sebagaimana bahasanya, tapi memang sebuah aktifitas khusus dalam shalat.
5..Meninggalkan qunut subuh, atau melakukan qunut subuh tidak pada tempatnya, mesti sujud sahwi.
6. Disunnahkan mengaminkan dengan mengangkat kedua tangan, tanpa mengusap wajah setelahnya.
Pelajaran Akhlak dari Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah
Tentang Qunut Subuh, diceritakan tentang Imam Ahmad Rahimahullah :
فقد كان الإمام أحمدُ رحمه الله يرى أنَّ القُنُوتَ في صلاة الفجر بِدْعة، ويقول: إذا كنت خَلْفَ إمام يقنت فتابعه على قُنُوتِهِ، وأمِّنْ على دُعائه، كُلُّ ذلك مِن أجل اتِّحاد الكلمة، واتِّفاق القلوب، وعدم كراهة بعضنا لبعض
“Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bid’ah. Namun dia mengatakan: “Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.”
(Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 4/25. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Apa yang dilakukan Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah, begitu bagus. Sebab, ukhuwah Islamiyah dan persatuan itu mesti ada tampilan zhahirnya (nampak), bukan hanya teori.
Demikian. Wallau Alam
🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌴🌵
✍ Farid Nu’man Hasan