Berhutang Untuk Aqiqah

Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah menceritakan dari Al Haarits tentang dialog antara Imam Ahmad bin Hambal dan Shalih (anaknya), katanya:

وقال له صالح ابنه الرجل يولد له وليس عنده ما يعق أحب إليك أن يستقرض ويعق عنه أم يؤخر ذلك حتى يوسر قال أشد ما سمعنا في العقيقة حديث الحسن عن سمرة عن النبي كل غلام رهينة بعقيقته وإني لأرجو إن استقرض أن يعجل الله الخلف لأنه أحيا سنة من سنن رسول الله واتبع ما جاء عنه انتهى

Shalih –anak laki-laki Imam Ahmad- berkata kepadanya bahwa dia kelahiran seorang anak tetapi tidak memiliki sesuatu buat aqiqah, mana yang engkau sukai berhutang untuk aqiqah ataukah menundanya sampai lapang keadaan finansialnya. Imam Ahmad menjawab: Sejauh yang aku dengar, hadits yang paling kuat anjurannya tentang aqiqah adalah hadits Al Hasan dari Samurah, dari Nabi bahwa, Semua bayi tergadaikan oleh aqiqahnya, aku berharap jika berhutang untuk aqiqah semoga Allah segera menggantinya karena dia telah menghidupkan sunah di antara sunah-sunah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan telah mengikuti apa-apa yang Beliau bawa. Selesai.

(Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud, Hal. 64. Cet. 1, 1971M-1391H. Maktabah Darul Bayan)

Demikianlah kebolehan berhutang untuk aqiqah, namun “boleh” bukan berarti lebih utama, sebab lebih utamanya adalah justru membayar hutang sudah ada terlebih dahulu, bukan menambah dengan hutang baru. Membayar hutang adalah wajib, dan tidak ada khilafiyah atas kewajibannya, sedangkan aqiqah adalah sunah muakadah bagi yang sedang lapang rezeki menurut jumhur. Maka, wajar jika sebagian ulama justru menganjurkan untuk melunaskan hutang dulu barulah dia aqiqah jika sudah lunas hutangnya.

Wallahu A’lam.

🍃🌻🌴🌺☘🌷🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top