Adab-Ada Buang Hajat Menurut As Sunnah

💦💥💦💥💦💥

(Sistematika mengikuti kitab Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazairi: Minhajul Muslim, Hal. 132-133. Cet. 4, 2012M-1433H. Maktabah Al ‘Ulum wal Hikam. Madinah Al Munawwarah)

1⃣ Mencari tempat yang sepi dan jauh dari pandangan manusia. Berdasarkan riwayat tentang perilaku Nabi ﷺ:

كَانَ إِذَا أَرَادَ الْبَرَازَ انْطَلَقَ حَتَّى لاَ يَرَاهُ أَحَدٌ

Adalah Nabi ﷺ jika hendak buang hajat Beliau pergi sampai tidak seorang pun yang melihatnya. 1)

2⃣ Tidak masuk ke dalamnya sambil membawa sesuatu yang terdapat dzikrullah.

Diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ :

لَبِسَ خَاتَمًا نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ فَكَانَ إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ وَضَعَهُ

Beliau memakai cincin yang berukir “Muhammad Rasulullah”, jika hendak memasuki WC beliau melepaskannya. 2)

3⃣ Mendahulukan kaki kiri ketika memasuki tempat BAB, dan berdoa

Mengucapkan: “Bismillah Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khaabaits – Dengan nama Allah, Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari syetan laki-laki dan syetan perempuan.” Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, dan Nabi ﷺ pernah mengucapkannya. 3)

4⃣ Janganlah mengangkat pakaian sampai mendekati tanah (lubang pembuangan, pen), supaya auratnya tetap tertutup sebagaimana perintah syariat.

5⃣ Janganlah menghadap kiblat bagi yang BAB dan BAK, atau jangan pula membelakanginya.

Berdasarkan hadits Nabi ﷺ :

لَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ

“Janganlah kalian menghadap kiblat atau membelakanginya ketika sedang BAB atau BAK.” 4)

6⃣ Janganlah duduk untuk BAB dan BAK di tempat berteduh manusia, di jalan tempat manusia lewat, di genangan air mereka, di pohon-pohon berbuah milik mereka.

Berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ وَالظِّلِّ

Takutlah kalian terhadap tiga hal yang dilaknat: “BAB di saluran air, tengah jalan, dan tempat berteduh. 5)

7⃣ Jangan bicara ketika BAB,

karena Nabi ﷺ bersabda:

إِذَا تَغَوَّطَ اَلرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ, وَلَا يَتَحَدَّثَا. فَإِنَّ اَللَّهَ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ

Jika dua orang BAB maka hendaknya menggunakan penghalang satu sama lain, dan jangan ngobrol, sesungguhnya Allah benci hal itu. 6)

Sekian. Wallahu A’lam

🍃🌻🌺☘🌾🌸🌴🌷

✏ Farid Nu’man Hasan


🍃🍃🍃🍃🍃

[1] HR. Abu Daud No. 2, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 453, Al Khathabi dalam Ma’alim As Sunan No. 1. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya.
Dalam lafaz Al Baihaqi tertulis: “.. tabaa’ada hatta laa yaraahu ahadan – menjauh sampai tidak terlihat oleh seorang pun.” Tentunya di zaman ini kata ‘’menjauh” sudah tercukupi dengan adanya WC atau Toilet yang kita kenal, sebab itu tertutup dari pandangan manusia walau jarak tidak jauh. Sebab, esensi dari “menjauh” adalah agar lenyap dari pandangan manusia. Pada zaman nabi belum dikenal WC, toilet, atau kamar mandi seperi yang kita kenal saat ini, istilahnya Al Hamam. Al Hamam baru dikenal pada abad pertama Hijriyah, seperti yang disebutkan oleh Syaikh Mushthafa As Siba’i Rahimahullah dalam As Sunnah An Nabawiyah wa Makaanatuha fi Tasyri’ Al Islam. Pen.

[2] HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 460, dari Anas bin Malik. Imam Al Baihaqi berkata: dha’if. Syaikh Abu Bakar Al Jazairi mengatakan: “Diriwayatkan oleh At Tirmidzi, dan dia menshahihkan”, ternyata tidak dijumpai lafaz seperti ini dalam Sunan At Tirmidzi atau riwayat semisal ini.
Sementara dalam riwayat lain dengan sanad yang juga dhaif –dari Anas bin Malik juga- hanya menyebutkan: “Dahulu Nabi ﷺ jika memasuki WC dia melepaskan cincinnya.” Ini terdapat dalam Sunan Abi Daud No. 19, menurut Abu Daud: hadits ini munkar, juga Sunan Ibni Majah No. 303, Sunan An Nasa’i Al Kubra No. 9470, Abu Abdirrahman berkata: hadits ini tidak terjaga. Syaikh Al Albani mendhaifkan di beberapa kitabnya. Wallahu A’lam. Pen.

[3] HR. Al Bukhari No. 142, 6322, dan Muslim No. 375. Pen

[4] HR. Al Bukhari No. 394, dan Muslim No. 264. Pen

Apakah larangan ini bermakna haram? Kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa lara

ngan ini adalah makruh tahrim (makruh yang mendekati haram) secara mutlak, dan larangan ini juga berlaku untuk cebok, yang juga makruh tahrim menghadap atau membelakangi kiblat. (Syaikh Abdurrahman Al Jazayri, Al Fiqhu ‘Alal Madzaahib Al Arba’ah, 1/77)

Sedangkan mayoritas ulama mengatakan bahwa tidak apa-apa (boleh) BAB dan BAK menghadap kiblat atau membelakanginya, jika ada penghalang atau tembok, sebab Nabi ﷺ pernah melakukannya juga sebagaimana dalam riwayat Imam At Tirmidzi dari Jabir bin Abdillah. Bagi mereka haramnya menghadap kiblat itu jika melakukannya di bangunan yang tidak dirancang untuk BAB, atau tanpa penghalang seperti di gurun. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 1/311). Pen

Maka, menurut jumhur, tidak apa-apa menghadap kiblat atau membelakanginya, jika kita membuatnya di dalam WC yang saat ini kita kenal, sebab itu dirancang untuk BAB dan ada dinding penghalangnya, sehingga tidak langsung menghadap atau membelakangi kiblat sebagaimana di lapangan terbuka, sawah, dan gurun. Wallahu A’lam. Pen

[5] HR. Abu Daud No. 26, Ibnu Majah No. 328, Al Hakim No. 594, katanya: shahih. Disepakati oleh Imam Adz Dzahabi. Pen

[6] Imam Al Khathib Al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, 12/122. Imam As Suyuthi dalam Jam’ul Jawaami’ No. 1657, 1658. Beliau berkata: Dishahihkan oleh Ini As Sikkin, juga Ibnul Qaththan. Ibnul Mulaqin berkata (Tuhfatul Muhtaj, 1/164): “Diriwayatkan oleh Ibnu As Sikkin dalam kitabnya As Sunan Al Ma’tsurah, dan dia berkata pada selainnya: “Aku harap hadits ini shahih.” Dan dishahihkan oleh Ibnul Qaththan.” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: wa huwa ma’lul (hadits ini cacat). (Bulughul Maram No. 94)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top