🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾
Daftar Isi
SYARAH HADITS KETIGA, lanjutan
Selanjutnya:
وَحَجِّ البِيْتِ
dan menunaikan haji ke baitullah ..
📚 Definisi Haji
Secara fiqih makna haji adalah sebagai berikut, sebagaimana yang diterangka oleh Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
هو قصد مكة، لان عبادة الطواف، والسعي والوقوف بعرفة، وسائر المناسك، استجابة لامر الله، وابتغاء مرضاته. وهو أحد أركان الخمسة، وفرض من الفرائض التي علمت من الدين بالضرورة.
فلو أنكر وجوبه منكر كفر وارتد عن الاسلام.
“Yaitu mengunjungi Mekkah untuk melaksanakan Ibadah, seperti thawaf, sa’i, wuquf di Arafah, dan seluruh manasik, sebagai pemenuhan kewajiban dari Allah, dan dalam rangka mencari ridha-Nya. Haji merupakan salah satu rukun Islam yang lima, kewajiban di antara kewajiban agama yang sudah diketahui secara pasti. Seandainya ada yang mengingkari kewajibannya, maka dia kafir dan telah murtad dari Islam.” (Fiqhus Sunnah, 1/625)
📌Haji Adalah Kewajiban Dari Allah Ta’ala
Hal ini harus diingat, agar kita menyikapinya selayaknya seorang budak yang sedang mengabdi kepada tuannya. Haji bukanlah kewajiban dari departemen agama, MUI, KUA, atau karena ikut-ikutan. Tetapi dia merupakan salah satu wujud totalitas pengabdian seorang makhluq kepada sang Khaliq. Maka, janganlah bermain-main dengan niat dan tujuan ketika melaksanakan haji, dan jangan pula membengkokkan tujuan utama kita pergi haji yakni mardhatillah (keridhaan Allah).
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ (96) فِيهِ آَيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آَمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (97)
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran n(3): 96-97)
Secara fiqih banyak manusia yang lulus melaksanakannya, karena mereka melaksanakan pelatihan manasik dan dibimbing ketika haji. Tetapi, masalah keikhlasan, benarnya tujuan, ketundukan hati, dan kekhusyu’an, semua ini adalah tanggungjawab pribadi kita, yang harus diupayakan masing-masing. Padahal inilah yang sangat penting. Buat apa jika haji sah secara fiqih saja, sah yang dilihat oleh kasat mata, tetapi Allah Ta’ala tidak menerimanya karena adanya penyimpangan niat dan tujuan. Ingat, … haji adalah pengabdian, ketundukkan, kerendahhatian, dan keikhlasan. Tanpa ini semua, maka haji kita telah kehilangan ruhnya. Bagaikan jasad tanpa nyawa.
Kita lihat sendiri, ada jamaah haji ketika pulang ke tanah air, justru dia mengeluh, marah, tidak suka, bahkan mengaku jera untuk pergi haji. Dengan alasan di sana kesulitan makan, manusia berdesak-desakkan, jauh dari asrama, cuaca yang tidak bersahabat, semua diceritakan ketika setibanya di tanah air, seakan dia menyesali apa yang dialaminya. Maka, nilai haji apa yang diharapkan dari jamaah haji seperti ini? Dia berharap surga, tapi tidak mau berkurban, tidak mau susah, tidak mau berpeluh, … apakah dikiranya haji adalah main-main dan pergi berwisata? Yang dipikirkan adalah makan yang enak, asrama yang sejuk, jarak yang dekat, tidur yang nyenyak, dan foto-foto … ya, itulah haji wisata, bukan hajinya para mujahid. Sungguh, haji adalah jihad yang memerlukan mental-mental siap berkurban, siap lelah, dan mampu mengendalikan emosi …
Agar kita bisa meresapi makna haji, mari sama-sama kita perhatikan beberapa hadts nabi yang menunjukkan keutamaannya. Ini penting juga kita ketahui untuk menyemangati dan merangsang jiwa kita agar bisa serius dan sungguh-sungguh menjalankannya.
📌 Haji Merupakan Amal Yang Paling Utama
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya: “Amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan RasulNya.” Ditanya lagi: “lalu apa?” Beliau menjawab: “Jihad fisabilillah.” Ditanya lagi: “lalu apa?” Beliau menjawab: “Haji Mabrur.” (HR. Bukhari No. 26, 1447. Muslim No. 83)
📌 Haji Merupakan Jihad
Dari Al Hasan bin Ali Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
أَنّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَبِي صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: إِنِي جَبَانٌ، وَإِنِي ضَعِيْفٌ، فَقَالَ: ” هَلُمَّ إِلَى جِهَادٍ لَا شَوْكَةَ فِيْهِ: الحَجُّ ” رواه عبد الرزاق، والطبراني، ورواته ثقات
“Bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Sesungguhnya saya ini pengecut, dan lemah.” Maka Nabi bersabda: “Ikutlah jihad yang tidak memakai senjata: yakni haji.” (HR. Abdurrazzaq, Ath Thabarani, para periwayatnya terpercaya)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
جِهَادُ الْكَبِيرِ وَالصَّغِيرِ وَالضَّعِيفِ وَالْمَرْأَةِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ
“Jihadnya orang tua, anak kecil, orang lemah, dan wanita adalah haji dan umrah.” (HR. An Nasa’i No. 2626. Ahmad No. 9081, hadits ini hasan. Lihat Shahih Wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 2626)
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ أَفَلَا نُجَاهِدُ قَالَ لَا لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ
“Ya Rasulullah, kami melihat jihad adalah amal yang paling utama, apakah kami juga boleh berjihad?” Nabi bersabda: “Tidak, tetapi sebaik-baiknya jihad adalah haji yang mabrur.” (HR. Bukhari No. 1448, 1762, 2632, 2720, 2721)
📌 Haji Merupakan Penghapus Dosa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَتَى هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Barangsiapa yang mendatangi baitullah, lalu dia tidak berbuat rafats (menghamburkan syahwat), tidak berbuat fasik, maka ketika dia pulang bagaikan bayi yang baru dilahirkan ibunya.” (HR. Muslim No.1350 )
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berhaji, lalu dia tidak berbuat rafats (menghamburkan syahwat), tidak berbuat fasik, niscaya akan diampuni bagi dosa-dosanya yang lalu.” (HR. At Tirmidzi No. 808, katanya: hasan shahih)
📌Haji Mabrur Tidak Ada Balasan Lain Kecuali Surga
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُنُوْبَ كَمَا يَنْفِي الْكُيْرُ خُبُثَ الْحَدِيْدِ وَالذَهَبِ وَالفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلَّا الْجَنَّةَ
“Iringilah haji dan umrah kalian, karena keduanya merupakan penghapus kefaqiran dan dosa, sebagaimana kipas menghapuskan kotoran besi, emas, dan perak. Dan, tiadalah ganjaran haji mabrur itu kecuali surga.” (HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan shahih gharib)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
“Dari umrah ke umrah selanjutnya bisa menghapuskan dosa di antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada ganjarannya kecuali surga.” (HR. Bukhari No. 1683. Muslim No. 1349)
📌Jamaah Haji Adalah Duta-Duta Allah Yang Doanya Dikabulkan
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الغَازِي فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمَرُ وَفْدُ اللهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوْهُ وَسَأَ
لُوْهُ فَأَعْطَاهُمْ
“Orang yang berperang dijalan Allah, haji, dan umrah, adalah duta-duta Allah, jika mereka berdoa Allah akan mengabulkannya, jika mereka meminta, Allah akan memberinya.” (HR. Ibnu Majah No. 2893, hadits ini hasan. Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 2893)
📌Ongkos Haji Disamakan Dengan Biaya Perang Fi Sabilillah
Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
النَّفَقَةُ فِي الْحَجِّ كَالنَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِسَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ
“Biaya haji adalah seperti nafkah fi sabilillah, dilipatkan sebanyak tujuh ratus kali.” (HR. Ahmad No. 23000. Ibnu Abi Syaibah 4/192. No. 23. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 4/322. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath No. 5432. Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan sanadnya hasan lighairihi. Musnad Ahmad, No. 23000. Cet. 1, 1421H-2001M. Muasasah Ar Risalah)
Demikianlah di antara keutamaan-keutaaan ibadah haji. Tentunya, bagi seorang hamba yang merindukan Tuhannya, dan menginginkan keridhaannya, akan semakin terpacu dan semangat menyambut panggilanNya ini, yang hanya diwajibkan sekali seumur hidup. nya, maka kita pun juga harus mengetahui bagaimanakah sifat haji yang mabrur itu. Itulah haji yang dijamin surga, haji sejati yang diinginkan oleh seluruh jamaah haji.
Secara bahasa mabrur artinya penuh dengan kebaikan. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menyebutkan tentang ciri haji mabrur, yakni ada beberapa hal:
- Hajinya tidak dinodai oleh dosa
- Ketika pulang semakin merindukan akhirat dan zuhud ( tidak terlalu butuh dengan dunia)
- Ketika pulang semakin dermawan
- Ucapannya semakin lemah lembut. (Lihat kitab Fiqhus Sunnah, 1/626. Darul Kitab Al ‘Arabi)
Ada pun orang yang proses keberangkatan hajinya sudah dicampur dengan dosa, suap menyuap, lalu sesampai di tanah suci bertengkar dengan jamaah lain, mencela dan mengutuk dalam hati, tidak sabar terhadap cuaca, atau sikap-sikap jelek lainnya, maka amat jauh dia dari haji yang mabrur.
Begitu pula sepulang haji, jiwanya sama sekali tidak ada kerinduan dengan akhirat, semakin cinta dunia, bahkan kebiasaan lama yang buruk masih diulangi, maksiat ketika sebelum haji masih saja dilakukan, maka hajinya hanya sekedar label saja, dan sia-sia. Menjelang pulang haji, yang dipikirkan adalah belanja dan mengumpulkan oleh-oleh, tak ada kesedihan sama sekali meninggalkan tanah suci. Sampai di tanah air pun tak ada kerinduan sama sekali. Dan, Allah Ta’ala tidak membutuhkan haji-haji seperti ini.
Ada pula sepulang haji tidak membuatnya dermawan. Perjuangan yang sifatnya mal (harta) ketika haji, ternyata tidak membuatnya terlatih untuk berkorban harta. Justru semakin kikir, bakhil, dan kedekut. Jika menyumbang selalu dihitung untung ruginya, itu pun dengan syarat namanya disebut-sebut atau diumumkan. Betapa merugi haji-haji seperti ini.
Ada juga haji yang tidak bisa menjaga lisannya, bicara selalu kasar dan tidak peduli perasaan manusia yang mendengarkannya. Baik kasar kepada isteri, anak, tetangga, lebih buruk lagi adalah kasar kepada faqir miskin dan anak-anak yatim. Ini semua merupakan tanda-tanda haji mardud (ditolak), bukan mabrur.
Bersambung … (masih hadits ke-3)
🌷☘🌺🌴🌻🌸🌾🍃
✏ Farid Nu’man Hasan