💢💢💢💢💢💢💢💢💢
Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور
“Pemisah antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim No. 1096)
Fiqhul Hadits:
– Hadits ini menunjukkan bahwa Ahli Kitab juga berpuasa, bahkan dahulu mereka diperintah Allah Ta’ala berpuasa Ramadhan. Hanya saja para ahbaar (pendeta) mereka mengubah puasa Ramadhan menjadi 50 hari, dan memindahkan puasa Ramadhan yang biasanya di musim panas ke musim semi. (Imam Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkam Al Quran, 2/274)
– Kata fashlu, menunjukkan al faariq (pemisah) dan al mumayyiz (pembeda), yang menunjukkan perbedaan puasa kita dengan Ahli Kitab. Mereka tidak sahur, maka hendaknya menyelisihi mereka, sehingga kita disunnahkan (mustahab) untuk sahur. (An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/208).
– Menurut Ibnul Mundzir, sahur bukanlah wajib tapi mandub dan mustahab, sepakat segenap umat ini atas hal itu (ijma’), dan tidak berdosa meninggalkannya. (Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/455. Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmal Al Mu’lim, 4/33, Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, 4/45). Mandub dan Mustahab adalah istilah lain dari sunnah menurut tradisi sebagian mazhab.
– Rasulullah ﷺ sendiri pernah tidak sahur, yakni saat ingin sarapan pagi, ternyata Aisyah Radhiallahu ‘Anha mengatakan sedang tidak ada makanan di rumah. Maka, Rasulullah memilih untuk puasa saja. (HR. Muslim no. 1154). Ini menunjukkan Beliau puasa tanpa sahur, ini terjadi pada puasa sunnah, sebab tidak mungkin Rasulullah ﷺ minta sarapan di bulan Ramadhan.
– Anjuran sahur menunjukkan agama ini mengajarkan kemudahan, tidak mengajarkan kesulitan bagi umatnya. (Al Khathabi, Ma’alim as Sunan, 2/103-104), Al Qurthubi mengatakan sahur adalah kekhususan umat ini untuk meringankan saat berpuasa. (As Suyuthi, Syarh ‘ala Shahih Muslim, 3/197)
Demikian. Wallahu A’lam
🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴
✍ Farid Nu’man Hasan