Konon peradaban manusia ini tercipta karena motivasi. Karena motiv manusia ingin memenuhi kebutuhannya agar terus bisa melangsungkan kehidupannya, maka terciptalah peradaban manusia. Karena ingin survive, akhirnya manusia menemukan alat-alat dari pisau batu, tombak batu, kemudian peradaban beralih dari jaman batu ke jaman logam dan kini menjadi peradaban digital. Itulah peradaban materi yang dibangun manusia. Semuanya berawal dari sebuah motif dan kepentingan manusia untuk melangsungkan kehidupannya yang lebih survival.
Tak berbeda dengan peradaban materi yang berskala besar, dalam kehidupan spiritual, religius, ekonomi, politik, pendidikan, kesuksesan dunia dan akhirat ditentukan oleh sebuah motivasi. Maka jika ada pertanyaan, kenapa orang bisa konsisten istiqamah, shalat tahajud rutin, puasa sunnah Senin Kamis rutin? Jawaban terdepan adalah karena ada motivasi. Dengan kata lain, orang memiliki motiv dan kepentingan dalam setiap aktivitasnya. Kenapa Rasulullah dan sahabat-sahabarnya begitu gigih memperjuangkan Islam meski harus bersimbah darah dan keringat? Jawabannya karena beliau memiliki motivasi kuat dalam dirinya.
Seperti halnya dalam dunia kerja dan usaha; kegigihan, kedisiplinan, profesionalisme dan loyalitas kepada perusahaannya semuanya tumbuh karena ada kepentingan dan motiv dalam diri seseorang. Ia ingin hidup lebih layak, kaya, sukses dan seterusnya. Orang yang memiliki kebiasaan tertentu entah hobi atau olah raga tertentu karena motivasi ingin hidup sehat dan terhindar dari penyakit tertentu.
Semakin kuat motivasi, semakin kuat pula orang akan bertahan dalam beribadah, bekerja, belajar dan seterusnya. Karenanya, jika terkena penyakit malas, loyo, banyak keluh kesah, tidak sabaran, maka kembalilah ke motivasi. Pada saat spiritual mengalami dehidrasi, itulah saatnya memompa jiwa dengan motivasi-motivasi baru. Semua manusia tanpa kecuali pasti suatu waktu akan mengalami kelesuan dan menurunnya semangat dan gairah dalam ibadah atau bekerja. Itulah saatnya membangun jiwa dengan motivasi baru.
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (An-Nisa: 28)
Namun ini bukan pembenar untuk larut dalam kesalahan, kekurangan dan kelesuhan. Karenanya itulah ada ajaran taubat, istigfar dan muhasabah yang tujuannya agar orang berkaca diri dan introspeksi untuk kembali istiqamah. Muhasabah paling efektif adalah dengan menengok hati sejauh mana motivasi diri dalam setiap aktivitas. Inilah yang disebut niat.
Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda, “Hanya saja segala perbuatan itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan (pahala) karena apa yang dia niatkan” (HR. Ibnu Majah)
Sebagian besar ulama menempatkan hadits ini di awal bukunya. Ini untuk mengingatkan kepada para pembelajar ilmu dan pencari pencerahan sejati agar menengok hati dan memperbaiki motivasinya. Sebab motivasi itu menentukan baik buruknya (diterima atau ditolaknya) sebuah perbuatan oleh Allah. Hadits itu secara pasti menegaskan pentingnya ikhlas dalam setiap aktivitas.
Hanya saja, dalam sebagian pemahaman masyarakat tentang ikhlas kurang pas. Kata-kata “seikhlasnya” mengesankan orang beramal ala kadar, kerja minimal, sedekah sedikit dan seterusnya.
Keikhlasan sesungguhnya adalah simpul dari berbagai unsur motivasi dalam diri manusia. Maksudnya, keikhlasan akan terbangun sempurna tatkala unsur-unsur motivasi dalam diri manusia. Ketika unsur-unsur itu melemah, sebagian atau seluruhnya maka akan berpengaruh kepada motivasi dan dorongan berbuat dan berkarya.
Daftar Isi
Motivasi Cinta dan Bertemu Allah
Masih ingat kisah Zulaikhah yang mati-matian ingin mendapatkan cinta Nabi Yusuf? Karena ada motiv cinta, segala cara dilakukan demi cintanya, meski cinta terlarang dan dengan cara yang tidak benar. Dengan dorongan cinta pula, di akhir kisahnya Zulaikha bertaubat dan mendapatkan Nabi Yusuf. Meski kisah ini berdasarkan riwayat israiliyat, namun jika benar ini membuktikan cinta memiliki kekuatan luar biasa yang bisa mengubah hidup seseorang.
Semakin besar kecintaan terhadap sesuatu, semakin kuat dorongan untuk mendapatkan dan meraihnya. Sebaliknya bila tidak ada suka dan cinta terhadap sesuatu, maka jangankan bertahan dan komitmen menjalankan sesuatu, bahkan greget pun tidak akan ada dalam diri seseorang. Karena itu, banyak true story kesuksesan yang berawal dari hobi.
Sudah hampir bisa dipastikan orang yang beribadah atau bekerja tanpa ada rasa cinta, maka akan terasa hambar dan kosong makna. Bahkan akan sulit bertahan lebih lama. Jika seseorang beribadah dan bekerja dilandasi rasa cinta, maka dia akan merasakan dan menikmati ibadahnya. Itulah lezatnya iman.
“dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ طَعْمَ الْإِيمَانِ – وَقَالَ بُنْدَارٌ: حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ – مَنْ كَانَ يُحِبُّ الْمَرْءَ، لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَمَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَمَنْ كَانَ أَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَرْجِعَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ
Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga ha jika ada dalam diri seseorang maka dia akan merasakan rasanya (dalam riwayat lain; manisnya iman; mencintai seseorang hanya karena Allah, Allah dan Rasul-Nya dia lebih cintai dibanding selain keduanya, dan lebih cinta dilemparkan ke neraka daripada kembali kepada kekufuran. (HR. Ibnu Majah)
Dalam hadits ini jelas Nabi mengaitkan antara cinta dan kelezatan iman. Karenanya, siapapun yang merasa hambar beribadah, segeralah membangun rasa cinta dalam dirinya kepada Allah, sehingga semangat itu kembali lagi.
Kecintaan kepada Allah ini melahirkan kerinduan dalam diri seseorang untuk bertemu dengan-Nya di akhirat. Itulah puncak kenikmatan hamba di akhirat kelak, ketika melihat-Nya di surga. Lantas siapakah yang tidak termotivasi untuk bertemu dengan Allah?
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Al-Kahfi: 110)
Motivasi Kebutuhan
Hampir seluruh manusia rela peras keingat, banting tulang, pergi pagi pulang petang, bahkan rela lembur sekalipun demi mengejar kebutuhan hidupnya. Sebaliknya sebagian besar orang ketakutan jika ada desas-desus PHK karena dia akan terancam menjadi pengangguran dan akan terancam pula keluarganya. Ini memotivasi seseorang untuk lebih bersemangat dan meningkatkan kinerjanya karena bekerja sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidupnya.
Demikian halnya dengan ibadah. Tidak cukup seseorang beribadah hanya berniat menggugurkan kewajiban semata. Jika hanya untuk menggugurkan kewajiban, maka ia lebih banyak menjadi beban. Karena dianggap beban, lamabat laun akan dianggap membebani dan akan muncul rasa malas. Ibadha lebih tepat dianggap sebagai kebutuhan ruhani dan fitrah manusia, disamping pasti akan bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental.
Motivasi Ingin Hidup Terhormat
Tak seorangpun di dunia ini ingin hidup terhina. Semua manusia pasti ingin hidup terhormat, mungkin hanya dimata manusia semata namun juga ada yang ingin terhormat di mata Allah. Kehormatan di mata manusia akan terwujud secara otomatis tatkala manusia sudah terhormat di mata Allah.
“mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (Al-Munafiqun: 8)
Karena itu, Umar bin Khattab berkata, “Kami dulu kaum terhina, maka Allah memuliakan kami dengan Islam.”
Ketika manusia terhormat di hadapan Allah, maka itu sudah cukup. Mungkin tidak meski dia dihormati oleh seluruh manusia, namun dia pasti lebih terhormat di mata orang-orang mukmin.
Motivasi Ingin Bahagia dan Kepuasan Batin
Terkadang tidak habis pikir kenapa ada orang yang rela merogoh koceknya jutaan rupiah hanya untuk mengoleksi barang antik. Bahkan dia harus memburunya ke negeri seberang. Tapi itulah kepuasan batin yang baginya tidak bisa diganti dengan materi. Setiap manusia pasti membutuhkan ketenangan dan ketentraman serta kebahagiaan. Sebagian orang mencari kebahagiaan itu dengan mengoleksi barang-barang mewah, membangun properti mewah, mobil mewah, wisata dan lain-lain, atau bahkan mencari pelampiasan-pelampiasan ketenangan lain melalui jalan yang tidak benar.
Bagi seorang muslim, sumber ketenangan dan kebahagiaan batin adalah beribadah dan dzikir kepada Allah. Pada saat batin gersang, semangat kendur, spirit lunglai, pada saat itulah pelampiasan harus berlabuh kepada Allah. Karena hanya Dialah yang nanti akan mengispirasi dan memberikan semangat.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d: 28)
Motivasi Garansi Kebahagiaan Masa Depan
Hampir semua orang dari penguasaha, enterpreneur, pejabat hingga pegawai bawaan dan rakyat biasa ingin memiliki jaminan hidup di hari tua, asuransi kematian, dan jaminan-jaminan lainnya. Padahal kematian hanyalah garis batas dan transit sebentar sebelum ke alam abadi. Maka seharusnya orang berfikir jauh setelah alam kubur, apa yang sudah disiapkan. Sudahkah ia menyiapkan garansi kebahagiaan di akhirat kelak atau ia melupakan garansi akhirat dan lebih sibuk dengan garansi-garansi duniawi. Semua yang dimiliki manusia, dari fikiran, fisik, harta yang juga bisa menjadi aset menciptakan garansi duniawi, juga bisa dijadikan garansi akhirat. Tinggal kemana itu diinvestasikan.
Singkatnya, garansi masuk surga dan selamat dari neraka hanya bisa diperoleh dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
“Setiap umat akan masuk surga kecuali yang enggan.” Siapa yang enggan? “Barangsiapa yang taat kepadaku, dia masuk surga dan barangsiapa membangkangku dia enggan masuk surga.” (HR. Ahmad)
Motivasi seseorang untuk masuk surga dan selamat dari neraka bukanlah hal tabu dan mengurangi keikhlasan seseorang. Sebab Allah memang menyiapkan surga itu bagi mereka yang taat. Ibarat perlombaan, surga adalah hadiah yang disiapkan oleh Allah bagi mereka yang berprestasi.
“tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)
Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam sebagai manusia terbaik memberikan contoh agar umatnya meminta surga Allah.
Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ya Allah aku meminta kepada-Mu surga dan perkataan perbuatan yang mendekatkan kepadanya, dan aku berlindung dengan-Mu dari neraka, dan dari perkataan perbuatan yang mendekatkan kepadanya” (HR. Ibnu Majah)
Tinggal bagaimana unsur-unsur motivasi itu dikembangkan dan diperkaya dengan pengalaman yang bisa menginspirasi seseorang untuk tetap melaju menuju kesuksesan dunia dan akhirat.
Oleh: Ahmad Tarmudli Lc. MHI.