Daftar Isi
Pertanyaan
Assalamualaikumwarahmatuallahi wabarkatuh
Ustad saya bekerja di laboratorium mikro swasta. Ada larutan yang kami pakai untuk analisa itu mengandung babi. Pertanyaan yang ingin saya tanyakan:
1. Setahu saya najis babi dibersihkan dengan cukup mencuci saja hingga bersih tanpa tergantung 7x cuci dan 1 satu dg debu. Apakah boleh saya mencucinya dengan air dicampur sabun cuci biasa? Apakah harus pakai sabun khusus? Karena tempat kerja saya hanya menyediakan sabun cuci biasa.
2. Salah satu peralatan yang terkena najis babi itu Petri (wadah cawan berbahan beling). Jumlah petri tersebut yg harus kami cuci tiap hari minimal 200 petri. Apakah boleh mencucinya petri tersebut l dengan direndam air dan sabun dalam baskom. Terus setelah itu direndam lagi dengan air saja dibaskom lain? Karena dilab seperti itu caramembersihkan peralatan lab nya. Saya berpikir banyak sekali air yang harus dipakai di lab bila harus di alirakan dengan air satu satu. Padahal jumlahnya ratusan dan yang bekerja juga bukan saya saja, soalnya rekan kerja saya juga bertugas mencuci bersama. Dan tiap minggu akan bergilir 2 orang mencuci. Saya tidak berani menegur dan mengajari mereka. Saya takut dibenci.
3. Saya memakai sarung tangan saat mencuci.setelah selesai dahulu saya selalu cuci dengan 7x cuci dan salah satu dg tanah. Tapi setelah saya mendengar ceramah katanya tidak apa2 mencuci sekali saja tanpa tanah. Jadi saya cuci tangan saya dengan air dan sabun tanpa jumlah tertentu. Apakah itu sudah suci ya ustad?
4. Apakah baskom dan basin sink (wastafel) tempat mencuci tersebut harus dicuci dengan air dan sabun juga kalau sudah selesai mencuci peralatan lab yg terkena najis ya ustad?
5. Rekan rekan kerja saya beragama islam, mereka tahu itu najis tapi mereka biasa saja. Mereka tidak memakai sarung saat cuci. Jadi saya takut mereka tidak mensucikan setalah memegang najis. Saya jadi was was najis akan menyebar di lab dan ruangan lain. Saya ingin menegur juga tidak berani ustad, saya takut mereka marah, mengucilkan saya.
6. Karena najis ini saya jadi terpikir terusan. Apalagi saat akan shalat. Saya takut shalat saya tidak diterima. Bahkan saya pernah mengguyur seluruh tubuh saya 7 kali dan 1 satunya dengan tanah saking parnonya dengan najis. Ibadah saya jadi terganggu ustad. Apa yang harus saya lakukan ustad dengan pikiran badan saya yang terkena najis ini?
Saya mohon bantuan jawabannya ustad. Terima kasih sebulumnya dan maaf kalo pertanyaan saya panjang ustad.
(Tia – Palembang)
Jawaban
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillahirrahmanirrahim..
Semoga Allah Ta’ala merahmati Anda dan keluarga..
Semua pertanyaan di atas secara substansi sama, yaitu tentang tata cara menghilangkan najis babi, apakah cukup dengan air saja sampai sebersih bersihnya ataukah mesti dengan tujuh kali cucian dengan tanah diawalnya diqiyaskan dengan najisnya liur anjing.
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat, yaitu:
1. Dibersihkan dengan cara seperti membersihkan najis liur anjing
Inilah pendapat sebagian Syafi’iyah dan Hanabilah. Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah:
ويكون تطهير الإناء إذا ولغ فيه بأن يغسل سبعا إحداهن بالتراب – عند الشافعية والحنابلة – لحديث أبي هريرة – رضي الله عنه -: {إذا شرب الكلب في إناء أحدكم فليغسله سبع مرات} وفي رواية: {فليرقه ثم ليغسله سبع مرات} وفي أخرى: {طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات أولاهن بالتراب}. قالوا: فإذا ثبت هذا في الكلب فالخنزير أولى لأنه أسوأ حالا من الكلب وتحريمه أشد
Mensucikan wadah jika anjing minum di dalamnya adalah dengan cara dicuci tujuh kali dan salah satunya dengan tanah menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, berdasarkan hadits: “Jika seekor anjing minum di bejana kalian maka cucilah tujuh kali”. Dalam riwayat lain: “Sucikanlah bejana kalian jika anjing minum padanya dengan tujuh kali cucian dan awalnya dengan tanah”.
Mereka mengatakan jika telah shahih hal ini atas anjing, maka babi lebih layak disikapi seperti itu, sebab kenajisannya lebih berat dan keharamannya lebih tegas. (Al Mausu’ah, 20/34)
2. Dicuci tiga kali
Ini adalah pendapat mazhab Hanafi. Sebagaimana tertera dalam Al Mausu’ah:
وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ: يَكُونُ تَطْهِيرُ الإِْنَاءِ إِذَا وَلَغَ فِيهِ خِنْزِيرٌ بِأَنْ يُغْسَل ثَلاَثًا
Menurut Hanafiyah cara mensucikan bejana yang mana Babi minum padanya adalah dengan dicuci tiga kali. (Ibid)
Artinya tidak perlu pakai pasir/tanah dan tujuh kali cucian. Dengan sabun lebih sempurna lagi.
3. Dicuci sekali saja
Ini adalah pendapat Imam asy Syafi’i. Menurut Imam An Nawawi inilah pendapat yang lebih shahih.
Imam An Nawawi menjelaskan:
وذهب أكثر العلماء إلى أن الخنزير لا يفتقر إلى غسله سبعا ، وهو قول الشافعي ، وهو قوي في الدليل
Mayoritas ulama mengatakan bahwa najis Babi tidak perlu dicuci tujuh kali, ini adalah pendapat Asy Syafi’i, dan dalilnya kuat. (Syarh Shahih Muslim, 1/448)
Beliau juga berkata:
واعلم أن الراجح من حيث الدليل أنه يكفي غسلة واحدة بلا تراب ، وبه قال أكثر العلماء الذين قالوا بنجاسة الخنزير . وهذا هو المختار ; لأن الأصل عدم الوجوب حتى يرد الشرع
Ketahuilah bahwa yang rajih (lebih kuat dalilnya) adalah cukup mencucinya sekali saja tanpa tanah. Inilah pendapat mayoritas ulama yang mengatakan najisnya babi. Inilah pendapat yang terpilih. Sebab, hukum asalnya adalah tidak ada kewajiban sampai adanya dalil syariat. (Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 2/604)
4. Tidak perlu dicuci, karena tidak najis.
Ini pendapat Malikiyah, yaitu jika Babi itu masih hidup maka suci yaitu kulit dan bulunya. Kalau pun dicuci karena faktor kebersihan saja, bukan karena itu najis. Ini juga pendapat Ibnu Taimiyah, Sayyid Sabiq, dll.
وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى عَدَمِ نَجَاسَةِ سُؤْرِ الْخِنْزِيرِ وَذَلِكَ لِطَهَارَةِ لُعَابِهِ عِنْدَهُمْ
Malikiyah mengatakan tidak najisnya bulu babi, hal karena liurnya Babi suci menurut mereka. (Ibid)
Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
وَالْقَوْلُ الرَّاجِحُ هُوَ طَهَارَةُ الشُّعُورِ كُلِّهَا : شَعْرُ الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيرِ وَغَيْرُهُمَابِخِلَافِ الرِّيقِ
“Dan pendapat yang kuat adalah sucinya bulu seluruh hewan: bulu anjing, babi, dan selain keduanya. Sedangkan liur terjadi perbedaan pendapat.”
Apa alasan Beliau?
وَذَلِكَ لِأَنَّ الْأَصْلَ فِي الْأَعْيَانِ الطَّهَارَةُ فَلَا يَجُوزُ تَنْجِيسُ شَيْءٍ وَلَا تَحْرِيمُهُ إلَّابِدَلِيلِ
“Hal itu karena asal dari berbagai benda adalah suci, maka tidak boleh menajiskan sesuatu dan mengharamkannya kecuali dengan dalil.” (Majmu’ Al Fatawa, 21/617)
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
ويجوز الحرز بشعر الخنزير في أظهر قولي العلماء
Dibolehkan membuat benang dari bulu Babi menurut pendapat yang benar di antara dua pendapat ulama. (Fiqhus Sunnah, 1/25)
Dalam Syarhush Shaghir:
وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى طَهَارَةِ عَيْنِ الْخِنْزِيرِ حَال الْحَيَاةِ ، وَذَلِكَ لأِ نَّ الأْ صْل فِي كُل حَيٍّ الطَّهَارَةُ
Kalangan Malikiyah berpendapat sucinya Babi secara zat dalam keadaan hidup, hal itu karena hukum asal segala hal yang hidup adalah suci. (Syarhus Shaghir, 1/43)
Lalu disebutkan:
فَطَهَارَةُ عَيْنِهِ بِسَبَبِ الْحَيَاةِ ، وَكَذَلِكَ طَهَارَةُ عَرَقِهِ وَلُعَابِهِ وَدَمْعِهِ وَمُخَاطِهِ
Maka sucinya zat Babi karena sebab hidupnya, demikian juga sucinya keringat, air liur, dan ingusnya.(Ibid)
Ada pun ketika babi itu mati (bangkai) maka najis seluruh bagian tubuhnya baik luar dan dalamnya, dan sepakat semua imam atas hal itu.
Melihat kondisi yg ditanyakan Saudara penanya, yang keadaannya begitu sulit menghindar, dan begitu banyak bejana bahkan sampai ratusan, maka pendapat kedua yang dipilih Imam asy Syafi’i, Imam An Nawawi yaitu cukup dengan sekali cucian yg bersih dan tanpa tanah, adalah pendapat yang paling pas dengan kondisinya .
Demikian. Wallahu A’lam
✍ Farid Nu’man Hasan