💦💥💦💥💦💥💦💥
Daftar Isi
1⃣ Kenapa Kita Berdoa?
📌 Berdoa adalah perintah Allah ﷻ
Allah ﷻ memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin untuk meminta kepadaNya jika mereka memiliki hajat (kebutuhan) bagi hajat dunia maupun akhirat. Bukan meminta kepada dukun, paranormal, peramal, cenayang, ‘orang pintar’, atau yang semisalnya. Baik mendatangi langsung atau sekedar menanyakannya melalui kirim REG (spasi) NAMA(spasi)MBAH JIBRUT atau NYI BLORONG, yang justru menjatuhkan mereka dalam jurang kesyirikan yang menghacurkan ketauhidan.
Allah ﷻ memrintahkan hambaNya untuk berdoa:
“Memintalah kepadaKu niscaya Aku kabulkan permintaanmu.” (QS. Al Mu’min (40): 60)
Lihatlah hamba Allah ﷻ yang shalih, Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam, dia mengadukan kesedihannya hanya kepada Allah ﷻ tentang keadaan putranya, Yusuf ‘Alaihissalam.
“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf (12): 86)
📌 Berdoa merupakan tanda pengabdian dan bukti pengesaan kita kepada Allah ﷻ
Di ayat yang sama, Allah ﷻ menyebut orang yang tidak mau berdoa sebagai orang yang menyombongkan dirinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al Mu’min (40): 60)
Para ahli tafsir mengatakan, diantaranya Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa maksud “orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu” adalah orang yang enggan berdoa kepadaNya dan tidak mengesakanNya. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 7/155. Dar Nasyir wat Tauzi’ Lith Thiba’ah)
📌 Berdoa merupakan perilaku orang-orang mulia
Dalam Al Quran banyak dikisahkan doa para nabi dan shalihin yang sangat menggunggah. Status mereka sebagai Nabi dan Rasul, tidaklah melupakan kebutuhan mereka untuk tetap memohon kepada Allah ﷻ ketika menghadapi kesulitan dalam dakwah, ujian hidup, dan juga peperangan.
📌 Berdoa adalah bagian dari usaha dan sukses itu sendiri
Berdoa pada hakikatnya juga usaha. Bahkan sebagian ulama menyebut berdoa adalah sebagian dari kesuksesan. Keinginan seorang muslim untuk berdoa merupakan kemenangannya atas hawa nafsu kesombongan yang potensial ada dalam diri manusia. Bisa jadi – dan nampaknya ini sudah sering terjadi- manusia sudah merasa cukup, puas, dan kuat dengan usaha rasional yang telah diupayakannya, yang dengannya membuat ia melupakan peran Allah ﷻ atas masa depannya. Maka, berbahagialah bagi orang-orang yang berdoa, sebab mereka telah melewati setengah kemenangan yang dinanti-nantikannya.
2⃣ Sebab dikabulkannya Doa
Di antaranya:
📌 Dalam keadaan merendahkan diri. Hal ini sesuai hadits:
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
كَمْ مِنْ أَشْعَثَ أَغْبَرَ ذِي طِمْرَيْنِ لَا يُؤْبَهُ لَهُ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ
“Berapa banyak orang yang pakaiannya kusut dan berdebu yang sudah usang, doanya tidak ditolak, dan seandainya dia bersumpah kepada Allah, Dia menerima sumpahnya.” (HR. At Tirmidzi No. 3854, katanya: hasan. Ahmad No. 12476. Abu Ya’la No. 3987. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 4573. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menshahihkannya dalam tahqiq terhadap Musnad Ahmad No. 12476)
📌 Menengadahkan kedua tangan
Dari Salman Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إنَّ ربكم تبارك وتعالى حَيِيٌّ كريم يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفراً
“Sesungguhnya Rabb kalian yang Maha Pemalu, merasa malu terhadap hambaNya jika dia mengangkat kedua tangannya kepadaNya, dia mengembalikan kedua tangannya dalam keadaan kosong.” (HR. At Tirmidzi No. 3556, katanya: hasan gharib. Abu Daud No. 1488, Ibnu Majah No. 3856. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 2965. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1830, katanya: sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 1757)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:
ومد اليدين إلى السماء من أسباب إجابة الدعاء،كما جاء في الحديث: إنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِييْ مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفعَ يَديْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرَاً
“Membentangkan kedua tangan ke langit termasuk sebab dikabulkannya doa, sebagaimana hadits: Sesungguhnya Allah Yang Maha Malu dan Mulia, merasa malu terhadap hambaNya jika dia mengangkat kedua tangannya kepadaNya lalu dia mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 138)
Banyak sekali riwayat shahih yang menceritakan bahwa Nabi ﷺ mengangkat kedua tangannya ketika berdoa. Baik yang terlihat ketiaknya sepertika ketika istisqa dan terbunuhnya paman Abu Musa Al Asy’ari, atau mengangkat tangan biasa saja. Kenyataan ini membuat Imam Bukhari berpendapat bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa adalah mutlak dilakukan doa kapan pun.
Berkata Imam Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah:
وَلِذَلِكَ اِسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ فِي كِتَابِ الدَّعَوَاتِ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي مُطْلَقِ الدُّعَاءِ
Oleh karenanya, Imam Bukhari berdalil dengan hadits ini (hadits tentang istisqa, pen) dalam kitab Ad Da’awat atas kebolehan mengangkat kedua tangan secara mutlak (umum) ketika berdoa.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/201-202. Cet. 2. Maktabah As Salafiyah, Madinah Al Munawarah)
Al Hafizh Ibnu Hajar telah mengumpulkan dalam Fathul Bari, bahwa Nabi ﷺ mengangkat tangan ketika berdoa dalam berbagai kesempatan, di antaranya doa ketika gerhana, doa nabi untuk Utsman, doa nabi untuk Sa’ad bin ‘Ubadah, doa nabi ketika Fathul Makkah, doa nabi untuk umatnya, doa nabi ketika memboncengi Usamah, dan lainnya. Semuanya dengan sanad shahih dan jayyid, dan menyebutkan bahwa nabi mengangkat kedua tangannya ketika melakukan doa-doa tersebut. (Fathul Bari, 11/142)
📌 Menghadap Kiblat dan Mengulang-ulang doa
Hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi ﷺ ketika menjelang pertempuran Badar. Dengan menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya, Beliau berdoa:
اللهم! أنجز لي ما وعدتني. اللهم! آت ما وعدتني. اللهم! إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض
“Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikan apa yang telah Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! jika Engkau biarkan pasukan Islam ini binasa, … maka tidak ada lagi yang menyembahMu di muka bumi.”
Beliau senantiasa berdoa dengan suara tinggi seperti itu dan menggerakan kedua tangannya yang sedang menengadah dan menghadap kiblat, sampai-sampai selendang yang dibawanya jatuh dari pundaknya. Lalu Abu Bakar menghampirinya dan meletakkan kembali selendang itu di pundaknya dan dia terus berada di be
lakangnya. Lalu Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu berkata:
يا نبي الله! كذاك مناشدتك ربك. فإنه سينجز لك ما وعدك
“Wahai Nabi Allah! Inilah sumpahmu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi apa yang dijanjikanNya kepadamu.”
Lalu turunlah firman Allah Ta’ala:
إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني ممدكم بألف من الملائكة مردفين
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al Anfal (8): 9). (HR. Muslim No. 1763, At Tirmidzi No. 5075, Ibnu Hibban No. 4793. Ahmad No. 208, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/95)
Juga dalam Shahih Bukhari, Kitab Al Jum’ah Bab Al istisqa’ fil Masjid Al Jami’, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa diulang tiga kali ketika meminta turun hujan: “Allahumma isqinaa (Ya Allah turunkanlah kami hujan).”
📌 Mendahului dengan pujian kepada Allah ﷻ dan bershalawat kepada Nabi ﷺ
Fadhalah bin ‘Ubaid berkata, bahwa Nabi ﷺ mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya, tapi dia tidak memuji Allah dan tidak bershalawat kepadanya, lalu Beliau memanggilnya dan berkata kepada dia dan lainnya:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ رَبِّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ، ثُمَّ لِيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ
Jika kalian berdoa mulailah dengan memuji Rabbnya lalu bershalawat kepada Nabi, lalu berdoalah setelah itu sesukanya. (HR. At Tirmidzi, katanya: hasan shahih. 3477, Ahmad No. 23937, Al Hakim, No. 840, katanya: shahih sesuai syarat Imam Muslim. Disepakati oleh Imam Adz Dzahabi dalam At Talkhish. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Taliq Musnad Ahmad No. 23937)
📌 Khusyu’, Mantapkan Hati, Penuh Harap, Percaya Diri
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al Anbiya: 90)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ، لِيَعْزِمِ المَسْأَلَةَ، فَإِنَّهُ لاَ مُكْرِهَ لَهُ
Janganlah kamu berdoa: “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau mau, rahmatilah aku jika Engkau mau,” hendaknya dia mantapkan hati atas doanya itu karena sesungguhnya Allah tidaklah dipaksa oleh doanya itu. (HR. Bukhari No. 6339, 7477, Muslim No. 2679)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه
Berdoalah kepada Allah dan kalian meyakininya akan dikabulkan, ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lengah.
(HR. At Tirmidzi No. 3479, Al Hakim No. 1817, Al Bazzar No. 10061, Al Kharaithy, I’tilal Al Qulub, No. 5, Ath Thabarani, Al Awsath, No. 5109. Sanad hadits ini dhaif (lemah) namun memiliki beberapa jalur riwayat yang menguatkannya, sehingga para ulama menghasankannya, seperti Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth (Raudhatul Muhadditsin No. 4861), Syaikh Al Albani (Shahihul Jami’ No. 245), Al Mundziri (At Targhib wat Tarhib, 2/491-492), Al Haitsami (Majma’ Az Zawaid, 10/148)
📌 Melirihkan suara, sedang-sedang saja, jangan mengeraskan suara kecuali jika ada alasan yang benar
Allah ﷻ berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’raf: 55)
Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Janganlah kalian mengeraskan doa kalian dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al Isra: 110)
Inilah adab dasar dalam berdoa yaitu dilirihkan suaranya, seperti ketika berdoa sendiri-sendiri. Namun, dibolehkan dikeraskan suara, jika ada kebutuhan seperti berdoa ketika khutbah Jum’at dan ‘Id, istisqa, qunut nazilah, atau seseorang berdoa yang diikuti jamaah , sebagaimana dicontohkan dalam beberapa riwayat shahih berikut.
Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu menceritakan keadaan menjelang perang Badar, katanya:
لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي
“Di hari ketika perang Badr, Rasulullah ﷺ memandangi kaum musyrikin yang berjumlah 1000 pasukan, sedangkan sahabat-sahabatnya 319 orang. Lalu Nabiyullah ﷺ menghadap kiblat, kemudian dia menengadahkan kedua tangannya lalu dia berteriak memanggil Rabbnya: Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku …… (HR. Muslim No. 1763)
Al Imam An Nawawi Rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini disunahkan menghadap ke kiblat ketika berdoa dan mengangkat kedua tangan, dan tidak apa-apa meninggikan suara ketika doa.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/213. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:
أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ هَلَكَ النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ
“Datang seorang laki-laki Arab Pedalaman, penduduk Badui, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Jumat. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, ternak kami telah binasa, begitu pula famili kami dan orang-orang.” Maka, Rasulullah mengangkat kedua tangannya, dia berdoa, dan manusia ikut mengangkat kedua tangan mereka bersamanya ikut berdoa.” (HR. Bukhari No. 983)
📌 Mengutamakan doa-doa Ma’tsur
Hendaknya kita berdoa lebih mengutamakan doa-doa ma’tsur, yaitu kalimat doa yang berasal dari Al Quran dan As Sunah. Tetapi boleh saja kita menggunakan doa buatan manusia, terkait hajat dunianya, walau doa ma’tsur lebih utama.
Para ulama mengatakan:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى جَوَازِ كُل دُعَاءٍ دُنْيَوِيٍّ وَأُخْرَوِيٍّ، وَلَكِنَّ الدُّعَاءَ بِالْمَأْثُورِ أَفْضَل مِنْ غَيْرِهِ
Mayoritas ahli fiqih berpendapat bolehnya semua bentuk doa duniawi dan ukhrawi, tetapi doa yang ma’tsur lebih utama dibanding selainnya. (Raudhatut Thalibin, 1/265, Asna Al Mathalib, 1/16)
3⃣ Kenapa Doa Tidak Dikabulkan?
Sebagian manusia menganggap ini adalah kenyataan yang nampaknya tidak mengenakkan di tengah janjiNya bahwa Dia akan mengabulkan doa hamba-hamaNya. Tetapi hal ini memang ada, kenapa bisa terjadi? Apa yang harus dievaluasi?
Ada banyak sebab doa kita di tolak, diantaranya:
📌 Makan dan Minum dari yang Haram
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
“Rasulullah ﷺ menyebutkan, seorang laki-laki yang panjang perjalanannya, berambut kusut, berdebu, dan menengadahkan tangannya ke langit: “Ya Rabb .. Ya Rabb .., tetapi dia suka makan yang haram, minum yang haram, pakaiannya juga haram, dan dikenyangkan dengan yang haram. Maka, bagaimana doanya bisa dikabulkan?” (HR. Muslim No. 1015)
📌 Tergesa-gesa dalam Berdoa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, dia berkata:
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda, “Doa salah seorang di antara kalian pasti akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa, yaitu dia mengatakan: Saya sudah berdoa akan tetapi belum dikabulkan.” (HR. Bukhari No. 6340)
Bukan hanya itu, dia juga tidak menjaga adab-adab doa yang lainnya.
📌 Meninggalkan Kewajiban
Dari Huzaifah Radhiallahu Anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda, “Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus betul-betul memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, kalau tidak maka betul-betul dikhawatirkan Allah akan menjatuhkan kepada kalian semua siksaan dari-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya akan tetapi Dia tidak mengabulkannya.” (HR. At Tirmidzi No. 2169, katanya: hasan)
Hadits ini menyebutkan bahwa meninggalkan salah satu kewajiban agama yakni kewajiban untuk amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran), merupakan salah satu penyebab ditolaknya doa.
📌 Menjalankan Larangan dan Maksiat
Inilah keanehan manusia. Ketika mereka membutuhkan sesuatu atau dalam keadaan sulit, mereka mencari-cari Tuhannya, mereka memohon dan menangis, serta mengakui semua kesalahan dan kelemahannya. Tetapi ketika kesulitan hilang, mereka melupakanNya dan kembali maksiat kepadaNya. Bagaimana yang seperti ini dikabulkan doanya?
Ada jawaban sangat bagus dari Imam Ibrahim bin Adham Rahimahullah atas pertanyaan ini. Ketika beliau ditanya kenapa doa tidak dikabulkan dia menjawab:
- Seseorang yang meyakini adanya Allah ﷻ tetapi ia tidak menunaikan hak-hakNya.
- Seseorang yang telah membaca ( mengerti ) kitab Allah ﷻ tetapi tidak mengamalkanya.
- Seseorang yang mengetahui bahwa syetan adalah musuhnya yang nyata, tetapi ia justru mengikuti langkah-langkahnya.
- Seseorang yang mengaku mencintai Rasulullah ﷺ tetapi meninggalkan atsar dan sunnahnya.
- Seseorang yang mencita-citakan masuk surga namun meninggalkan amalan – amalan masuk surga.
- Seseorang mengatakan takut adzab neraka, tetapi ia tidak berhenti melakukan dosa dan maksiat.
- Seseorang yang yakin tentang kepastian datangnya ajal, tetapi ia tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
- Seseorang yang sibuk dengan aib dan cacat orang lain, tetapi ia melupakan cacat dan aibnya sendiri.
- Seseorang yang makan rizki Allah, tetapi tidak mensyukurinya.
- Seseorang yang mengubur orang mati, tetapi ia tidak mengambil pelajaranya dari padanya.
📌 Allah ﷻ Sedang menguji hambaNya
Sebenarnya Allah ﷻ punya banyak cara untuk menguji keimanan hambaNya, di antaranya dengan tidak dikabulkannya doa, khususnya di dunia. Apakah dengan itu dia semakin beriman atau justru lari dariNya.
Hamba yang mukmin dan shabirin (sabar) akan meyakini bahwa Allah ﷻ punya rencana lain untuknya, dan itu pasti lebih baik. Sebab Dia lebih tahu dibanding hambaNya sendiri tentang apa yang terbaik bagi hambaNya. Hamba minta A, Allah ﷻ memberinya B, dan B itu ternyata lebih baik baginya. Atau, Allah ﷻ menundanya sebagai ujian kesabaran dan sekaligus memang itulah momen yang pas baginya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah (2): 216)
4⃣ Saat-Saat Mustajab Doa
Agama ini telah menginfokan waktu-waktu dan peristiwa istimewa untuk berdoa, yang dengannya berdoa akan dikabulkan. Di antaranya sebagai contohnya adalah berikut ini:
📌 Pertama. Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata:
أيُّ الدُّعاء أسمعُ؟ قال صلّى الله عليه وسلّم: «جوف الليل، وأدبار الصلوات المكتوبة»
“Doa manakah yang paling didengar? Rasulullah ﷺ menjawab: “Doa pada sepertiga malam terakhir, dan setelah shalat wajib.” (HR. At Tirmidzi, No. 3499. Syaikh Al Albani menghasankan hadts ini, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, No. 3499)
📌 Kedua. Nabi ﷺ bersabda:
ينزل الله تعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الأخير فيقول عز وجل: من يدعونى فأستجب له، من يسألنى فأعطيه، من يستغفرنى فأغفر له
“Allah turun ke langit dunia setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku kabulkan, siapa yang meminta, akan Aku beri, dan siapa yang memohon ampunan pasti Aku ampuni’.” (HR. Bukhari No. 1145, dan Muslim No. 758)
📌 Ketiga. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian berdoa.” (HR. Muslim No. 482)
📌 Keempat. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ أَبْوَابَ السَّمَاءِ تُفْتَحُ عِنْدَ زَحْفِ الصُّفُوفِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَعِنْدَ نُزُولِ الْغَيْثِ، وَعِنْدَ الإِقَامَةِ لِلصَّلاةِ الْمَكْتُوبَةِ، فَاغْتَنِمُوا الدُّعَاءَ
Sesungguhnya pintu-pintu langit dibuka ketika perang fi sabilillah berkecamuk, turunnya hujan, ketika shalat wajib, maka banyaklah berdoa saat itu. (HR. Al Baghawi, Syarhus Sunnah No. 429)
📌 Kelima. Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, dia mendengar Nabi ﷺ bersabda:
تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَيُسْتَجَابُ الدُّعَاءُ فِي أَرْبَعَةِ مَوَاطِنَ: عِنْدَ الْتِقَاءِ الصُّفُوفِ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَعِنْدَ نُزُولِ الْغَيْثِ، وَعِنْدَ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ، وَعِنْدَ رُؤْيَةِ الْكَعْبَةِ
Dibukanya pintu-pintu langit dan dikabulkannya doa ada empat keadaan: ketika berperang fi sabilillah bertemu barisan musuh, turunnya hujan, ketika berdirinya shalat, dan ketika melihat ka’bah. (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir No. 7713, Al Baihaqi, As Sunan Al Kabir No. 6460, juga Ma’rifatus Sunan wal Aatsar No. 7239)
📌 Keenam. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
ثلاثة لا ترد دعوتهم الصائم حتى يفطر والإمام العادل ودعوة المظلوم
Ada tiga kelompok manusia yang doa mereka tidak ditolak, yaitu: Orang berpuasa sampai mereka berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang teraniaya. (HR. At Tirmidzi No. 3598, katanya: hasan. Ibnu Majah No. 1752, Ibnu Hibban No. 3428)
📌 Ketujuh. Dari Amr bin Al Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
للصائم عند فطره دعوة لا ترد
Bagi orang berpuasa, memiliki doa yang tidak ditolak saat berbuka. (HR. Ibnu Majah No. 1753, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3904. Al Bushiri mengatakan: shahih, paraperawinya terpercaya. Lihat Az Zawaid, 2/82)
Dari tujuh hadits di atas, ada informasi kita dapatkan bahwa ada beberapa momen dikabulkannya doa: saat serpertiga malam terakhir, ketika shalat, ketika sujud, setelah shalat , ketika berperang , turunnya hujan, melihat ka’bah, keika puasa, pemimpin yang adil, ketika dianiaya, dan saat berbuka puasa.
5⃣ Mengusap Wajah Setelah Berdoa
Secara umum ada dua kelompok ulama dalam memposisikan ini; melarang dan membolehkan. Berikut ini rinciannya.
📚Para ulama yang melarang, baik memakruhkan bahkan membid’ahkan
1. Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu ‘Anhu
Tertulis dalam kitab Mukhtashar Kitab Al Witr:
وسئل عبد الله رضي الله عنه عن الرجل يبسط يديه فيدعو ثم يمسح بهما وجهه فقال كره ذلك سفيان
Abdullah -yakni Abdullah bin Al Mubarak- ditanya tentang seorang laki-laki menengadahkan kedua tangannya dia berdoa, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, Beliau menjawab: “Sufyan memakruhkan hal itu.” (Mukhtashar Kitab Al Witr, Hal. 162)
2. Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu
Imam Ahmad bin Ali Al Muqrizi menceritakan:
وسئل مالك رحمه الله تعالى عن الرجل يمسح بكفيه وجهه عند الدعاء فأنكر ذلك وقال: ما علمت
Imam Malik Rahimahullah ditanya tentang seorang laki-laki yang mengusap wajahnya dengan kedua tangannya ketika berdoa, lalu dia mengingkarinya, dan berkata: “Aku tidak tahu.” (Mukhtashar Kitab Al Witri, Hal. 152)
3. Imam Abdullah bin Al Mubarak Radhiallahu ‘Anhu
Imam Al Baihaqi meriwayatkan dalam As Sunan Al Kubra:
عَلِىُّ الْبَاشَانِىُّ قَالَ : سَأَلَتُ عَبْدَ اللَّهِ يَعْنِى ابْنَ الْمُبَارَكِ عَنِ الَّذِى إِذَا دَعَا مَسَحَ وَجْهَهُ ، قَالَ : لَمْ أَجِدْ لَهُ ثَبَتًا. قَالَ عَلِىٌّ : وَلَمْ أَرَهُ يَفْعَلُ ذَلِكَ. قَالَ : وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يَقْنُتُ بَعْدَ الرُّكُوعِ فِى الْوِتْرِ ، وَكَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ
Ali Al Basyani berkata: Aku bertanya kepada Abdullah –yakni Abdullah bin Al Mubarak- tentang orang yang jika berdoa mengusap wajahnya, Beliau berkata: “Aku belum temukan riwayat yang kuat.” Ali berkata: “Aku tidak pernah melihatnya melakukannya.” Aku melihat Abdullah melakukan qunut setelah ruku dalam witir, dan dia mengangkat kedua tangannya. (As Sunan Al Kubra No. 2970)
Imam Ibnul Mulaqin mengutip dari Imam Al Baihaqi sebagai berikut:
ثمَّ رَوَى بِإِسْنَادِهِ عَن ابْن الْمُبَارك أَنه سُئِلَ عَن مسح الْوَجْه إِذا دَعَا الْإِنْسَان قَالَ : لم أجد لَهُ شَاهدا . هَذَا آخر كَلَام الْبَيْهَقِيّ
Kemudian Beliau (Al Baihaqi) meriwayatkan dengan isnadnya, dari Ibnul Mubarak bahwa dia ditanya tentang mengusap wajah jika manusia berdoa, Beliau menjawab: “Saya belum temukan syahid-(hal yang menguatkan)nya.” Inilah akhir ucapan Al Baihaqi (Imam Ibnul Mulaqin, Al Badrul Munir, 3/640)
4. Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu ‘Anhu
Imam Ibnul Mulaqin Rahimahullah menuliskan:
وَقَالَ أَحْمد : لَا يعرف هَذَا أَنه كَانَ يمسح وَجهه بعد الدُّعَاء إِلَّا عَن الْحسن
Berkata Imam Ahmad: “Tidak diketahui hal ini, tentang mengusap wajah setelah doa, kecuali dari Al Hasan.” (Ibid, 3/639)
5. Imam Al Baihaqi Rahimahullah
Beliau berkata:
فأما مسح اليدين بالوجه عند الفراغ من الدعاء فلست أحفظه عن أحد من السلف في دعاء القنوت وإن كان يروي عن بعضهم في الدعاء خارج الصلاة وقد روي فيه عن النبي صلى الله عليه و سلم حديث فيه ضعف وهو مستعمل عند بعضهم خارج الصلاة وأما في الصلاة فهو عمل لم يثبت بخبر صحيح ولا أثر ثابت ولا قياس فالأولى أن لا يفعله ويقتصر على ما فعله السلف رضي الله عنهم من رفع اليدين دون مسحهما بالوجه في الصلاة وبالله التوفيق
Ada pun mengusap wajah dengan kedua tangan setelah selesai doa, maka tak ada satu pun yang saya hafal dari kalangan salaf yang melakukan pada doa qunut, kalau pun ada adalah riwayat dari mereka pada doa di luar shalat. Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hadits dhaif tentang masalah ini. Sebagian mereka menggunakan hadits ini untuk berdoa di luar shalat, ada pun dalam shalat itu adalah perbuatan yang tidak dikuatkan oleh riwayat yang shahih, tidak pula atsar yang kuat, dan tidak pula qiyas. Maka, yang lebih utama adalah tidak melakukannya, dan hendaknya mencukupkan dengan apa yang dilakukan para salaf –Radhiallahu ‘Anhum- berupa mengangkat kedua tangan tanpa mengusap wajah dalam shalat. Wa billaahit taufiq. (As Sunan Al Kubra No. 2968)
6. Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam Rahimahullah
Imam Al Munawi Rahimahullah menyebutkan dari Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam, kata Beliau:
لا يمسح وجهه إلا جاهل
Tidak ada yang mengusap wajah
melainkan orang bodoh. (Faidhul Qadir, 1/473. Lihat juga Mughni Muhtaj, 2/360)
7. Imam An Nawawi Rahimahullah
Imam An Nawawi menyatakan yang benar adalah berdoa mengangkat kedua tangan tetapi tanpa mengusap wajah, berikut ini ucapannya:
والحاصل لاصحابنا ثلاثة أوجه (الصحيح) يستحب رفع يديه دون مسح الوجه (والثاني) لا يستحبان (والثالث) يستحبان وأما غير الوجه من الصدر وغيره فاتفق أصحابنا علي أنه لا يستحب بل قال ابن الصباغ وغيره هو مكروه والله أعلم
Kesimpulannya, para sahabat kami (Syafi’iyah) ada tiga pendapat; (yang shahih) disunnahkan mengangkat kedua tangan tetapi tanpa mengusap wajah, (kedua) tidak disunnahkan keduanya, (ketiga) disunnahkan keduanya. Ada pun selain wajah, seperti dada dan selainnya, para sahabat kami sepakat bahwa hal itu tidak dianjurkan, bahkan Ibnu Ash Shabagh mengatakan hal itu makruh. Wallahu A’lam (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/501)
8. Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
Beliau berkata:
وَأَمَّا رَفْعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ: فَقَدْ جَاءَ فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ صَحِيحَةٌ، وَأَمَّا مَسْحُهُ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ فَلَيْسَ عَنْهُ فِيهِ إلَّا حَدِيثٌ، أَوْ حَدِيثَانِ، لَا يَقُومُ بِهِمَا حُجَّةٌ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
Ada pun Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangan ketika berdoa, hal itu telah diterangkan dalam banyak hadits shahih, sedangkan mengusap wajah dengan kedua tangannya, maka tidak ada yang menunjukkan hal itu kecuali satu hadits atau dua hadits yang keduanya tidak bisa dijadikan hujjah. Wallahu A’lam (Al Fatawa Al Kubra, 2/219, Majmu’ Al Fatawa, 22/519, Iqamatud Dalil ‘Ala Ibthalit Tahlil, 2/408)
9. Fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah
Berikut fatwa ini Beliau:
السؤال: ذكرتم حكم رفع اليدين في الدعاء، فما القول في مسح الوجه بهما؟ الجواب: لم يثبت، وقد ورد فيه أحاديث ضعيفة، والسنة أن ترفع الأيدي ثم تنزل بدون مسح
Pertanyaan:
Anda telah menyebutkan hukum tentang mengangkat kedua tangan ketika doa, lalu apa pendapat Anda tentang mengusap wajah dengan keduanya?
Jawaban:
Tidak shahih, hadits-hadits yang ada tentang hal itu adalah lemah, dan sunnahnya adalah Anda mengangkat kedua tangan kemudian menurunkannya dengan tanpa mengusap wajah. (Syarh Sunan Abi Daud, 15/145)
Pada halaman lain juga tertulis demikian:
السؤال: هل ننكر على من يمسح وجهه بعد الدعاء؟ الجواب: لم ترد في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فيبين لمن يعمل ذلك أنه ما ثبت في هذا شيء، إنما الثابت هو رفع اليدين، وأما مسح الوجه باليدين بعد الدعاء فقد وردت فيه أحاديث ضعيفة
Pertanyaan:
Apakah kita mesti mengingkari orang yang mengusap wajahnya setelah berdoa?
Jawaban:
Tidak ada sunah yang valid dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang masalah ini, maka hendaknya dijelaskan kepada orang yang melakukannya bahwa hal itu tidak ada satu pun yang kuat haditsnya. Yang kuat adalah mengangkat kedua tangan, ada pun mengusap wajah dengan kedua tangan setelah doa telah ada hadits-hadits lemah yang membicarakannya. (Ibid, 15/474)
10. Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah
Beliau berkata:
وأما مسح الوجه عقب الدعاء فلم يثبت فيه حديث صحيح ، بل إن بعض أهل العلم نصوا على بدعيته انظر معجم البدع (ص 227)
فلا تفعل أنت البدعة ولا تُشارك فيها ولكن انصح وأمر بالسنّة وذكّر النّاس وأخبرهم بالحكم الشّرعي
Ada pun mengusap wajah setelah berdoa, tidak ada hadits kuat lagi shahih tentang hal itu, bahkan sebagian ulama ada yang menyebutkan bid’ahnya hal itu. Lihat Mu’jam Al Bida’ (Hal. 227).
Maka, jangan Anda lakukan bid’ah, dan jangan berpartisipasi di dalamnya, tetapi hendaknya menasihatkan dan memerintahkan dengan sunah, serta mengingatkan manusia dan mengabarkan mereka terhadap hukum-hukum syar’i. (Fatawa Al Islam Sual wa Jawab, Hal. 5538)
11. Fatwa Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah
Beliau berkata:
وأما مسح الوجه بعد الدعاء فمسألة خلافية بين العلماء، منهم من استحبه ومنهم من منعه، والأمر واسع في ذلك وإن كنا نرجح من باب الورع عدم المسح، لأن الحديث الوارد في المسح لا يخلو من كلام، ولعدم اشتهار ذلك عند السلف. والله أعلم
Ada pun mengusap wajah setelah doa, maka ini adalah persoalan yang diperselisihkan para ulama. Di antara mereka ada yang menyunahkannya dan ada pula yang melarangnya. Dan, masalah ini adalah masalah yang lapang. Sedangkan kami menguatkan diri sisi kehati-kehatian untuk tidak mengusap, karena hadits-hadits yang ada dalam masalah ini tidak kosong dari perbincangan para ulama, serta tidak ada yang masyhur dari kalangan salaf yang melakukan hal ini. Wallahu A’lam (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah No. 36932)
12. Fatwa Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi Rahimahullah
Berikut ini fatwanya:
سئل الشيخ : ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الانتهاء من الدعاء وهل ورد فيه حديث عن النبى صلى الله عليه وسلم ؟
فقال الشيخ – رحمه الله – : ليس مسح الوجه بعد الدعاء من السنة بل هو بدعة لان مسح الوجه باليدين عقب دعاء يعتبر نسك وعبادة وهو لم يثبت ان النبي صلى الله عليه وسلم فعله فيكون بدعة فى الدين والحديث الذى ورد فى هذا ضعيف ولم يصح
Syaikh ditanya: Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdoa, apakah ada hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang ini?
Syaikh Rahimahullah menjawab:
Mengusap wajah setelah berdoa bukan termasuk sunah, bahkan itu adalah bid’ah, karena mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdoa telah dianggap sebagai ibadah. Hal itu tidak ada yang shahih dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka itu adalah bid’ah dalam agama. Sedangkan hadits yang membicarakan ini adalah lemah dan tidak shahih. (Fatawa Asy Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Hal. 315)
13. Fatwa Syaikh Sulaiman bin Wail At Tuwaijiri
Beliau berkata:
مسح الوجه بعد الدعاء ورد فيه أحاديث، ورجال الجرح والتعديل طعنوا فيها، فهي لا ترتقي إلى درجة العمل بها، ويبقى الأمر على ما هو الأصل فيه وهو عدم المسح؛ لأن الأحاديث الواردة في المسح ليست بصحيحة، ولا ترتقي إلى درجة الاحتجاج بها. انظر مثلاً ما رواه أبو داود (1485)، وابن ماجة (1181) من حديث ابن عباس -رضي الله عنهما- بإسناد ضعيف
Telah datang sejumlah hadits tentang mengusap wajah setelah doa, dan para ulama Al Jarh wat Ta’dil telah mengkritiknya, sehingga hadits tersebut tidak terangkat mencapai derajat yang layak diamalkan, jadi masalah ini dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu tidak mengusap wajah, karena hadits-hadits tentang mengusap wajah tidak ada yang shahih, dan tidak terangkat sampai derajat yang bisa dijadikan hujjah. Lihat misalnya riwayat Abu Daud (1485), Ibnu Majah (1181) dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dengan isnad yang dhaif. (Fatawa Istisyaraat Al Islam Al Yaum, 14/224)
📚Para Ulama Yang Membolehkan dan Menyunahkan
1. Sahabat nabi, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubeir Radhiallahu ‘Anhuma
Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam Adabul Mufrad:
عن أبى نعيم وهو وهب قال : رأيت بن عمر وبن الزبير يدعوان يديران بالراحتين على الوجه
Dari Abu Nu’aim –dia adalah Wahb, berkata: “Aku melihat Ibnu Umar dan Ibnu Az Zubeir mereka mengusap wajah dengan telapak tangannya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 609. Dihasankan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Amali Al Adzkar. Lihat Al Fatawa Al Haditsiyah, Hal. 55. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya. Lihat Dhaif Adabil Mufrad No. 609)
2. Imam Al Hasan bin Abil Hasan Radhiallahu ‘Anhu
Disebutkan dalam Mukhtashar Kitab Al Witr:
وعن المعتمر رأيت أبا كعب صاحب الحرير يدعو رافعا يديه فإذا فرغ من دعائه يمسح بهما وجهه فقلت له من رأيت يفعل هذا فقال الحسن
Dari Al Mu’tamar: aku melihat Abu Ka’ab pengarang Al Harir berdoa dengan mengangkat kedua tangannya, lalu ketika dia selesai berdoa, dia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu aku bertanya kepadanya: “Siapa orang yang kau lihat melakukan ini?” Beliau menjawab: “Al Hasan.” (Imam Ahmad bin Ali Al Muqrizi, Mukhtashar Kitab Al Witr, Hal. 152)
Imam As Suyuthi mengatakan: “isnadnya hasan.” (Lihat Fadhul Wi’a, No. 59)
3. Imam Ishaq bin Rahawaih Radhiallahu ‘Anhu
Beliau termasuk yang menganggap baik menggunakan hadits-hadits tentang mengusap wajah setelah doa sebagai dalilnya. Berikut ini keterangannya:
قال محمد بن نصر ورأيت إسحاق يستحسن العمل بهذه الأحاديث
Berkata Muhammad bin Nashr: Aku melihat Ishaq menganggap baik beramal dengan hadits-hadits ini. (Ibid)
4. Imam Al Khathabi Rahimahullah
Beliau mengomentari perkataan yang menyebut “bodoh” orang yang mengusap wajah setelah berdoa, katanya:
وَقَوْل بَعْضِ الْفُقَهَاءِ فِي فَتَاوِيهِ : وَلاَ يَمْسَحُ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ عَقِبَ الدُّعَاءِ إِلاَّ جَاهِلٌ ، مَحْمُولٌ عَلَى أَنَّهُ لَمْ يَطَّلِعْ عَلَى هَذِهِ الأْحَادِيثِ
Pendapat sebagian fuqaha dalam fatwa mereka: “tidaklah mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa melainkan orang bodoh”, bisa jadi bahwa dia belum menelaah masalah ini dalam banyak hadits. (Al Futuhat Ar Rabbaniyah ‘Alal Adzkar, 7/258)
5. Imam Az Zarkasyi Rahimahullah
Beliau berkomentar mirip dengan Imam Al Khathabi.
Katanya:
وأما قول العز في فتاويه الموصلية: مسح الوجه باليد بدعة في الدعاء لا يفعله إلا جاهل, فمحمول على أنه لم يطلع على هذه الأحاديث وهي وإن كانت أسانيدها لينة لكنها تقوى باجتماع طرقها
Ada pun perkataan Al ‘Izz (bin Abdissalam) dalam fatwanya: mengusap wajah dengan tangan adalah bid’ah dalam doa, dan tidak ada yang melakukannya kecuali orang bodoh, maka dimungkinkan bahwa dia belum mengkaji hadits-hadits yang berkenaan masalah ini, walaupun sanad-sanadnya lemah tetapi menjadi kuat dengan mengumpulkan banyak jalurnya. (Al Juz’u fi mashil wajhi, Hal. 26)
6. Imam Amir Ash Shan’ani Rahimahullah
Beliau berkata:
وعن عمر رضي الله عنه قال: “كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا مد يديه في الدعاء لم يردهما حتى يمسح بهما وجهه” أخرجه الترمذي وله شواهد منها حديث ابن عباس عند أبي داود وغيره ومجموعها يقضي بأنه حديث حسن وفيه دليل على مشروعية مسح الوجه باليدين بعد الفراغ من الدعاء
Dari Umar Radhiallahu ‘Anhu, katanya: “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, dia tidak akan mengembalikannya sampai mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.” Dikeluarkan oleh At Tirmidzi dan memiliki beberapa syawahid (saksi penguat), di antaranya adalah hadits dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan selainnya. Kumpulan semuanya mencukupi hadits ini dihukumi hasan. Pada hadits ini terdapat dalil disyariatkannya mengusap wajah dengan kedua telapak tangan setelah selesai shalat. (Subulus Salam, 4/219, Maktabah Mushthafa Al Baabi Al Halabi)
7. Lajnah Ulama penyusun kitab Al Fatawa Al Hindiyah
Mereka mengatakan:
قِيل مَسْحُ الْوَجْهِ بِالْيَدَيْنِ لَيْسَ بِشَيْءٍ ، وَكَثِيرٌ مِنْ مَشَايِخِنَا اعْتَبَرُوا مَسْحَ الْوَجْهِ هُوَ الصَّحِيحَ وَبِهِ وَرَدَ الْخَبَرُ
Dikatakan bahwa mengusap wajah
dengan kedua tangan adalah bukan apa-apa. Banyak guru-guru kami yang menyebutkan bahwa mengusap kedua tangan adalah benar adanya, dan telah ada riwayat tentang itu. (Al Fatawa Al Hindiyah, 5/318)
8. Syaikh Abul ‘Ala Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarkafuri Rahimahullah
Beliau berkata dalam kitabnya Tuhfah Al Ahwadzi:
أي لم يضعهما ( حتى يمسح بهما وجهه ) قال بن الملك وذلك على سبيل التفاؤل فكأن كفيه قد ملئتا من البركات السماوية والأنوار الإلهية
Yaitu Beliau tidak meletakkan kedua tangannya (sampai Beliau mengusap wajahnya dengan keduanya) berkata Ibnul Malak hal itu menunjukkan rasa optimis yang kuat seakan kedua telapak tangannya telah dipenuhi oleh keberkahan dari langit dan cahaya ketuhanan. (Tuhfah Al Ahwadzi, 9/232. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
9. Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah:
Fatwa pertama:
والسؤال هو : ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الدعاء وخاصة بعد دعاء القنوت وبعد النوافل ؟ حفظكم الله وأثابكم ، والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
ج : وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بعده : حكمه أنه مستحب ؛ لما ذكره الحافظ في البلوغ في باب الذكر والدعاء ، وهو آخر باب في البلوغ أنه ورد في ذلك عدة أحاديث مجموعها يقضي بأنه حديث حسن ، وفق الله الجميع والسلام عليكم
Pertanyaan:
Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah doa, khususnya setelah doa qunut dan setelah nawafil (shalat sunah)? Semoga Allah menjaga dan memberikan ganjaran buat Anda. Wassalamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Jawaban:
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Hukumnya adalah sunah, sebagaimana yang disebutkan oleh Al Hafizh (Ibnu Hajar) dalam Bulughul Maram pada Bab Adz Dzikr wad Du’a, yaitu pada bab terakhir kitab Bulughul Maram, bahwasanya terdapat beberapa hadits tentang itu yang jika dikumpulkan semuanya mencapai derajat hasan. Semoga Allah memberi taufiq. Wassalamu ‘Alaikum.
(Lihat Majmuu’ Fatawaa Ibni Baaz, 26/148)
Fatwa kedua: (Jawaban Syaikh Ibnu Baaz agak berbeda dengan fatwa pertama)
وأما مسح الوجه فلم يحفظ في الأحاديث الصحيحة، ولكن جاء في أحاديثها ضعف فذهب بعض أهل العلم بأنه لا مانع من ذلك؛ لأنها يشد بعضها بعضا ، ويقوي بعضها بعضا إذا مسحه، فلا بأس، لكن الأفضل والأولى الترك؛ لأن الأحاديث الصحيحة ليس فيها مسح بعد الدعاء
Ada pun mengusap wajah, tidak ada yang terekam dalam hadits-hadits shahih, tetapi adanya dalam hadits-hadits dhaif. Pendapat sebagian ulama adalah bahwa hal itu tidak terlarang, karena hadits tersebut satu sama lain saling menguatkan, jadi jika dia mengusapnya tidak apa-apa, tetapi lebih utama dan pertama adalah meninggalkannya, karena hadits-hadits shahih tidak menyebutkan mengusap wajah setelah doa. (Lihat Majmuu’ Fatawaa Ibni Baaz, 30/43-44)
Sebelumnya beliau menyatakan sunah, namun yang ini menyatakan tidak apa-apa, tetapi lebih baik ditinggalkan.
10. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah:
Fatwa pertama:
هل يسن مسح الوجه باليدين بعد الدعاء أم أن هذا بدعة؟
فأجاب رحمه الله تعالى: اختلف أهل العلم في هذا فمنهم من قال إنه ينبغي إذا فرغ من الدعاء وهو رافعٌ يديه أن يمسح بهما وجهه واستدلوا بحديث ضعيف لكن قال ابن حجر رحمه الله له طرقٌ يقوي بعضها بعضاً ومجموعها يقضي بأنه حديثٌ حسن ومن العلماء من قال إنه لا يمسح وجهه بيديه والأحاديث في هذا ضعيفة فيكون مسحه بيديه بدعة وإلى هذا ذهب شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله وأرى أنه لا ينكر على من مسح ولا يؤمر بمسح من لم يمسح
Apakah disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangan setelah doa ataukah itu perbuatan bid’ah?
Jawaban Syaikh Rahimahullah:
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Di antara mereka ada yang menganjurkan jika selesai doa dan dia dalam keadaan mengangkat kedua tangannya, hendaknya mengusap wajahnya dengan keduanya. Mereka berdalil dengan hadits dhaif tetapi Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan bahwa hadits tersebut memiliki beberapa jalan yang saling menguatkan satu sama lain, dan kumpulan semuanya telah mencukupi hadits itu menjadi hasan.
Di antara ulama ada yang mengatakan tidak usah mengusap wajah dengan kedua tangan, dan hadits-hadits dalam masalah ini dhaif, maka mengusap wajah dengan kedua tangan adalah bid’ah. Inilah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Saya berpendapat hendaknya jangan diingkari orang yang mengusap wajahnya, dan tidak pula diperintahkan untuk mengusap wajah bagi orang yang tidak mengusapnya. (Selesai fatwa pertama).
Fatwa kedua:
ما حكم مسح اليدين على الوجه بعد الدعاء؟
فأجاب رحمه الله تعالى: الصحيح أنه لا يسن مسح الوجه بهما لأن الأحاديث الواردة في ذلك ضعيفة جدا لا تقوم بها حجة ولا يلتئم بعضها ببعض فالصواب أن مسح الوجه باليدين بعد الدعاء ليس بسنة ولكن الإنسان لا يفعله ولا ينكر على من فعله لأن بعض العلماء استحبه
Apakah hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdoa?
Jawaban Syaikh Rahimahullah:
Yang benar adalah tidak disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangan, karena hadits-hadits yang berkenaan hal itu sangat lemah (dhaif jiddan). Tidak bisa berhujjah dengannya dan tidak dapat dikumpulkan satu sama lainnya. Jadi, yang benar adalah mengusap wajah dengan kedua tangan setelah doa adalah bukan sunah. Tetapi manusia tidak melakukannya, dan jangan diingkari orang yang melakukannya, karena sebagian ulama ada yang menyunahkannya. (selesai fatwa kedua)
(Lihat keduanya dalam Fatawaa Nuur ‘Alad Darb Lil Utsaimin, Kitab Fatawa Mutafariqaat, Bab Ad Du’a, Hal. 50)
Fatwa ketiga:
السؤال
ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الدعاء؟
الجواب
يرى بعض أهل العلم أنه من السنة، ويرى شيخ الإسلام أنه من البدعة، وهذا بناءً على صحة الحديث الوارد في هذا، والحديث الوارد في هذا قال شيخ الإسلام : إنه موضوع.
يعني: مكذوب على الرسول صلى الله عليه وسلم.
والذي أرى في المسألة: أن من مسح لا ينكر عليه، ومن لم يمسح لا ينكر عليه، وهو أقرب إلى السنة ممن مسح
Pertanyaan:
Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdoa?
Jawaban:
Sebagian ulama berpendapat hal itu sunah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat itu adalah bid’ah. Perbedaan ini terjadi karena terkait keshahihan hadits yang ada tentang masalah ini. Hadits yang ada menurut Syaikhul Islam adalah palsu (maudhu’), yakni dusta atas nama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Saya berpendapat dalam masalah ini bahwa mengusap wajah jangan diingkari, dan orang yang tidak mengusap wajah juga jangan diingkari, inilah sikap yang lebih dekat dengan sunah terhadap orang yang mengusap wajahnya. (Selesai fatwa ketiga)
(Lihat Liqaa’ Al Baab Al Maftuuh, 197/27)
11. Fatwa Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin Rahimahullah
Beliau berkata ketika ditanya hukum mengusap wajah setelah berdoa:
أما مسألة مسح الوجه فقد ورد فيها أحاديث لا تخلو من مقال، وإن كان مجموعها حسناً، فقد حسنها الحافظ ابن حجر ، بمجموعها لا بأفرادها، يقول الحافظ رحمه الله: إنها تبلغ درجة الحسن كما نبه على ذلك في آخر بلوغ المرام، لكن ورد العمل بها عن الصحابة وعن الأئمة وعن التابعين وعلماء الأمة، فورد أنهم كانوا يرفعون أيديهم ثم يمسحون بها وجوههم، فأصبح العمل بها من الصحابة دليل على أنهم تأكدوا من مشروعية ذلك
Adapun pertanyaan tentang mengusap wajah, telah terdapat beberapa hadits tentang hal itu namun tidak sepi dari pembicaraan ulama, yang jika semuanya dikumpulkan hadits tersebut menjadi hasan. Al Hafizh Ibnu Hajar telah menghasankannya, dengan terkumpulnya hadits itu bukan secara satu-satu. Berkata Al Hafizh Rahimahullah: “Sesungguhnya hadits tersebut telah sampai derajat hasan,” sebagaimana yang Beliau kabarkan pada akhir kitab Bulughul Maram. Namun, telah sampai kabar bahwa hal itu dilakukan oleh para sahabat, para imam, para tabi’in, dan ulama umat. Telah warid (datang) berita bahwa mereka mengangkat kedua tangan lalu mengusap wajah mereka dengan kedua tangan mereka. Maka, para sahabat telah melakukan perbuatan ini, dan itu menjadi dalil bahwa mereka menguatkan disyariatkannya perbuatan ini. (Syarh ‘Umdatul Ahkam, 21/37)
Demikian. Semoga bermanfaat. Tetap jaga adab terhadap masalah khilafiyah.
Wa Shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam.
🍃🌾🌸🌻🌴🌺☘🌷
✏ Farid Nu’man Hasan