Hukum Mengazankan Bayi yang Baru Lahir

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ust, bagaimana hukumnya mengazankan anak yg baru lahir ust?
Ada referensi yg bisa saya bacakah ust?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh .., Bismillah wal Hamdulillah ..

Ini merupakan upaya merekamkan kalimat tauhid Laa Ilaha Illallah Muhammadurrasulullah sejak dini. Sebab otak bayi laksana pita kaset yang masih kosong, ia akan terisi oleh suara yang pertama kali tertangkap olehnya. Semoga hal itu menjadi arahan yang lurus bagi sang bayi, yang akan mengendalikan arah hidupnya.

Para ulama tidak sepakat dalam masalah mengadzankan dan mengqomatkan bayi, sebagian mereka ada yang menyebut keduanya adalah bid’ah karena tidak ada dasarnya, ada pula yang mengatakan adzan disyariatkan tetapi iqamah tidak, ada pula yang membolehkan dan menganjurkan adzan dan iqamah sekaligus. Demikianlah, wallahu a’lam. Adapun kami lebih cenderung mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa adzan disyariatkan, sedangkan iqamah tidak. Sebab seluruh hadits tentang iqamah untuk bayi tak ada satu pun yang shahih atau hasan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dari Abu Rafi’, dari ayahnya, ia berkata:

“Aku melihat Rasulullah adzan seperti adzan shalat di telinga Al hasan ketika dilahirkan oleh Fathimah.” (HR. Abu Daud no. 5105. At Tirmidzi No. 1514, katanya: hasan shahih. Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No.7986, Ahmad No. 23869)

Syaikh Al Albany berkata tentang status hadits ini, “Hasan, Insya Allah!” (Irwa’ al Ghalil, 4/400. Dia juga menghasankan dalam kitabnya yang lain, Shahih Sunan Abi Daud No. 5105 dan Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 1514) Selain itu Imam Al Hakim juga menshahihkannya, namun Imam Adz Dzahabi telah mengoreksinya.

Selain itu, Al Imam Al Hafizh Yahya bin Said Al Qaththan juga menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh seorang rawi yang dhaif, munkar, dan mudhtharib (guncang). (Imam Ibnul Qaththan, Bayanul Wahm wal Iham fi Kitabil Ahkam, No. 2135. 1997M-1418H. Dar Ath Thayyibah, Riyadh)

Namun Syaikh Al Albani dalam penelitian akhirnya dia mendhaifkan hadits ini. Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah:

“Syaikh Nashir (Al Albani) telah menghasankan hadits tersebut dalam sebagian kitabnya, tetapi pada kahirnya dia menarik kembali pendapat itu. Sebab dalam isnad hadits ini terdapat seorang yang dhaif, yaitu ‘Ashim bin ‘Ubaidullah. Beliau telah enyebutkan bahwa dalam kitab Syu’abul Iman karya Imam Al Baihaqi ada hadits dari Al Hasan yang terkait dengan azan, dan telah disebutkan: hadits tersebut (riwayat Al Baihaqi) merupakan penguat hadits ini (riwayat At Tirmidzi dari Abu Rafi’ di atas, pen). Dan Syaikh Nashir berkata: setelah buku tersebut diterbitkan saya melihat isnadnya ternyata ada seorang yang wadhaa’ (pemalsu hadits) dan matruk (ditinggalkan), dahulu sebelumnya hadits tersebut dianggap sebagai penguat hadits Abu Rafi’ yang ada pada kami. Oleh karena itu tidak benar menjadikan hadits tersebut sebagai penguat selama di dalamnya terdapat seorang yang pendusta dan matruk. Maka, kesimpulannya hadits ini tidak memiliki syahid (penguat). Dan, jika dalam pembahsan ini tidak ada dasar kecuali hadits ini yang di isnadnya terdapat kelemahan perawinya yaitu ‘Ashim bin ‘Ubaidullah, maka tidaklah ada satu pun yang bisa dijadikan argument dalam masalah ini (azan untuk bayi), kecuali jika ada hadits lain yang menguatkannya, maka hal itu dimungkinkan. Ada pun jika takwil terhadap hadits ini dan hadits lainnya yang terdapat pada Imam Al Baihaqi yang di dalamnya terdapat wadhaa’ (pemalsu) dan matruk, maka aktifitas azan pada telinga bayi tidaklah shahih, karena hadits ini (riwayat Tirmidzi dari Abu Rafi’, pen) terdapat seseorang yang lemah. Sedangkan hadits itu (Al Baihaqi) ada yang seorang yang wadhaa’ dan matruk, maka tidaklah salah satu menjadi penguat bagi yang lainnya. Maka tidaklah benar berhukum dengan hadits ini. Oleh karena itu, hadits ini dihukumi tidak shahih selama dengan sanad seperti ini.” (Syarh Sunan Abi Daud, No. 580)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth juga mendhaifkan hadits ini dengan penjelasan y

ang panjang. (Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 23869)

Jadi, pandangan yang lebih kuat adalah hadits ini adalah dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Imam Adz Dzahabi, Imam Yahya bin Said Al Qaththan, Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Syaikh Al Albani, dan lainnya.

Namun demikian ada baiknya kita menyimak perkataan Syaikh Syu’aib Al Arnauth sebagai berikut:

Kami berkata: bersama kelemahan hadits dalam masalah ini, mayoritas umat dahulu dan sekarang telah mengamalkan hadits ini, hal itu seperti yang diisyaratkan oleh At Timirdzi setelah dia meriwayatkan hadits ini, dengan ucapan beliau: hadits ini diamalkan. Dan, para ulama telah menyampaikan hal ini dalam bab-bab kitab-kitab mereka dan mereka menyunnahkannya. (Ibid)

Perkataan Imam At Tirmidzi yang dimaksud adalah:

Sebagian ulama telah berpendapat dengan hadits ini. (Sunan At Tirmidzi No. 1514)

Setelah masa Imam At Tirmidzi banyak sekali ulama di berbagai madzhab yang mengamalkan hadits tersebut. Diantaranya, Imam Ibnul Qayyim dalam kitab At Tuhfah-nya, bahwa azan (dan juga iqamah) untuk bayi baru dilahirkan adalah sunah.

Dalam kitabnya itu beliau menulis:

Bab keempat: Sunahnya azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. (Lihat Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud, Hal. 21, Cet. 1. 1983M- 1403H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) . lalu beliau menyebutkan beberapa hadits, termasuk hadits ini.

Sedangkan hadits tentang iqamah, adalah sebagai berikut:

“Siapa yang kelahiran anak lalu ia mengadzankannya pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri maka Ummu Shibyan (jin yang suka mengganggu anak kecil, -pent) tidak akan membahayakannya”.

(Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (6/390) dan Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 623) dan Al-Haitsami membawakannya dalam Majma’ Zawaid (4/59) dan ia berkata : Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan dalam sanadnya ada Marwan bin Salim Al-Ghifari, ia matruk (haditsnya ditinggalkan)”.

Kami katakan hadits ini diriwayatkan Abu Ya’la dengan nomor (6780).

Berkata Muhaqqiq (peneliti hadits)nya : “Isnadnya rusak dan Yahya bin Al-Ala tertuduh memalsukan hadits”. Nah, dari keterangan ini jelaslah bahwa hadits tentang qamat untuk bayi tidak bisa dijadikan landasan untuk mengamalkannya, karena cacatnya yang parah.

Wallahu a’lam

🌷☘🌺🌴🌻🍃🌾🌸


🍃🌻Adzan di Telinga Bayi, Bid’ah? 🌻🍃

💢💢💢💢💢💢

Dalilnya:

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ

Dari Ubaidullah bin Abu Rafi’ dari Bapaknya ia berkata,

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumandangkan adzan -shalat- pada telinga Hasan bin Ali saat ia dilahirkan oleh Fatimah.”

(HR. At Tirmidzi no. 1514)

Status hadits ini:

– Imam at Tirmidzi berkata: hasan shahih. (Sunan at Tirmidzi no. 1514)

– Imam al Hakim mengatakan: Shahih. (Al Mustadrak ‘alash Shahihain, no. 4827)

– Imam Ibnul Qayyim mengikuti pendapat Imam at Tirmidzi, hasan shahih. (al Wabil ash Shayyib, Hal. 131)

– Syaikh Abdul Aziz bin Baaz mengatakan:

والحديث في سنده عاصم بن عبيد الله بن عاصم بن عمر بن الخطاب وفيه ضعف وله شواهد

Sanad Haditsnya terdapat ‘Ashim bin Ubaidillah bin’ Ashim bin Umar bin al Khathab, dia DHAIF, tapi hadits ini ada SYAWAHID (riwayat lain yang mendukungnya). (Fatawa Nuur ‘Alad Darb, kaset no. 446)

– Syaikh al Albani mengatakan HASAN, dalam Irwa’ul Ghalil (4/400). Tapi, kemudian dia meralatnya dan mendhaifkan hadits ini. (Syaikh Abdul Muhsin al Abbad al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, no. 580)

– Syaikh Syu’aib al Arnauth mengatakan: dhaif. (Ta’liq Musnad Ahmad, no. 23896)

– Imam adz Dzahabi dalam Talkhish-nya juga menyatakan dhaif, lantaran kedhaifan ‘Ashim bin ‘Ubaidillah.

– Imam Yahya al Qaththan menyebutkan hadits ini terdapat seorang perawi yang dhaif, munkar, dan mudhtharib (guncang). (Imam Ibnul Qaththan, Bayanul Wahm wal Iham fi Kitabil Ahkam, No. 2135)

Jadi, para ulama berselisih pendapat tentang keshahihan hadits ini. Namun, mayoritas ulama sejak masa salaf mengamalkannya bahwa adzan di telinga bayi yang baru lahir adalah sunnah.

▶ Imam at Tirmidzi Rahimahullah, wafat th 279H alias 12 Abad lalu, Beliau berkata:

وَقَدْ ذَهَبَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِلَى هَذَا الْحَدِيثِ

Sebagian ulama berpendapat (mengamalkan) hadits ini. (Sunan At Tirmidzi no. 1514)

Tentu ulama yang dimaksud Imam at Tirmidzi adalah ulama yang hidup di zamannya atau sebelumnya. Itulah ulama salaf.

▶ Bagaimana pendapat fuqaha madzhab?

Mayoritas ulama madzhab juga mengatakan SUNNAH, kecuali Imam Malik dan sebagian pengikutnya.

1. Madzhab Hanafi

Imam Ibnu ‘Abidin Rahimahullah mengatakan:

مطلب في المواضع التي يندب لها الأذان فيندب للمولود.. انتهى

Perkara yang termasuk disunnahkan dilakukan adzan adalah adzan kepada bayi..

(Hasyiyah Ibnu’ Abidin, 1/385)

2. Madzhab Syafi’i

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

السنة أن يؤذن في أذن المولود عند ولادته ذكرا كان أو أنثى، ويكون الأذان بلفظ أذان الصلاة، لحديث أبي رافع الذي ذكره المصنف قال جماعة من أصحابنا: يستحب أن يؤذن في أذنه اليمنى، ويقيم الصلاة في أذنه اليسرى

Disunnahkan melantunkan adzan di telinga bayi yg baru lahir baik bayi laki-laki atau perempuan, dengan lafaz seperti adzan shalat. Berdasarkan hadits Abu Rafi’, yang disebutkan oleh al Mushannif. Segolongan sahabat kami (Syafi’iyah) mengatakan: disunnahkan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri.

(al Majmu’ Syarh al Muhadzab, 8/442)

3. Madzhab Hambali

Imam al Buhuti Rahimahullah mengatakan:

وسن أن يؤذن في أذن المولود اليمنى ذكرا كان أو أنثى حين يولد، وأن يقيم في اليسرى؛ لحديث أبي رافع

Disunnahkan adzan di telinga kanan bayi baik laki-laki atau perempuan, juga iqamah di telinga kiri, berdasarkan hadits Abu Rafi’.

(Kasysyaaf al Qinaa’, 3/28)

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah – salah satu tokoh Hambali- berkata:

في إستحباب التأذين في أذن اليمنى و الإقامة في أذن اليسرى. و في هذا الباب أحاديث….

Tentang SUNNAHnya adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Dalam masalah ini terdapat sejumlah hadits…. (lalu Beliau menyebutkan beberapa).

(Tuhfatul Maudud, Hal. 30)

4. SEBAGIAN MALIKIYAH, sebagian mereka memakruhkan semua adzan selain keperluan shalat.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

وَكَرِهَ الإْمَامُ مَالِكٌ هَذِهِ الأْمُورَ وَاعْتَبَرَهَا بِدْعَةً ، إِلاَّ أَنَّ بَعْضَ الْمَالِكِيَّةِ نَقَل مَا قَالَهُ الشَّافِعِيَّةُ ثُمَّ قَالُوا : لاَ بَأْسَ بِالْعَمَل بِهِ

Imam Malik memakruhkan semua ini dan menyebutnya sebagai bid’ah, kecuali sebagian Malikiyah yang mengambil pendapat yang sama dengan Syafi’iyah, menurut mereka: “Tidak apa-apa mengamalkannya.”

(al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah, 2/372-373)

Imam al Hathab Rahimahullah mengatakan:

كره مالك أن يؤذن في أذن الصبي المولود

Imam Malik memakruhkan adzan di telinga bayi yang baru lahir.

(Mawahib al Jalil, 1/434)

Tetapi, Imam al Hathab sendiri mengatakan:

قلت: وقد جرى عمل الناس بذلك فلا بأس بالعمل به. والله أعلم

Aku berkata: hal ini telah diamalkan oleh manusia, maka tidak apa-apa mengamalkannya. (Ibid)

▶ Ulama Masa Kini

– Ahli hadits, Syaikh Syu’aib al Arnauth mengatakan:

قلنا: ومع ضعف الحديث الوارد في هذه المسألة، فقد عمل به جمهور الأمة قديما وحديثا، وهو ما أشار إليه الترمذي عقبه بقوله: والعمل عليه. وقد أورده أهل العلم في كتبهم وبوبوا عليه واستحبوه

Kami berkata: meskipun hadits ini lemah, mayoritas umat dahulu dan sekarang telah mengamalkan hadits ini, hal itu seperti yang diisyaratkan oleh At Timirdzi setelah dia meriwayatkan hadits ini, dengan ucapan beliau: hadits ini diamalkan. Dan, para ulama telah menyampaikan hal ini dalam bab-bab kitab-kitab mereka dan mereka menyunnahkannya.

(Ta’liq Musnad Ahmad, 39/298)

– Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah mengatakan:

هذا مشروع عند جمع من أهل العلم، وقد ورد فيه بعض الأحاديث وفي سندها مقال، فإذا فعله المؤمن فحسن؛ لأنه من باب السنن ومن باب التطوعات، والحديث في سنده عاصم بن عبيد الله بن عاصم بن عمر بن الخطاب وفيه ضعف وله شواهد

Adzan ditelinga bayi itu DISYARIATKAN, menurut segolongan ulama. Hal itu sesuai hadits yg sanadnya masih didiskusikan. Jika seorg mukmin mempraktekkannya MAKA ITU BAGUS. Sebab itu termasuk SUNNAH, dan hal yang dianjurkan. Haditsnya terdapat ‘Ashim bin Ubaidillah bin’ Ashim bin Umar bin al Khathab, dia DHAIF, tapi hadits ini ada SYAWAHID (riwayat lain yang mendukungnya).

(Fatawa Nuur ‘Alad Darb, kaset no. 446)

– Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

الآذان عند ولادة المولود سنة

Adzan disaat kelahiran bayi adalah SUNNAH..

(Fatawa Nuur ‘Alad Darb, kaset no. 307)

– Dan lainnya, seperti fatwa Dar al Ifta al Mishriyyah.

Demikian. Wallahu a’lam

🍀🍁🌿🌳🌷🌻🍃🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top