Tentang Memilih Orang Kafir Sebagai Pemimpin, Walau Bukan Imamatul ‘Uzhma

Hal itu tetap terlarang secara mutlak, sesuai keumuman ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al Maidah: 51)

Larangan dalam ayat ini umum, tidak mengkhususkan pada satu jenis dan level kepemimpinan. Dan, tidak ada keterangan dalam Al Quran dan As Sunnah bahwa larangan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin hanya khusus berlaku bagi imamatul ‘uzhma saja. Maka, berlakulah larangan ini secara umum; bahwa orang-orang beriman dilarang memilih orang kafir sebagai waliyul amri bagi mereka di semua level kepemimpinan.

وَلِيُّ jamaknya adalah أَوْلِيَاء (Auliyaa’) yang artinya –sebagaimana kata Imam Ibnu Jarir Ath Thabari- adalah para penolong (Anshar) dan kekasih
(Akhilla). (Jami’ul Bayan, 9/319)

Bisa juga bermakna teman dekat, yang mengurus urusan, dan orang yang mengusai (pemimpin). (Ahmad Warson, Kamus Al Munawwir, Hal. 1582)

Dalam Lisanul ‘Arab disebutkan bahwa Al Waliy adalah An Naashir (penolong/pembantu). (Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, 15/405)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa untuk Ali Radhilallahu ‘Anhu:

اللهم والِ مَنْ والاه

“Allahumma waali man waalaahu.” (HR. Ibnu Majah No. 116, Al Hakim No. 4576, Abu Ya’la No. 6423, 6951, Ibnu Hibban No. 6931, Ahmad No. 950, Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Ta’liq Musnad Ahmad mengatakan: shahih lighairih)

Apa artinya? Syaikh Ibnu Manzhur mengatakan tentang makna terhadap doa ini:

أَي أَحْبِبْ مَنْ أَحَبَّه وانْصُرْ من نصره

“Yaitu cintailah orang yang mencintainya dan tolonglah orang yang menolongnya.” (Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, 15/405)

Dengan demikian Waliy adalah sesuatu tempat kita berteman dekat, minta bantuan dan pertolongan, kekasih, pemimpin, dan yang mengurus urusan kita.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah memberikan keterangan dengan sebuah kisah Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu ‘Anhu yang mengangkat seorang sekretaris dari Syam yang beragama Nashrani, lalu Umar Radhiallahu ‘anhu merasa heran dan mencegah pengangkatan itu, lalu Umar Radhiallahu ‘Anhu mengutip ayat di atas. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 3/123)

Allah Ta’ala menyebut munafik kepada orang yang sengaja memilih orang kafir sebagai pemimpin, padahal dia tahu ada orang beriman yang seharusnya diangkat menjadi pemimpin:

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (138 (الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا (139(

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi waliy dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An Nisa: 138-139)

Lalu bagaimana dengan umat Islam yang terlahir di negeri mayoritas non muslim seperti di Eropa atau Amerika, atau sebagian kecil di tanah air kita? Maka, untuk mereka boleh saja memilih atau tidak memilih tergantung kondisinya.

📌Jika calon yang ada adalah sama-sama kafir dan membenci Islam, dan semua calon yang ada sama-sama memusuhi kaum muslimin, maka hendaknya golput saja.

📌 Tetapi, jika dari calon yang ada terdapat orang yang TERBUKTI lebih ringan permusuhannya dengan Islam, maka dia boleh saja dipilih dengan asumsi dan harapan potensi kezaliman yang akan menimpa umat Islam juga lebih ringan jika dia yang menjadi pemimpin. Sesuai kaidah Irtikab Akh

afu Dhararain, menjalankan mudharat yang lebih ringan untuk menghindari mudharat yang lebih besar. Saat itu tidak bisa dikatakan mereka telah memberikan wala’ (loyalitas) kepada orang kafir, sebab mereka melakukan itu secara terpaksa, atau dalam upaya memilih yang lebih kecil permusuhannya terhadap Islam.

Wallahu A’lam

📗📕📒📔📓📙📘

✏ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top