Syarah 10 Wasiat Imam Hasan Al Banna (Bag. 1)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Wasiat 1:

قم الى الصلاة متى سمعت النداء مهما تكن الظروف

Tegakkanlah shalat saat kau mendengarkan panggilannya apa pun keadaannya

☘☘☘☘☘☘☘

Wasiat (nasihat) ini begitu penting, apalagi Islam menempatkan shalat sebagai rukun Islam yang kedua setelah mengucapkan dua kalimat syahadat. Hendaknya seseorang memperhatikan kondisi kejiwaannya terhadap shalat; apakah mencintainya atau membencinya, sigap memenuhi panggilannya atau menunda-nundanya. Semua ini menunjukkan baik tidaknya kadar iman seseorang.

Wasiat ini begitu penting, sebab shalat di awal waktu adalah perbuatan yang paling dicintai Allah ﷻ . Hal ini jelas tertera dalam hadits berikut:

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, Beliau berkata:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ ? أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ

Aku bertanya kepada Nabi ﷺ: “Amal apakah yang paling Allah cintai?”

Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Lalu apa lagi?”
Beliau bersabda: “Berbakti kepada kedua orang tua.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Lalu apa lagi?”
Beliau bersabda: “Jihad fisabilillah.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Wasiat ini begitu penting, sebab menunda-nunda shalat tanpa alasan syar’i, merupakan SALAH SATU  makna SAHUN (melalaikan) shalat yang tertera dalam ayat:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)

Celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai (sahun) dari shalatnya. (QS. Al Ma’un: 4-5)

Mush’ab bin Sa’ad berkata:

قلت لأبي، أرأيت قول الله عزّ وجلّ 🙁 الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ ) : أهي تركها؟ قال: لا ولكن تأخيرها عن وقتها.

“Aku bertanya kepada ayahku, apakah maksud ayat ini   meninggalkan shalat?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi ini adalah  mengakhirkan shalat dari waktunya.” (Tafsir Ath Thabari,  24/630)

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, berkata:
الذين يؤخِّرونها عن وقتها

Yaitu orang-orang yang mengakhirkan waktunya. (Ibid, 24/631)

Syariat memberikan keringanan pada keadaan tertentu kita boleh menunda shalat, seperti safar, sakit, rasa takut kepada musuh, bencana alam, cuaca dingin/panas ekstrim, hujan, kesibukan yang berbahaya jika ditinggalkan (seperti dokter ketika membedah, penjaga pintu kereta, penjaga yang sedang melindungi banyak orang, dan semisalnya), dan berbagai kesulitan (masyaqqat) apa pun yang membolehkan jamak shalat. Bahkan Imam As Suyuthi mengatakan ada 40 ‘udzur seseorang dapat menta’khirkan shalatnya.

Lalu, bagaimana menta’khir (menunda) shalat Isya? Bukankah disunahkan untuk mengakhirkannya?

Dianjurkan mengakhirkan shalat Isya hingga hampir setengah malam, dan ini menjadi kekhususan bagi Isya saja. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, namun tidak selalu dia lakukan khawatir memberatkan umatnya.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أَخَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ثُمَّ صَلَّى ثُمَّ قَالَ قَدْ صَلَّى النَّاسُ وَنَامُوا أَمَا إِنَّكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرْتُمُوهَا

Dari Anas bin Malik, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengakhirkan shalat Isya sampai tengah malam, lalu dia shalat, kemudian bersabda: “Manusia telah shalat dan tertidur, ada pun sesungguhnya kalian tetap dinilai dalam keadaan shalat selama kalian masih  menunggu waktunya.”
(HR. Al Bukhari No. 572)

Dalam hadits lain:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي

Dari ‘Aisyah, dia berkata: Pada suatu malam, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallammengakhirkan shalat Isya sampai hilang sebagian besar malam, dan sampai para jamaah yang di masjid tertidur, lalu Beliau keluar lalu shalat, lalu bersabda: “Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya, seandainya tidak memberatkan umatku.” (HR. Muslim No. 638)

Khadimus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:

وكلها تدل على استحباب التأخير وأفضليته، وأن النبي صلى الله عليه وسلم ترك المواظبة عليه لما فيه من المشقة على المصلين، وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يلاحظ أحوال المؤتمين، فأحيانا يعجل وأحيانا يؤخر.

Semua hadits ini menunjukkan sunah  dan keutamaan mengakhirkan shalat isya. Walau pun demikian nabi tidak melakukannya terus menerus, khawatir memberatkan umatnya. NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu memperhatikan kondisi kaum mu’minin, maka kadangkala dia menyegerakan, kadangkala dia mengakhirkan.”  (Fiqhus Sunnah, 1/103)

Imam An Nawawi Rahimahullah
berkata:

وَقَوْله فِي رِوَايَة عَائِشَة : ( ذَهَبَ عَامَّة اللَّيْل ) أَيْ كَثِير مِنْهُ ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَكْثَره ، وَلَا بُدّ مِنْ هَذَا التَّأْوِيل لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّهُ لَوَقْتُهَا ، وَلَا يَجُوز أَنْ يَكُون الْمُرَاد بِهَذَا الْقَوْل مَا بَعْد نِصْف اللَّيْل ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَقُلْ أَحَد مِنْ الْعُلَمَاء : إِنَّ تَأْخِيرهَا إِلَى مَا بَعْد نِصْف اللَّيْل أَفْضَل . قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقّ عَلَى أُمَّتِي ) مَعْنَاهُ : إِنَّهُ لَوَقْتُهَا الْمُخْتَار أَوْ الْأَفْضَل فَفِيهِ تَفْضِيل تَأْخِيرهَا ، وَأَنَّ الْغَالِب كَانَ تَقْدِيمهَا ، وَإِنَّمَا قَدَّمَهَا لِلْمَشَقَّةِ فِي تَأْخِيرهَا

Hadits riwayat ‘Aisyah ini: (hilang sebagian besar malam) yaitu kebanyakan dari waktu malam, namun bukan berarti sebagian besarnya, dan harus mengartikannya demikian karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya.” Tidak boleh mengartikan ucapan beliau bahwa waktu yang dimaksud adalah setelah tengah malam, dan tidak ada satu pun ulama yang mengatakan demikian; yakni mengakhirkan shalat Isya setelah tengah malam adalah lebih utama.

Ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: (“Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya, seandainya tidak memberatkan umatku.”) maknanya adalah bahwa itu adalah waktu yang diunggulkan atau paling utama, maka di dalamnya ada keutamaan mengakhirkannya. Sesungguhnya kebiasaannya adalah menyegerakannya, hal itu hanyalah karena adanya kesulitan dalam mengakhirkannya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/138)

Hanya saja di zaman ini, jika kita mengambil sunnah ta’khir isya, maka kita akan kehilangan sunnah lain yaitu berjamaah di masjid. Sebab, jam-jam menjelang tengah malam  biasanya sudah tidak ada orang di masjid, atau masjid sudah ditutup, kecuali Masjidul Haram dan Masjid Nabawi, yang biasanya manusia ramai 24 jam. Padahal shalat Isya berjamaah bersama manusia di masjid, dinilai seperti shalat setengah malam.

Dari ‘Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu, “ Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

من صلى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل ومن صلى الصبح في جماعة فكأنما صلى الليل كله

Barang siapa yang shalat Isya berjamaah maka seolah dia shalat setengah malam, dan barang siapa yang shalat subuh berjamaah maka seolah dia shalat sepanjang malam. (HR. Muslim No. 656)

Wallahu A’lam

🌺🌻🍃🌱🌴☘🌾🌿🌸
✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top