Mencium Al Quran untuk Memuliakannya; Terlarangkah?

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📨 PERTANYAAN:

Pak Ustadz, katanya mencium Al Quran kalau habis dibaca, gak boleh ya? Benar gak ?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

Dalam hal ini ada beberapa pendapat ulama. Ada yang membid’ahkan, cukup banyak para ulama membolehkan, bahkan menganjurkan, sebagai salah satu bentuk pengagungan kepada Al Quran.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

اختلف العلماء في تقبيل المصحف فقيل : هو جائز ، وقيل : يستحب تقبيله ، تكريما له ، وقيل : هو بدعة لم تعهد عن السلف

Para ulama berbeda pendapat tentang mencium mushaf, disebutkan: boleh, ada yang bilang: sunah menciumnya dalam rangka memuliakannya, dan dikatakan: itu adalah bid’ah dan tidak ada di masa salaf. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 38/22)

Kita bahas satu persatu.

✅ Pertama. Pihak yang membid’ahkan.

Mereka beralasan perbuatan ini tidak memiliki dasar dalam Al Quran dan As Sunnah, dan tidak pula perbuatan para sahabat Nabi ﷺ.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah menjelaskan:

لا أظنه يصح عن الصحابة, هذا بدعة محدثة أخيراً, والصواب أنها بدعة وأنه لا يقبل, ولا شيء من الجمادات يقبل إلا شيء واحد وهو الحجر الأسود, وغيره لا يقبل, احترام المصحف حقيقة بألا تمسه إلا على طهارة, وأن تعمل بما فيه, تصديقاً للأخبار وامتثالاً لأوامره واجتناباً لنواهيه

Aku kira tidak ada yang shahih dari para sahabat nabi, ini adalah bid’ah yang merebak akhir-akhir ini, yang benar adalah ini bid’ah dan tidak boleh menciumnya, dan tidak ada satu pun benda mati yang dicium kecuali satu saja yaitu Hajar Aswad. Ada pun selainnya, tidaklah dicium. Memuliakan mushaf itu hakikatnya adalah dengan tidak menyentuhnya tanpa bersuci, mengamalkan isinya, membenarkan kabar-kabar di dalamnya, serta menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. (Liqa Baabil Maftuuh, kaset No. 213)

Bahkan, lebih jauh lagi menurutnya perbuatan ini lebih mendekati dosa dibanding pahala. Beliau berkata:

أقول في هذا إن تقبيل المصحف بدعة ليس بسنة والفاعل لذلك إلي الإثم اقرب منه إلي السلامة فضلا عن الأجر فمقبل المصحف لا أجر له لكن هل عليه إثم أو لا نقول أما نيته تعظيم كلام الله فلاشك أنه مأجور عليه لكن التقبيل بدعة لم يكن في عهد الرسول عليه الصلاة والسلام ولم يكن في عهد الصحابة رضى الله عنهم

Aku katakan dalam hal ini bahwa mencium mushaf adalah bid’ah, bukan sunah. Pelakunya lebih dekat mendapatkan dosa dibanding keselamatan, apalagi pahala. Maka, orang yang mencium Al Quran tidaklah mendapatkan pahala, tetapi apakah dia berdosa atau berpahala? Maka, kita katakan bahwa niat orang tersebut mengagungkan firman Allah tidak ragu lagi hal itu berpahala, tetapi mencium mushafnya adalah bid’ah, dan tidak pernah ada di masa Rasulullah ﷺ dan tidak pula di zaman para sahabat Radhiallahu ‘Anhum. (Fatawa Nuur ‘Alad Darb, No. 643)

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani juga mengikuti pendapat yang membid’ahkan. (Kaifa yajibu ‘alaina An Nufassiral Quran, Hal. 11)

Ada pun ulama Malikiyah memakruhkan mencium mushaf. (Al Fawakih Ad Dawani, 2/800, Syarh Mukhtashar Al Khalil, 2/326)

✅ Kedua. Pihak yang membolehkan

Ini adalah pendapat golongan Hanafiyah dan yang terkenal dari Hambaliyah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 13/133)

Pihak yang membolehkan memiliki hujjah sebagai berikut.
Dari Ibnu Abi Malikah, katanya:

كَانَ عِكْرِمَةُ بْنُ أَبِي جَهْلٍ يَأْخُذُ الْمُصْحَفَ فَيَضَعُهُ عَلَى وَجْهِهِ وَيَبْكِي وَيَقُولُ: «كَلَامُ رَبِّي كِتَابُ رَبِّي»

‘Ikrimah bin Abi Jahal Radhiallahu ‘Anhu dahulu mengambil mushaf lalu meletakkan mushaf di atas wajahnya, dia menangis, dan berkata: “Firman Rabbku, Kitab Rabbku.”

(Al Hakim dalam Al Mustadrak, No. 5062, Ad Darimi dalam Musnadnya No. 3393, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 2037. Menurut Imam An Nawawi, isnad riwayat ini SHAHIH. Lihat At Tibyan, Hal. 191)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

احتج بهذا الامام أحمد على جواز تقبيل المصحف ومشروعيته

Imam Ahmad berhujjah dengan hadits ini, bolehnya mencium Mushaf dan hal itu disyariatkan. (Al Bidayah wan Nihayah, 7/41)

Apa yang dikatakan Syaikh Ibnu Utsaimin sebelumnya, bahwa hanya ada satu benda

mati yang boleh dicium yaitu Hajar Aswad, adalah pendapat yang bertabrakan dengan kebanyakan ulama terdahulu, berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah:

واستحب بعضهم تقبيل الركن اليماني أيضا فائدة أخرى استنبط بعضهم من مشروعية تقبيل الأركان جواز تقبيل كل من يستحق التعظيم من آدمي وغيره فنقل عن الإمام أحمد أنه سئل عن تقبيل منبر النبي صلى الله عليه و سلم وتقبيل قبره فلم ير به بأسا

Sebagian ulama menyunnahkan mencium rukun Yamani. Faidah yang lain adalah sebagian mereka menyimpulkan bahwa diantara hal yang disyariatkan adalah mencium rukun-rukun itu boleh, dan mencium siapa pun yang berhak dimuliakan dari kalangan manusia dan SELAINNYA. Dinukil dari Imam Ahmad, bahwa Beliau ditanya tentang mencium mimbar Nabi ﷺ dan mencium kuburnya, menurutnya TIDAK APA-APA. (Fathul Bari, 3/475)

Imam Ibnu Hajar Rahimahullah juga berkata:

ونقل عن بن أبي الصيف اليماني أحد علماء مكة من الشافعية جواز تقبيل المصحف وأجزاء الحديث وقبور الصالحين

Dinukil dari Ibnu Abi Ash Shaif Al Yamaniy, salah satu ulama Mekkah bermadzhab Syafi’iy, tentang bolehnya mencium mushaf, buku-buku hadits, dan kubur orang-orang shalih. (Ibid)

Apa yang dikatakan Imam Ibnu Abi Ash Shaif ini berbeda dengan perkataan Syaikh Ibnu Utsaimin yang hanya membolehkan satu benda mati saja, Hajar Aswad.

Sementara itu, Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah menyatakan kebolehannya, saat Beliau ditanya orang yang mencium Al Quran setelah Al Qurannya terjatuh. Beliau menjawab:

لا نعلم دليلا على شرعية تقبيله، ولكن لو قبله الإنسان فلا بأس لأنه يروى عن عكرمة بن أبي جهل الصحابي الجليل رضي الله تعالى عنه أنه كان يقبل المصحف ويقول: هذا كلام ربي، وبكل حال التقبيل لا حرج فيه ولكن ليس بمشروع وليس هناك دليل على شرعيته

Kami tidak ketahui adanya dalil syar’iy tentang menciumnya, tetapi seandainya manusia menciumnya maka itu tidak apa-apa. Sebab, telah diriwayatkan dari ‘Ikrimah bin Abi Jahal, seorang sahabat yang mulia Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Beliau mencium mushaf dan berkata: “Ini firman Rabbku.” Apa pun keadaannya, mencium mushaf tidak apa-apa, tapi itu tidak disyariatkan, dan tidak ada dalil syar’i-nya. (Majmu’ Fatawa Ibni Baaz, 9/289)

Dalam fatwanya yang lain, Beliau mengatakan bahwa itu boleh tapi lebih utama ditinggalkan, sebab yang lebih utama adalah membacanya, mentadaburinya, dan mengamalkannya. Berikut ini penjelasannya:

هذا العمل ليس له أصل وتركه أحسن، لأنه ليس عليه دليل، لكن يروى عن بعض الصحابة أنه قبل المصحف وقال: هذا كلام ربي ولا يضر من فعله، لكن ليس عليه دليل وتركه أولى، ولم يفعله النبي صلى الله عليه وسلم ولم يثبت عن الصحابة إنما يروى عن عكرمة، قد يصح أو لا يصح فالترك أولى لعدم الدليل، المهم العمل به والتلاوة والإكثار من القراءة والعمل، هذا المهم وهذا الواجب فالإنسان عليه أن يكثر من قراءة القرآن ويتدبر ويعمل هذا هو المطلوب منه

Perbuatan ini tidak memiliki dasar dan meninggalkannya lebih baik. Sebab, perbuatan ini tidak ada dalilnya, tetapi diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwa adanya mencium mushaf, dan dia berkata: “Ini firman Rabbku,” dan tidak apa-apa bagi siapa pun yang melakukannya, tetapi tidak ada dalilnya dan meninggalkannya lebih utama.
Hal ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ dan tidak ada yang shahih dari para sahabat, tapi ini hanyalah riwayat dari ‘Ikrimah, baik shahih atau tidak shahih, tetap lebih utama ditinggalkan karena ketiadaan dalilnya.
Yang terpenting adalah mengamalkannya dan membacanya, dan memperbanyak membaca dan mengamalkannya inilah yang penting dan wajib. Maka, manusia hendaknya memperbanyak membaca Al Quran, mentadaburinya dan mengamalkannya. Itulah yang diperintahkan. (Majmu’ Fatawa Ibni Baaz, 24/399)

✅ Ketiga. Pihak yang menyunnahkannya

Imam Badruddin Az Zarkasi Rahimahullah mengatakan bahwa perbuatan ini adalah mustahab (perkara yang disukai/sunah), katanya:

ويستحب تقبيل المصحف لأن عكرمة بن أبي جهل كان يقبله وبالقياس على تقبيل الحجر الأسود ولأنه هدية لعباده فشرع تقبيله كما يستحب تقبيل الولد الصغير وعن أحمد ثلاث روايات الجواز والاستحباب والتوقف

Disunahkan mencium mushaf, karena ‘Ikrimah bin Abi Jahal dahulu pernah menciumnya, dan berdasarkan qiyas terhadap mencium Hajar Aswad, karena hal itu merupakan hadiah bagi hamba-hambaNya

, maka disyariatkan menciumnya, sebagaimana disukainya mencium anak kecil. Ada pun dari Imam Ahmad ada tiga riwayat: Boleh, Sunah, dan tawaquf (no coment). (Al Burhan fi ‘Ulumil Quran, Hal. 478)

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فقد ذهب بعض أهل العلم إلى استحباب تقبيل المصحف قال النووي في التبيان في آداب حملة القرآن روينا في مسند الدارمي بإسناد صحيح عن أبي مليكة : أن عكرمة بن أبي جهل كان يضع المصحف على وجهه ويقول: كتاب ربي كتاب ربي

Sebagian ulama mengatakan sunahnya mencium mushaf. Berkata An Nawawi dalam At Tibyan: “Kami meriwayatkan dalam Musnad Ad Darimi dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abi Malikah bahwa ‘Ikrimah bin Abi Jahal dahulu meletakkan mushaf di wajahnya dan berkata: “Kitab Rabbku, kitab Rabbku.” (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah No. 115995)

Demikian masalah ini. Jadi mayoritas ulama tidak mempermasalahkannya, tapi ada hal yang disepakati oleh mereka bahwa memuliakan Al Quran itu adalah dengan membacanya dengan penuh tata krama, memahaminya, dan mengamalkannya.

Wallahu A’lam

☘🌸🌺🌴🍃🌷🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top