Makmum Baca Al Fatihah dan Surat Juga?

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Saya Ahmad di Maros, saya mau bertanya Ustadz mengenai bacaan Surah Al-Fatihaa pada saat shalat berjamaah di masjid. Apakah makmum boleh juga membaca Surah tersebut dibelakang Imam pada saat shalat Fardhu lima waktu maupun Shalat Sunnah ?
Sebelumnya saya ucapkan TerimahKasih jawabannya Ustadz.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

📬 JAWABAN

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah ..

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menyebutkan ada tiga pendapat, tentang bacaan makmum saat shalat berjamaah.

Pertama. Wajib membaca Al Fatihah sesuai keumuman hadits perintah membaca Al Fatihah yang tidak membedakan menjadi imam atau makmum, baik shalat jahr atau sir.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 من صلى صلاة لم يقرأ فيها بأم القرآن فهي خداج” ثلاثا، غير تمام. فقيل لأبي هريرة : إنا نكون وراء الأمام. فقال: اقرأ بها في نفسك

“Barangsiapa yang shalat di dalamnya tidak dibacakan Ummul Quran maka khidaj (3x), yaitu tidak sempurna.” Lalu ditanyakan kepada Abu Hurairah: “Sesungguhnya kami shalat di belakang imam.” Beliau menjawab; “Bacalah pada dirimu (pelan-pelan).” (HR. Muslim No. 395)

Ini menunjukkan bahwa makmum juga membacanya, dan hadits seperti ini juga diriwayatkan oleh imam hadits lainnya secara shahih pula. Ini pendapat dari Umar, Ali, Abu Hurairah, dan Imam  Asy Syafi’i dalam Qaul Jadidnya, dan lainnya. Tapi, bukan membaca surah.

Kedua. Tidak wajib makmum membaca, baik Al Fatihah atau surat lainnya, baik shalat Jahr atau  Sir.

Ini juga menjadi pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam Al Auza’I, dan lainnya. Alasan mereka adalah:

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة

“Barangsiapa yang memiliki imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya juga.” (HR. Ahmad No. 14643, Ibnu Majah No. 850)

Para ulama berbeda pendapat tentang status hadits ini. Imam Ibnu Katsir mengatakan sanad hadits ini lemah, lalu katanya:

وقد روي هذا الحديث من طرق، ولا يصح شيء منها عن النبي صلى الله عليه وسلم، والله أعلم

“Hadits ini telah diriwayatkan dari banyak jalan, dan tidak ada satu pun yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wallahu A’lam. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/109)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth (Musnad Ahmad pembahasan hadits No. 14643, cat kaki No. 3) menjelaskan bahwa salah seorang perawinya, yakni Hasan bin Shalih, dia tidak mendengarkan langsung dari Abu Zubeir, sanadnya munqathi’ (terputus). Di antara keduanya (Hasan bin Shalih dan Abu Az Zubeir) ada Jabir bin Yazid Al Ju’fi, dia seorang yang dhaif. Namun, hadits ini secara keseluruhan adalah hasan, karena banyaknya jalan dan syawahid (saksi penguat) baginya.

Syaikh Al Albani juga menghasankan dalam beberapa kitabnya. (Shahihul Jami’ No. 6487, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 850)

Sementara itu, bagi kelompok ini apa yang dikatakan oleh Abu Hurairah: bacalah pelan-pelan, merupakan pendapat dirinya sendiri setelah beliau ditanya, bukan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Selain itu kelompok ini juga berdalil dengan firmanNya:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. “ (QS. Al A’raf (7): 204)

Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya mengatakan bahwa meninggalkan surat Al Fatihah tidaklah membatalkan shalat dan tidak wajib mengulanginya,  hanya saja shalatnya kurang sempurna sesuai hadits: khidaj yakni ghairu tamam (tidak sempurna).

Imam Sufyan Ats Tsauri memberikan komentar terhadap hadits: “Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” Katanya:

لمن يصلي وحده

“(kewajiban membaca) Bagi orang yang salat sendiri.” (Sunan Abu Daud No. 822)

Artinya jika dia shalat berjamaah  sebagai makmum, tidak wajib baginya membaca Al Fatihah dan selainnya.

Ketiga. Wajib membaca Al Fatihah ketika shalat sir (seperti shalat zhuhur dan ashar, serta rakaat terakhir maghrib, dan dua rakaat terakhir Isya), dan sunnah membaca Surah.

Sebab ayat yang memerintahkan untuk mendengar dibacakan Al Quran tidaklah relevan, karena makmum tidak mendegarkan suara bacaan imam. Saat itu berlakulah bagi  imam dan makmum, keumuman hadits yang memerintahkan membaca Al Fatihah.

Jabir berkata –sebagaimana diriwayatkan Ibnu majah dengan sanad shahih:

كنا نقرأ في الظهر والعصر خلف الإمام في الركعتين الأوليين بفاتحة الكتاب وسورة وفي الآخريين بفاتحة الكتاب

“Kami membaca pada shalat zhuhur dan ‘ashar di belakang imam; dua rakaat pertama dengan Al Fatihah dan surat, dan dua rakaat terakhir hanya dengan Al Fatihah.” (Shifah Shalah An Nabi, hal. 100. Maktabah Al Ma’arif. Juga diriwaatkan oleh Ahmad No. 22595, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih sesuai syarat Syaikhan)

Ada pun ketika shalat jahr (shalat maghrib dan isya di rakaat pertama dan kedua) adalah wajib mendengarkannya, sesuai perintah di surat Al A’raf ayat 204 di atas. Dan, saat itu bacaan imam telah mewakilinya, sesuai hadits Jabir: “Barangsiapa yang memiliki imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya juga.”

Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:

إنما جعل الإمام ليؤتم به؛ فإذا كبَّر فكبّروا، وإذا قرأ فأنصتوا

“Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti, jika dia bertakbir maka bertakbirlah kamu, jika dia membaca Al Quran maka diamlah.” (HR. Muslim no. 1775, dari Abu Musa Al ‘Asy’ari.  Ad Daruquthni, Kitabush Shalah No.10,  Ibnu Majah No. 846, Abu Daud No.604, An Nasa’i No. 921, semua dari jalur Abu Hurairah, kecuali riwayat Imam Muslim, dari Abu Musa Al Asy’ari)

Maka, hadits ini menjadi dalil yang kuat bagi pendapat yang ketiga. Inilah pendapat Imam Syafi’i dalam qaul qadim (pendapat lama)nya, Imam Ahmad, dan yang Nampak dari pendapat Imam Ibnu Katsir. Juga pendapat dari Imam Ibnu Taimiyah. Pendapat ketiga adalah pendapat yang lebih komprehensif melihat semua dalil yang ada.
Ternyata ini pula yang dipilih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah. ( Shifah Shalah An Nabi, Hal. 98-100)

Dan, inilah pendapat yang dipandang kuat oleh pafa muhaqqiq/peneliti saat in. Wallahu A’lam

🌴☘💐🍃🌺🌱🌸🌿🌻

PUSAT KONSULTASI SYARIAH – DEPOK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top