Adakah Kafir Dzimmi di Indonesia?

PERTANYAAN:

Assalamualaikum saya sedang kebingungan ttg persoalan kafir di indonesia status jls sebagai kafir dzimi kalau di kata kafir dzimi apa isi perjanjian kita dgn mereka dan kapan ? mereka pun memerangi sebagian muslim seperti di poso papua dll

JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah ..

Berikut ini penjelasan definisi kafir dzimmi dr para fuqaha:

أهل الذمة هم الكفار الذين أقروا في دار الإسلام على كفرهم بالتزام الجزية ونفوذ أحكام الإسلام فيهم

Kafir Dzimmi adalah orang-orang kafir yang menegaskan kekafirannya di negeri Islam, dengan kewajiban membayar jizyah dan diterapkan hukum-hukum Islam pada mereka. (Jawaahir Al Iklil, 1/105. Ak Kasysyaaf Al Qinaa’, 1/704)

Jadi, kafir dzimmi itu ada dua syarat:

1. Bayar Jizyah, sebagai perlindungan kemanan bagi mereka. Ini bukan pajak yang kita kenal di negeri kita saat ini, sebab pajak di negeri kita dikenakan bagi muslim dan non muslim juga.

2. Hukum-hukum Islam juga dijalankan atas mereka.

Maka, jika melihat dua syarat ini sulit bagi kita mengatakan bahwa mereka saat ini, di negeri ini adalah kafir dzimmi. Sebab, mereka tidak membayar jizyah, dan menolak diterapkan hukum Islam pada mereka.

Tapi, apakah kita perangi?? Maka, ini kembali pada apakah status mereka sebagai kafir harbi?

يصبح الذمي والمعاهد والمستأمن في حكم الحربي باللحاق باختياره بدار الحرب مقيما فيها ، أو إذا نقض عهد ذمته فيحل دمه وماله

Kafir dzimmi, mu’ahad (kafir yang terikat perjanjian), dan musta’man (minta suaka kemanan), akan dihukumi menjadi kafir harbi jika mereka memilih untuk tinggal di negeri kafir harbi, atau jika perjanjian jaminan kepada mereka sudah batal, maka halal dan hartanya.

(Ad Durul Mukhtar, 3/275, Syarhus Shaghir, 2/316, Mughni Muhtaj, 4/258-262)

Definisi ini memang sulit diterapkan di negeri yang tidak bersistem dan berhukum Islam. Bagaimana bisa diterapkan hukum Islam kepada mereka, … kepada orang Islam saja tidak berjalan, kecuali ibadah ritual saja.

Yang jelas, seandainya mereka dihukumi kafir harbi pun, tetap kembali kepada apakah hukum dasar jihad itu “memerangi dulu” atau “diperangi”, offensif atau difensif.

Pandangan Imam Muhammad Al Khathib Asy Syarbini Rahimahullah seorang ulama bermadzhab Syafi’iyah, nampaknya perlu dipertimbangkan:

وَوُجُوبُ الْجِهَادِ وُجُوبُ الْوَسَائِلِ لَا الْمَقَاصِدِ ، إذَا الْمَقْصُودُ بِالْقِتَالِ إنَّمَا هُوَ الْهِدَايَةُ وَمَا سِوَاهَا مِنْ الشَّهَادَةِ ، وَأَمَّا قَتْلُ الْكُفَّارِ فَلَيْسَ بِمَقْصُودٍ حَتَّى لَوْ أَمْكَنَ الْهِدَايَةِ بِإِقَامَةِ الدَّلِيلِ بِغَيْرِ جِهَادٍ كَانَ أَوْلَى مِنْ الْجِهَادِ

Kewajiban jihad adalah kewajiban yang bernilai sebagai sarana (al wasaail) bukan maksud (al maqaashid). Jika maksud dari peperangan adalah mengantarkan hidayah dansyahadah (kesaksian), maka memerangi orang kafir bukanlah tujuannya. Sehingga, jika memungkin hidayah dapat disampaikan dengan menegakkan dalil tanpa jihad, maka itu lebih utama dibanding jihad. (Imam Asy Syarbini,Mughni Muhtaj, 17/226. Mawqi’ Al Islam)

Nampaknya, para ulama saat ini juga perlu merumuskan lagi penjabaran jelas dan sesuai konteks zaman.

Wallahu A’lam

✏ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top