Fiqih Sujud Tilawah pada Ayat Sajadah (Bag 1)

▫▪▫▪▫▪▫▪

📌 Dalil-Dalil:

Pertama.

قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَكَانَ رَبِيعَةُ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ عَمَّا حَضَرَ رَبِيعَةُ مِنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَرَأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ بِسُورَةِ النَّحْلِ حَتَّى إِذَا جَاءَ السَّجْدَةَ نَزَلَ فَسَجَدَ وَسَجَدَ النَّاسُ حَتَّى إِذَا كَانَتْ الْجُمُعَةُ الْقَابِلَةُ قَرَأَ بِهَا حَتَّى إِذَا جَاءَ السَّجْدَةَ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا نَمُرُّ بِالسُّجُودِ فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَلَمْ يَسْجُدْ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
وَزَادَ نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَفْرِضْ السُّجُودَ إِلَّا أَنْ نَشَاءَ

Berkata, Abu Bakar; “Rabi’ah adalah orang yang paling baik dalam mengisahkan segala hal yang berasal dari majelis ‘Umar bin Al Khaththob radliallahu ‘anhu, saat hari Jum’at, ‘Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu membaca surah An-Nahl dari atas mimbar hingga ketika sampai pada ayat sajadah, dia turun dari mimbar lalu melakukan sujud tilawah. Maka orang-orang pun turut melakukan sujud. Kemudian pada waktu shalat Jum’at berikutnya dia membaca surat yang sama hingga ketika sampai pada ayat sajadah dia berkata: “Wahai sekalian manusia, kita telah membaca dan melewati ayat sajadah. Maka barangsiapa yang sujud, benarlah dia. Namun yang tidak melakukan sujud tidak ada dosa baginya. Dan ‘Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu tidak melakukan sujud”. Nafi’ menambahkan dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma: “Allah subhanahu wata’ala tidaklah mewajibkan sujud tilawah. Kecuali siapa yang mau silakan melakukannya”.

(HR. Bukhari no. 1077)

Kedua

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي سُجُودِ الْقُرْآنِ بِاللَّيْلِ يَقُولُ فِي السَّجْدَةِ مِرَارًا سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha ia berkata; ” Rasulullah ﷺ ketika melakukan sujud Al Qur’an (sajdah) pada malam hari beliau mengucapkan beberapa kali: ” SAJADA WAJHIYA LILLADZII KHALAQAHU WA SYAQQA SAM’AHU WA BASHARAHU BIHAULIHI WA QUWWATIHI” (Wajahku bersujud kepada Dzat yang telah menciptakannya dan telah membuka pendengaran serta penglihatannya dengan daya dan kekuatanNya).

(HR. Abu Daud no. 1414, Shahih)

📌 Hukumnya

Kedua riwayat di atas menunjukkan sujud tilawah di saat mendengar atau membaca ayat sajadah adalah disyariatkan, yaitu SUNNAH, bukan kewajiban, sebagaimana hadits pertama bahwa Umar Radhiallahu Anhu mengatakan tidak dosa bagi yang tidak melakukannya. Ini adalah pendapat umumnya ulama kecuali Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya yang mengatakan wajib.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

إِنَّمَا قَوْلُهُ وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ظَاهِرٌ فِي عَدَمِ الْوُجُوبِ قَوْلُهُ وَلَمْ يَسْجُدْ عُمَرُ فِيهِ تَوْكِيدٌ لِبَيَانِ جَوَازِ تَرْكِ السُّجُودِ بِغَيْرِ ضَرُورَةٍ

Sesungguhnya ucapan Umar: “Siapa yang tidak sujud maka tidak ada dosa baginya” secara zahir menunjukkan tidak wajib. Dan perkataan: “Umar tidak sujud”, menjadi penegas yang menjelaskan bolehnya meninggalkan sujud tilawah tanpa adanya sebab mendesak sama sekali.

(Fathul Bari, 2/559)

Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengatakan:

اختلف الفقهاء فى سجود القرآن، فقال مالك، والليث، والأوزاعى، والشافعى: سجود القرآن سنة، وقال أبو حنيفة: هو واجب، واحتج أصحابه لوجوبه بقوله تعالى: (وإذا قرئ عليهم القرآن لا يسجدون) [الانشقاق: ٢١] ، قالوا: والذم لا يتعلق إلا بترك الواجبات، وبقوله: (واسجد واقترب) [العلق: ١٩] ، وقالوا: هذا أمر. قال ابن القصار: فالجواب أن الذم هاهنا للكفار بأنهم لا يؤمنون وإذا قرئ عليهم القرآن لا يسجدون، فعلق الذم بترك الجميع؛ لأنهم لو سجدوا ألف مرة فى النهار مع كونهم كفارًا كان الذم لاحقًا بهم، فعلمنا أن الذم لم يختص السجود، ويزيد هذا بيانًا قوله تعالى: (بل الذين كفروا يكذبون) [الانشقاق: ٢٢] ، فلم يقع الوعيد إلا على التكذيب، وقوله: (واسجد واقترب) [العلق: ١٩] ، هو أمر له بالصلاة وتعليم له، وقد تقدم أن سجود القرآن إنما هو ما جاء بلفظ الخبر، وما جاء بلفظ الأمر إنما هو إعلام له بالصلاة وأمر له بالسجود فيها

Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang hukum sujud membaca Al Qur’an. Malik, Al Laits, Al Awza’iy, Asy Syafi’iy mengatakan: sujud membaca Al Qur’an adalah SUNNAH.

Abu Hanifah mengatakan: WAJIB. Para sahabatnya beralasan dengan firman Allah Ta’ala: “Jika dibacakan Al Qur’an kepada mereka, mereka tidak bersujud.” (QS. Al Insyiqaq: 21)
Menurut mereka, celaan dalam ayat ini tidak akan terjadi kecuali karena meninggalkan kewajiban.

Alasan lain, ayat: “Sujudlah dan mendekatlah” (QS. Al ‘Alaq: 19). Menurut mereka: ini adalah perintah.

Ibnul Qushar berkata: “Jawaban (untuk pendapat Abu Hanifah) adalah bahwa celaan dalam ayat ini untuk orang kafir, karena mereka orang yang tidak beriman, disaat dibacakan Al Qur’an mereka tidak bersujud. Jadi, celaan di sini kaitannya karena meninggalkan semuanya, sebab walau mereka sujud 1000 kali di siang hari tapi keadaannya masih kafir maka celaan itu tetap untuk mereka, maka kita tahu bahwa celaan ini tidak khusus tentang sujud.

Sebagai penjelasan tambahan, Allah Ta’ala berfirman: “Tetapi orang-orang kafir itu mendustakan ayat-ayat Allah” (QS. Al Insyiqaq: 22), maka tidak ada ancaman kecuali bagi yg mendustakan.

Kemudian, ayat: “Sujudlah dan mendekatlah (kepada Allah).” (QS. Al ‘Alaq: 19), adalah tentang perintah shalat dan pengajaran untuknya. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa riwayat tentang sujud tilawah tidak ada yang bentuk perintah, tapi khabar (pemberitaan). Tidak ada lafaz dalam bentuk perintah kecuali pada shalat dan sujud ada didalamnya.

(Syarh Shahih Al Bukhari, 3/61-62)

📌 Haruskah Dalam Keadaan Suci?

Ya, mayoritas ulama mengatakan WAJIB dalam keadaan suci, sebagaimana shalat. Inilah pendapat empat madzhab.

Namun, sebagian lain mengatakan tanpa bersuci tetap sah, inilah pendapat Ibnu Umar, Asy Sya’biy, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Asy Syaukaniy, termasuk Al Lajnah Ad Daimah Arab Saudi.

Imam Al Qurthubi Rahimahullah menjelaskan:

ولا خلاف في أن سجود القرآن يحتاج إلى ما تحتاج إليه الصلاة من طهارة حدث ونجس ، ونية ، واستقبال قبلة ، ووقت . إلا ما ذكر البخاري عن ابن عمر أنه كان يسجد على غير طهارة . وذكره ابن المنذر عن الشعبي

Tidak ada perbedaan pendapat tentang sujud membaca Al Qur’an membutuhkan apa-apa yang dibutuhkan pada shalat yaitu berupa suci dari hadats dan najis, niat, menghadap kiblat dan waktunya. Kecuali apa yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari, dari Ibnu Umar bahwa dia pernah sujud (tilawah) tanpa bersuci. Ibnul Mundzir juga menyebutkan dari Asy Sya’biy.

(Tafsir Al Qurthubi, 9/438)

Ada pun, Imam Asy Syaukaniy mengatakan:

ليس في أحاديث سجود التلاوة ما يدل على اعتبار أن يكون الساجد متوضئا ، وقد كان يسجد معه – صلى الله عليه وسلم – من حضر تلاوته ، ولم ينقل أنه أمر أحدا منهم بالوضوء

Dalam hadits sujud tilawah tidak ada hal yang menunjukkan bahwa orang yang bersujud mesti dalam keadaan wudhu. Dahulu, orang-orang yang bersama Nabi ﷺ ikut sujud bersamanya, tapi tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Beliau memerintahkan satu pun mereka untuk berwudhu.

(Nailul Authar, 5/348)

Namun, bersuci adalah sikap yang lebih hati-hati dan aman.

Bersambung …

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷 💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top